Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Kristen, Saya Ikut Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

1 Desember 2019   07:22 Diperbarui: 1 Desember 2019   07:25 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi: Saya, Kak Hadjar dan teman saya di Acara Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Babul Amin Falas.

Amanuban adalah sebuah kerajaan yang dibangun dengan budaya penghargaan yang sangat tinggi. Saya tidak menemukannya di tempat lain.

Tahun ini (2019) perayaan Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW 1441 dilaksanakan pada bulan November. Saya mencoba membuka google untuk mencari tahu tanggal perayaannya. Islam Sunni merayakannya pada tanggal 09 dan Syiah pada tanggal 14. Akan tetapi, khususnya Muslim dan Muslimat di Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur merayakannya pada tanggal 30 November.

Saya tidak tahu apa alasannya memilih merayakannya pada tanggal 30 November tetapi rupanya perayaan ini sengaja dilakukan pada tanggal 30 November agar para Muslim dan Muslimat dari beberapa tempat bisa hadir dalam perayaan ini. Kalau ada alasan lain, Kakak Sayidati Hadjar bisa menambahnya. Hehe.

Jujur, pertama dalam hidup saya , ikut serta dalam perayaan Hari Raya Agama Islam. Saya dilahirkan di keluarga Kristen, besar di lingkungan Kristen. Saat memasuki Sekolah Menengah Pertama, saya punya beberapa orang teman muslim tetapi saya tidak pernah hadir dalam perayaan-perayaan Hari Raya Agama Islam dan sama sekali tidak tahu tentang Islam.

Memang sangat tidak mungkin karena di desa saya juga tidak ada agama muslim. Akan tetapi, saat mengenyam studi S1 di Kupang (ibukota Provinsi NTT), dua orang teman cewek saya beragama Islam.

Saya mengenal mereka dengan baik, saya pernah berkunjung ke rumah mereka bahkan pernah diundang untuk makan pada saat perayaan lebaran. Mumpung saat itu saya dan teman-teman saya masih kos dan hal-hal yang berakhir pada makan pasti kami tidak pernah absen. Hehehe.

Karena kami hadir untuk makan maka saya tidak tahu perayaannya seperti apa. Singkat cerita, saya mau jujur bahwa saya dan teman-teman yang beragama Kristen diterima dengan baik, kami merasa nyaman dan sebagainya. Menariknya, pertemuan kami tidak pernah membahas soal agama karena itu urusan pribadi, yang kami lakukan adalah canda tawa.

Siri Pinang, Simbol Penghargaan dan Kebersamaan Orang Timor/DOKPRI
Siri Pinang, Simbol Penghargaan dan Kebersamaan Orang Timor/DOKPRI
Sorry, cerita saya sedikit melebar. Saya mau melanjutkan cerita saya dalam mengikuti Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Awalnya, Kompasiana mempertemukan saya dengan seorang perempuan hebat, penulis budaya dari Amanuban di perayaan Paskah Amanuban Timur, Kakak Sayidati Hadjar.

Saat itulah, saya menjalin hubungan baik dengannya. Mumpung kami masih memiliki hubungan darah. Kalau dalam sejarah orang Amanuban, tanpa mereka saya tidak bisa hidup. Hehehe, kira-kira begitu.

Rasa persaudaraan ini mulai timbul. Saya diajak kerumahnya meskipun sampai saat ini belum terealisasi karena kesibukan level dewa yang melilit kami berdua untuk jarang bertemu.

Menjelang Perayaan Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW, Kak Hadjar mengajak saya untuk ikut dalam perayaan ini. Desa Falas, menjadi tempat pilihan untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW se-kecamatan Kie tahun ini.

Tanggal 30 pagi, bersama seorang teman saya, berjuang melewati batu-batu lepas dan debu yang beterbangan dari Desa Mauleum ke Desa Falas untuk menepati janji antara saya dan Kak Hadjar.

Keputusan saya mengikuti perayaan Maulid Nabi oleh umat Islam adalah cara saya melawan isu bahwa Orang Islam itu tidak suka orang Kristen. Kenapa saya harus melawannya? Kalau saya percaya bahwa orang Islam tidak menyukai orang Kristen, saya melawan naluri saya, melawan hati saya dan coba untuk membohongi diri sendiri.

Ia, saya tidak pernah menemukan seorang muslim yang membenci saya. Dulu waktu masih kuliah, teman-teman saya yang muslim itu sangat baik dengan saya, sekarang saya berteman dengan Kak Hadjar dan mengklaim hubungan kami seperti saudara.

Lanjut cerita, ketika berhasil menembus tanjakan yang sedikit ekstrim ke Masjid Babul Amin Falas, tempat perayaan Maulid Nabi seluruh umat Islam di Kecamatan Kie.

Jujur, saya sedikit canggung karena saya tidak mengenal seorang pun ditempat itu kecuali Kak Hadjar yang belum tiba di tempat perayaan. Sambil menunggu, beberapa umat muslim di tempat itu menyapa kami dengan hangat.

Setelah Kak Hadjar datang, kami diajak ke Masjid. Disambut dengan hangat, dengan sajian Kopi disertai dengan keripik pisang, pisang rebus dan kue ubi. Kemudian, sirih pinang menyusul. Dalam tradisi orang Amanuban, sirih pinang adalah simbol penghormatan seperti tulisan Kaka Leksi Salukh di Kompasiana dan merupakan sebuah kebersamaan dalam tulisan saya di Kompasiana.

Sambil mengunyah sirih pinang, kami disuguhi sebuah cerita bahwa Masjid Babul Amin Falas dibangun bersama dengan Orang Kristen dan salah satu gereja di sekitar wilayah tersebut dibangun bersama orang muslim.

Saya tidak mau bercerita banyak tentang perayaannya seperti apa tetapi kehadiran kami disana membuktikan bahwa kami bersaudara. Jujur, akhir-akhir ini NTT diterpa isu agama yang mengancam keberagaman. Khususnya di sekitar wilayah Kefetoran Noebunu, isu agama sedikit mengganggu saya.

Saya ingin mempertahankan dan memperkuat atmosfer toleransi di NTT secara khusus di Amanuban tempat saya lahir dan dibesarkan karena persaudaraan dan rasa toleransi itu sudah ada sejak dulu.

Saya tidak akan tega melihat Amanuban yang hampir semua memiliki garis keturunan yang sama bermusuhan hanya karena persoalan agama. Bagi saya, kita boleh beragama, kita boleh yakin iman kita berbeda tetapi ingat bahwa kita hidup dalam sebuah sistem kemanusiaan.

Saya berpikir begini, di Amanuban, semua agama itu baru seumur jagung tetapi rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang ada dalam hati orang Amanuban sudah terbangun sejak dulu. Bahkan, jika ditelusuri, orang Amanuban memiliki hubungan darah satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu, jangan sampai rasa persaudaraan dan kekeluargaan itu dirusak karena persoalan agama.

Saya sangat berterimakasih memiliki seorang kakak seperti Kak Hadjar yang sama-sama memiliki kerinduan untuk memperkuat tali persaudaraan dan kekeluargaan di Amanuban.

Salam!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun