Sen Nobif adalah bagian tradisi pernikahan yang sangat sakral di Pulau Timor khususnya Suku Dawan.
Pada umumnya upacara adat pernikahan masing-masing suku memiliki beberapa tahap sebelum menuju acara puncak. Begitu pula Suku Dawan di Pulau Timor. Mulai dari tahapan makan Sirih Pinang (Tukar Cincin) hingga prosesi peminangan.
Namun sebetulnya, masih terdapat satu tahapan setelah pernikahan yang harus dilakukan. Tahapan ini disebut dengan "Sen Nobif" (dalam bahasa Dawan).
Sebelum saya melanjutkan tentang "Sen Nobif", saya mau mengingatkan bahwa Suku Dawan memiliki beberapa sub suku. Secara umum, tradisi "Sen Nobif" beberapa sub suku ini sama, akan tetapi terdapat beberapa bagian yang sedikit berbeda.
Oleh karena itu, sebagai orang Amanuban, saya akan menceritakan tradisi "Sen Nobif" ini berdasarkan kebiasaan orang Amanuban (Sub Suku Amanuban) dalam artikel ini.
"Sen Nobif" juga dapat disebut dengan istilah"Tel Nobif". Sen dan Tel adalah dua kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi memiliki makna yang sama dalam konteks ini.
"Sen Nobif" atau "Tel Nobif" terdiri dari dua kata yaitu "Sen/Tel" dan "Nobif". Sen dan Tel memiliki makna yang cukup luas tergantung pada konteks yang dibicarakan.Â
Pada umumnya, Sen berarti mengganggu tapi dalam konteks melakukan hal yang sama. Misalnya seseorang meniru saya berbicara sehingga pembicaraan saya terganggu dan Tel berarti menginjakkan kaki.
Sedangkan Nobif berarti jejak kaki sehingga secara harafiah, Sen Nobif atau Tel Nobif berarti mengganggu jejak kaki atau mengikuti dan menghilangkan atau menutupi jejak kaki.
Pada saat seorang perempuan dinikahi oleh seorang laki-laki, perempuan akan dibawa keluar oleh laki-laki meninggalkan orangtuanya. Sejak perempuan melangkah keluar dari rumahnya, ia dan suaminya dilarang menoleh ke belakang sebelum tiba di rumah laki-laki.
Masyarakat Dawan percaya bahwa jika larangan tersebut dilanggar oleh pengantin maka konsekuensi yang harus ditanggung adalah kematian. Konsekuensi paling ringan adalah tidak memiliki keturunan.
Setelah itu barulah tradisi Sen Nobif dilakukan. Pada umumnya, tradisi Sen Nobif adalah wewenang laki-laki. Laki-laki memiliki hak penuh untuk menentukan apakah boleh dilakukan tradisi Sen Nobif atau tidak.
Jika pihak laki-laki sudah siap maka pihak laki-laki akan merencanakan waktu untuk pelaksanaan "Sen Nobif". Setelah waktu pelaksanaan disepakati, pihak laki-laki akan mengutus seseorang yang bukan keluarga dekat laki-laki (jubir atau tua adat) untuk memberitahukan kepada pihak perempuan.
Jika kedua belah pihak sudah siap maka tradisi boleh dilakukan, akan tetapi, jika pihak perempuan belum siap maka tradisi Sen Nobif tidak dapat dilakukan juga.
Namun, jarang sekali menemukan pihak perempuan berada pada posisi ini. Pasalnya, tradisi Sen Nobif adalah tradisi yang sangat diharapkan oleh pihak perempuan untuk dilakukan sehingga kadang kala perencanaan pelaksanaan Sen Nobif dilakukan jauh sebelum pernikahan dilakukan.
Jika Sen Nobif tidak atau belum dilakukan maka pasangan pengantin baru tidak diizinkan mengunjungi orangtua dan famili lain dari pihak perempuan. Bahkan, jika terjadi pertemuan yang tidak disengajakan di jalan atau dimana saja maka saling tegur dan senyum tidak boleh dilakukan.
Hal tersebut tidak boleh dilanggar karena akibatnya akan sama seperti dilarang menoleh. Kematian atau paling ringan tidak memiliki keturunan. Bahkan, semua orang Dawan percaya bahwa kehidupan rumah tangga mereka akan tersendat-sendat.
Oleh karena itu, tujuan utama Sen Nobif adalah untuk membuka jalan kepada pengantin baru. Boleh mengunjungi orangtua dan keluarga perempuan. Lebih dari itu, pintu kebahagiaan dan kesuksesan terbuka bagi anak-anaknya.
Sebagai cindera mata atau kenang-kenangan Sen Nobif, orang tua perempuan akan memberikan sesuatu kepada kedua pengantin. Pada umumnya, tanah atau mamar (tanaman perkebunan) merupakan cindra mata favorit yang diberikan.
Pemberian tanah merupakan bagian dari pembagian harta warisan, bahwa bukan hanya laki-laki yang berkuasa tetapi perempuan juga harus mendapatkan bagiannya. Inilah yang dinamakan prinsip feto-mone, prinsip kesetaraan gender dalam budaya Suku Dawan.
Baca:Â Mengulas Status Perempuan Sebagai "Ibu bagi Kehidupan" Suku Dawan (Timor)
Selain ternak, tanah dan mamar merupakan harta terbesar Suku Dawan yang rata-rata berprofesi sebagai petani. Tanah dan Mamar dikelola untuk kelangsungan hidup mereka.
Pemberian tanah dan mamar ini disertai dengan prosesi adat yang mana memiliki makna sakral dan kekuatan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun atas hak dan kepemilikan.
Jadi, Sen Nobif adalah bagian tradisi pernikahan yang harus dilakukan demi keselamatan, kebahagiaan dan kesuksesan anak cucu.
Salam!!!
Kupang, 27 Januari 2020
Neno Anderias Salukh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI