Perbedaan pendapat soal banjir Jakarta antara Presiden Jokowi, Gubernur Anis dan Menteri Basuki menjadi tanda tanya tersendiri. Apakah perbedaan pendapat merupakan bukti mandeknya penanganan banjir Jakarta selama ini?
Banjir Jakarta tahun 2020 merupakan banjir terparah sejak 2016. Banjir dengan ketinggian 30 sampai dengan 200 cm ini melanda 7 kecamatan di Jakarta Selatan, 10 kelurahan di Kota Bekasi dan puluhan titik lainnya di Bogor, Tangerang dan lain sebagainya. BNPB mencatat sekitar 103 titik yang terendam banjir akibat curah hujan yang cukup tinggi, berbeda dari biasanya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Anis Baswedan menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan meminta kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membantu mengevakuasi warga sekitar yang terkena banjir.
Selain itu, Gubernur Anis Baswedan menanggapi tuduhan netizen dan publik yang menganggap bahwa dirinya tidak menyelesaikan normalisasi beberapa daerah aliran sungai di Jakarta yang dianggap sebagai penyebab utama banjir Jakarta.
Ia mengatakan bahwa tidak dapat disimpulkan bahwa normalisasi sungai yang belum efektif merupakan penyebab utama banjir Jakarta. Alasannya adalah beberapa daerah yang tidak terletak di sekitar daerah aliran sungai pun terkena banjir.
"Yang terkena banjir itu di berbagai wilayah. Jadi ini bukan sekadar soal yang belum kena normalisasi saja, nyatanya yang sudah ada normalisasi juga terkena banjir," kata Anies.
Disisi lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa 17 km dari 33 km kali Ciliwung belum dinormalisasi.
Pernyataan Menteri Basuki sebagai tanggapan kepada pernyataan Gubernur Anis Baswedan yang enggan mengatakan bahwa penyebab banjir Jakarta adalah normalisasi sungai yang belum dilakukan.
"Mohon maaf, Bapak Gubernur, selama penyusuran Kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 km itu yang sudah ditangani, dinormalisasi 16 km," kata Basuki seperti dikutip Kompas.com (1/1/2020).
Lain hal dengan pernyataan Jokowi. Ia mengatakan bahwa selain kerusakan ekologi dan ekosistem, penyebab banjir Jakarta adalah ulah manusia seperti pembuangan sampah secara sembarangan.
"Karena ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada. Tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal," kata Jokowi di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1).
Anis Baswedan tidak menerima apa yang disampaikan oleh presiden Jokowi sebagai sebuah kebenaran. Ia mengatakan bahwa sampah yang disebut sebagai penyebab banjir Jakarta merupakan alasan yang tidak logis karena di beberapa titik banjir yang terjadi di beberapa wilayah dengan produksi sampah yang sangat sedikit dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Anis pun menyebut Bandara Halim sebagai contoh. Halim yang disebut sebagai salah satu wilayah dengan produksi sampah yang minim di Jakarta sempat berhenti beroperasi karena banjir.
"Halim itu setahu saya enggak banyak sampah. Tapi, bandaranya kemarin tidak bisa berfungsi. apakah ada sampah di bandara? Rasanya tidak. Tapi, Bandara Halim kemarin tidak bisa digunakan," kata Anies di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (2/1).
Menurutnya penyebab banjir di beberapa wilayah terjadi karena cuaca ekstrem seperti yang juga diprediksi pihak BMKG. Volume air hujan yang sangat tinggi menjadi penyebab utama banjir saat ini.
***
Jakarta sebagai ibukota negara yang sedang sakit bukan lagi tanggung jawab gubernur DKI sendirian. Banjir adalah salah satu masalah yang sangat kompleks untuk ditangani sendirian. Banjir Jakarta seharusnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat bahkan semua pihak terkait.
Banjir Jakarta yang terus-menerus terjadi setidaknya menelan biaya myliaran bahkan triliunan rupiah. Sampai kapan negara hanya merogoh kocek untuk mengobati bukan untuk mencegah? Hal inilah yang seharusnya dipikirkan pemerintah.
Bagi penulis, perbedaan pendapat soal banjir Jakarta ini adalah bukti bahwa pemerintah belum menemukan solusi yang tepat untuk penanganan banjir Jakarta.Â
Bahkan, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak bersatu dalam penanganan banjir. Jejak digital tidak pernah berbohong jika saling menyalahkan adalah hal yang paling banyak dibicarakan ketika banjir menutupi Jakarta.
Penanganan banjir Jakarta yang sudah sangat kompleks memerlukan persatuan dan kerjasama yang baik. Harusnya berawal dari identifikasi masalah penyebab banjir, kemudian didiskusikan bersama untuk menemukan solusi yang tepat.
Bukan, identifikasi masalah secara individual kemudian dikemukakan ke publik dan saling menyalahkan. Lebih parahnya lagi, bantah membantah soal soal penyebab banjir, masing-masing mengklaim bahwa identifikasinya lebih benar dan sebagainya.
Jika normalisasi sungai yang belum diselesaikan, sampah yang tidak terkontrol dan curah hujan yang sangat tinggi disebut sebagai faktor penyebab banjir secara terpisah maka akan menimbulkan kebingungan dalam penanganan.
Bagaimana jika normalisasi dilakukan di semua daerah aliran sungai tetapi masih terjadi banjir? Bagaimana jika sampah dapat ditangani dengan baik tetapi masih terjadi banjir? Bagaimana jika curah hujan setiap tahunnya tidak berkurang dan kita hanya menyalahkan iklim dan cuaca tanpa ada upaya penanganan yang tepat.
Penyakit harusnya mendapatkan pengobatan yang tepat. Kita tidak bisa memberikan obat magh untuk mengobati kanker dan sebaliknya. Begitupun dengan banjir, penanganan harus tepat sasaran sehingga meski tidak sepenuhnya teratasi, setidaknya dapat dikurangi dan membebaskan beberapa titik.
Oleh karena itu, bagi penulis, Jika pemerintah tidak bersatu dalam penanganan banjir Jakarta, saya yakin bahwa banjir Jakarta akan terus terjadi bahkan mungkin akan lebih parah dari biasanya.
Salam!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H