Novel pun menepis dugaan dendam pribadi tersebut karena ia sama sekali tidak mengenal pelaku. Memang tidak logis jika seseorang yang tidak dikenal menyimpan dendam pribadi kepada kita.
Oleh karena itu, terlepas dari apapun motifnya, bagi penulis pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel dapat diduga sebagai pembunuh (eksekutor) bayaran. Usaha untuk melumpuhkan Novel Baswedan yang merupakan penyidik senior KPK dengan motif politis atau perbedaan pandangan.
Kasus-kasus serupa bukan hal asing bagi bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh penting Syafiuddin Kartasasmita, Theys Eluay dan Munir merupakan pelajaran penting bahwa pembunuh bayaran dengan motif politis masih bisa saja terjadi.
Perbedaannya adalah mereka mati terbunuh sedangkan Novel cacat total pada indera penglihatannya. Itulah pembunuh bayaran, hanya dengan 100 juta atau 200 juta, ia hanya melakukan dua hal sesuai permintaan; membunuh atau membuat cacat seumur hidup.
Oleh karena itu, saya tidak ragu menyebut RM dan RB menjalankan perintah dari seseorang untuk mengeksekusi Novel Baswedan dengan merusak kedua matanya dengan air keras.
Bagi penulis, aksi mereka adalah aksi nekad. Pasalnya mereka mengetahui keberadaan CCTV yang memungkinkan Polisi mudah untuk menangkap mereka. Bukankah aksi nekad tersebut adalah perintah uang?
Lalu RM dan RB terlihat berencana untuk tidak menghilangkan nyawa Novel atau cukup membuatnya cacat. Pertama, Mereka menyiapkan air keras dengan takaran yang sangat tepat yang hanya merusak bola mata. Kedua, mereka sudah mengintai arah perjalanan Novel setelah solat sehingga mereka menyiapkan strategi kedatangan mereka untuk menemui Novel.
Akan tetapi, penyidikan kepolisian yang akan membuktikan motif penyerangan terhadap Novel Baswedan dan juga membuktikan apakah RM dan RB adalah pembunuh bayaran?
Mari kita menyimak!!!
Salam!!!
Neno Anderias Salukh