Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Kristen, Saya Ikut Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

1 Desember 2019   07:22 Diperbarui: 1 Desember 2019   07:25 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 30 pagi, bersama seorang teman saya, berjuang melewati batu-batu lepas dan debu yang beterbangan dari Desa Mauleum ke Desa Falas untuk menepati janji antara saya dan Kak Hadjar.

Keputusan saya mengikuti perayaan Maulid Nabi oleh umat Islam adalah cara saya melawan isu bahwa Orang Islam itu tidak suka orang Kristen. Kenapa saya harus melawannya? Kalau saya percaya bahwa orang Islam tidak menyukai orang Kristen, saya melawan naluri saya, melawan hati saya dan coba untuk membohongi diri sendiri.

Ia, saya tidak pernah menemukan seorang muslim yang membenci saya. Dulu waktu masih kuliah, teman-teman saya yang muslim itu sangat baik dengan saya, sekarang saya berteman dengan Kak Hadjar dan mengklaim hubungan kami seperti saudara.

Lanjut cerita, ketika berhasil menembus tanjakan yang sedikit ekstrim ke Masjid Babul Amin Falas, tempat perayaan Maulid Nabi seluruh umat Islam di Kecamatan Kie.

Jujur, saya sedikit canggung karena saya tidak mengenal seorang pun ditempat itu kecuali Kak Hadjar yang belum tiba di tempat perayaan. Sambil menunggu, beberapa umat muslim di tempat itu menyapa kami dengan hangat.

Setelah Kak Hadjar datang, kami diajak ke Masjid. Disambut dengan hangat, dengan sajian Kopi disertai dengan keripik pisang, pisang rebus dan kue ubi. Kemudian, sirih pinang menyusul. Dalam tradisi orang Amanuban, sirih pinang adalah simbol penghormatan seperti tulisan Kaka Leksi Salukh di Kompasiana dan merupakan sebuah kebersamaan dalam tulisan saya di Kompasiana.

Sambil mengunyah sirih pinang, kami disuguhi sebuah cerita bahwa Masjid Babul Amin Falas dibangun bersama dengan Orang Kristen dan salah satu gereja di sekitar wilayah tersebut dibangun bersama orang muslim.

Saya tidak mau bercerita banyak tentang perayaannya seperti apa tetapi kehadiran kami disana membuktikan bahwa kami bersaudara. Jujur, akhir-akhir ini NTT diterpa isu agama yang mengancam keberagaman. Khususnya di sekitar wilayah Kefetoran Noebunu, isu agama sedikit mengganggu saya.

Saya ingin mempertahankan dan memperkuat atmosfer toleransi di NTT secara khusus di Amanuban tempat saya lahir dan dibesarkan karena persaudaraan dan rasa toleransi itu sudah ada sejak dulu.

Saya tidak akan tega melihat Amanuban yang hampir semua memiliki garis keturunan yang sama bermusuhan hanya karena persoalan agama. Bagi saya, kita boleh beragama, kita boleh yakin iman kita berbeda tetapi ingat bahwa kita hidup dalam sebuah sistem kemanusiaan.

Saya berpikir begini, di Amanuban, semua agama itu baru seumur jagung tetapi rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang ada dalam hati orang Amanuban sudah terbangun sejak dulu. Bahkan, jika ditelusuri, orang Amanuban memiliki hubungan darah satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu, jangan sampai rasa persaudaraan dan kekeluargaan itu dirusak karena persoalan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun