Masyarakat Dawan percaya bahwa jika larangan tersebut dilanggar oleh pengantin maka konsekuensi yang harus ditanggung adalah kematian. Konsekuensi paling ringan adalah tidak memiliki keturunan.
Setelah itu barulah tradisi Sen Nobif dilakukan. Pada umumnya, tradisi Sen Nobif adalah wewenang laki-laki. Laki-laki memiliki hak penuh untuk menentukan apakah boleh dilakukan tradisi Sen Nobif atau tidak.
Jika pihak laki-laki sudah siap maka pihak laki-laki akan merencanakan waktu untuk pelaksanaan "Sen Nobif". Setelah waktu pelaksanaan disepakati, pihak laki-laki akan mengutus seseorang yang bukan keluarga dekat laki-laki (jubir atau tua adat) untuk memberitahukan kepada pihak perempuan.
Jika kedua belah pihak sudah siap maka tradisi boleh dilakukan, akan tetapi, jika pihak perempuan belum siap maka tradisi Sen Nobif tidak dapat dilakukan juga.
Namun, jarang sekali menemukan pihak perempuan berada pada posisi ini. Pasalnya, tradisi Sen Nobif adalah tradisi yang sangat diharapkan oleh pihak perempuan untuk dilakukan sehingga kadang kala perencanaan pelaksanaan Sen Nobif dilakukan jauh sebelum pernikahan dilakukan.
Jika Sen Nobif tidak atau belum dilakukan maka pasangan pengantin baru tidak diizinkan mengunjungi orangtua dan famili lain dari pihak perempuan. Bahkan, jika terjadi pertemuan yang tidak disengajakan di jalan atau dimana saja maka saling tegur dan senyum tidak boleh dilakukan.
Hal tersebut tidak boleh dilanggar karena akibatnya akan sama seperti dilarang menoleh. Kematian atau paling ringan tidak memiliki keturunan. Bahkan, semua orang Dawan percaya bahwa kehidupan rumah tangga mereka akan tersendat-sendat.
Oleh karena itu, tujuan utama Sen Nobif adalah untuk membuka jalan kepada pengantin baru. Boleh mengunjungi orangtua dan keluarga perempuan. Lebih dari itu, pintu kebahagiaan dan kesuksesan terbuka bagi anak-anaknya.
Sebagai cindera mata atau kenang-kenangan Sen Nobif, orang tua perempuan akan memberikan sesuatu kepada kedua pengantin. Pada umumnya, tanah atau mamar (tanaman perkebunan) merupakan cindra mata favorit yang diberikan.
Pemberian tanah merupakan bagian dari pembagian harta warisan, bahwa bukan hanya laki-laki yang berkuasa tetapi perempuan juga harus mendapatkan bagiannya. Inilah yang dinamakan prinsip feto-mone, prinsip kesetaraan gender dalam budaya Suku Dawan.
Baca:Â Mengulas Status Perempuan Sebagai "Ibu bagi Kehidupan" Suku Dawan (Timor)