Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inilah Alasan Pilpres 2024 Bukan Panggung bagi Anies Baswedan

5 Januari 2020   17:27 Diperbarui: 5 Januari 2020   19:48 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan disebut sebagai salah satu figur yang akan meramaikan Pilpres 2024. Akan tetapi, peluangnya akan lebih besar jika ....

Meski Anies Baswedan dinilai tidak mampu mengatasi banjir Jakarta, isu untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 akan tetap menguat. Pasalnya, ditengah dirinya dibully karena tidak mampu mengatasi sampah Jakarta, Nasdem dalam kongres keduanya di Jakarta memberikannya panggung untuk berpidato.

Nasdem disebut akan memuluskan jalan Anies Baswedan ke Pilpres 2024 setelah manuver politik Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem menuai kecurigaan publik. Pelukan manis kepada PKS, lawan politiknya setelah Prabowo memutuskan untuk merapatkan barisan ke Jokowi patut dicurigai meski kemudian ia memeberikan pelukan yang sama kepada Presiden Jokowi.

Meskipun kiprah Nasdem di dunia perpolitikan di Indonesia masih seumur jagung, kekuatan Nasdem setara dengan partai-partai tua seperti Demokrat dan Gerindra. Hasil yang diperoleh dari dual kali pemilu (2014 dan 2019) menjadi bukti bahwa kekuatan Nasdem tidak dapat dipandang sebelah mata.

Karena itu, bukan tidak mungkin, Nasdem akan mengusung kadernya sendiri untuk bertarung pada kontestasi perebutan kursi nomor satu Indonesia. Nasdem memiliki sejumlah kader berkualitas yang memiliki peluang ke sana. Akan tetapi, popularitas individu yang dimiliki oleh kader-kader tersebut masih kalah dari Ketua Umum, Surya Paloh.

Namun, Surya Paloh secara tegas dalam setiap pertemuan Partai Nasdem bahwa tujuan ia mendirikan Partai Nasdem bukan untuk sebuah nama (menjadi Presiden Indonesia). Meskipun orasi-orasinya masih dicurigai sebagai bahasa politik.

Karena itu, peluang Anies Baswedan bertarung pada Pilpres 2024 melalui Partai Nasdem terbilang memiliki peluang besar. Pasalnya, saat Nasdem masih menjadi ormas, Anies Baswedan merupakan salah anggota atau kader Nasdem.

Secara popularitas, kita tidak perlu meragukan Anies Baswedan. Seorang gubernur DKI Jakarta tidak perlu diragukan soal itu, Sebenarnya, secara intelektual pun demikian, pria yang menyandang gelar Guru Besar ini mampu untuk ke kursi RI satu.

Lagipula, menjadi Gubernur DKI Jakarta adalah salah satu anak tangga menuju pencalonan presiden. Misalnya, presiden Jokowi.

Akan tetapi, hal yang perlu diperhatikan adalah fokus Anies Baswedan pada pembenahan Jakarta. Jakarta bukan lagi daerah tertinggal yang dibangun tapi butuh pembenahan. Misalnya, kemacetan, polusi, sampah dan banjir yang menjadi topik hangat saat ini.

Di atas kertas, gebrakan Anies Baswedan belum memperlihatkan perubahan pada isu-isu tersebut. Memang prestasi Anies Baswedan di sektor yang lain tidak bisa dipandang sebelah mata. Misalnya, program perumahan dengan DP 0 Rupiah. Akan tetapi saat ini Jakarta mendapat sorotan terkait masalah-masalah seperti banjir, macet, polusi dan sampah. Luka lama yang tidak pernah sembuh. Gubernur ganti gubernur tapi tetap tidak berhasil membawa keluar ibukota dari penderitaan tersebut.

Masalah-masalah inilah yang akan menghambat langkah Anies Baswedan menuju Presiden Indonesia. Lalu pertanyaannya, mengapa Jokowi berhasil menjadi Presiden meskipun belum menuntaskan masalah Jakarta.

Prestasi Sebelum Menjadi Gubernur. Salah satu faktor yang mengantarkan Jokowi menjadi presiden adalah prestasinya selama memimpin Kota Solo. Pengusaha mebel ini berhasil membentuk birokrasi Kota Solo yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

Selain itu, Jokowi juga berhasil merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka yang gagal dilakukan oleh pemimpin-pemimpin terdahulunya.

Berbeda dengan Anis Baswedan, diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Jokowi, ia tak mampu mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013 (K13) yang identik dengan buah tangan Anies Baswedan hanya menambah problem di dunia pendidikan. Keputusan Jokowi memberhentikannya merupakan bukti kegagalannya menjalankan tugas yang dipercayakan.

Tidak berbicara banyak. Jokowi dikenal dengan sosok yang hampir tidak memiliki kemampuan berbicara dengan luar biasa seperti figur-figur yang lain seperti Surya Paloh atau Prabowo Subianto. Akan tetapi, ketegasan dalam kepemimpinannya patut diacungi jempol.

Bukan hanya itu, sikap merakyat dan berpenampilan sederhana adalah satu-satunya faktor terkuat yang membuat publik jatuh hati padanya.

Sedangkan Anies Baswedan dikenal dengan kemampuan berpidato dan mengolah kata dengan sangat baik di Indonesia. Narasi-narasinya membius setiap orang yang mendengar. Akan tetapi, narasi-narasinya dianggap berbeda dengan fakta yang sebenarnya. Misalnya, narasi-narasi tentang banjir yang menuai protes dari publik.

Seharusnya Anis Baswedan menyikapi dengan mengurangi narasi-narasi yang hanya menuai bullying bagi dirinya. Karena pembenahan Jakarta bukan soal bernarasi dengan indah tetapi soal menyiapkan strategi yang baik dan mengeksekusinya dengan baik pula.

Oleh karena itu, lebih baik Anies Baswedan fokus pada Jakarta. Jika ia berhasil menekan polusi, kemacetan, banjir dan sampah, saya yakin bahwa periode kedua masih menjadi miliknya. Dan bukan sebuah hal yang mustahil, Pilpres 2029 adalah panggung Anis Baswedan.


Salam!!!

Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun