Di Pulau Timor, terdapat seekor burung yang sangat indah dipandang mata. Seluruh tubuhnya berwarna hijau termasuk mahkotanya kecuali tenggorokan dan tunggir berwarna hijau kuning lebih terang. Khususnya untuk jantan, tepi penutup sayap berwarna kuning terang sedangkan tepi penutup sayap betina berwarna putih kekuningan.
Burung tersebut memiliki ukuran tubuh yang cukup besar, kira-kira 32 cm. Selain ditemukan di Pulau Timor, burung ini juga ditemukan di pulau-pulau di sekitarnya seperti Rote dan Semau.
Punai Timor namanya. Beberapa orang lebih akrab menyebutnya burung lenggus dan merpati hijau karena burung tersebut mirip seperti merpati dan tekukur. Sedangkan nama Latin-nya adalah Treron psittacea atau Columba psittacea (Temminck, 1808).
Punai Timor menghuni hutan primer yang tinggi dan hutan dataran rendah monsun sekunder dengan ketinggian hingga 600 mdpl. Sangat jarang dijumpai di hutan primer dan hutan pamah monsun sekunder sampai ketinggian 160 mdpl.
Akan tetapi, burung ini suka berpindah-pindah mengikuti siklus berbuah pohon ara yang merupakan makanan kesukaannya. Kadang kala burung tersebut dijumpai dalam kelompok-kelompok kecil seperti Pipit Kota dengan jumlah mencapai 20 ekor.
Selain Pohon Ara, pepohonan rimbun yang mempunyai biji-bijian menjadi tempat mereka setiap hari mencari makan. Burung tersebut dikenal sebagai burung yang takut ancaman sehingga lebih sering mencari makan ditempat yang rimbun.
Salah satu keunikannya, mereka akan beterbangan secara berkelompok melalui jalan yang sama setiap hari meski harus melewati semak-semak untuk kembali ke sarangnya.
Menurut cerita orang tua saya, jumlah burung tersebut sangat banyak. Akan tetapi, burung tersebut terancam punah. Penyebabnya adalah berkurangnya lahan hutan Monsun di Pulau Timor akibat penebangan hutan secara liar. Kini hutan monsun yang tersisa di Timor Barat hanya 4%, itu pun terbagi atas tujuh blok yang tidak dilindungi dan ukurannya pun terus mengecil.
Penyebab lainnya adalah Punai Timor sering menjadi sasaran empuk para Hunter bintang hutan di Pulau Timor.Â
Hutan Bipolo, Hutan Camplong, dan Cagar Alam Gunung Mutis merupakan satu-satunya harapan pelestarian burung tersebut. Akan tetapi, survei yang dilakukan pada tahun 1989 hanya ditemukan sebuah kelompok terdiri dari kira-kira 60 ekor di Bipolo.
Pada tahun 1993, survei dilakukan lagi dan tercatat selama 9 minggu survei di hutan dataran rendah yang tersisa di Timor Barat seperti Bipolo, Camplong dan Cagar Alam Gunung Mutis tidak ada satu ekor pun yang ditemukan.
Menurut birdlife.org, survei dilakukan pada tahun 2003 di seluruh pulau timor menunjukkan penurunan populasi Punai Timor yang sangat signifikan. Bahkan dikatakan bahwa jumlahnya tidak lebih dari 200 ekor.
Pada tahun 2009 dan 2014 dilakukan survei selama 25 hari di pulau Rote dan dilakukan dua pengamatan di daerah hutan tropis kering di bagian utara pulau tersebut. Hasil survei mengatakan bahwa keberadaan Punai Timor dibagian utara pulau Rote nampaknya dalam kepadatan sangat rendah.
Akibatnya burung tersebut termasuk dalam status terancam atau endangered oleh IUCN dan merupakan salah satu fauna yang dilindungi di Indonesia. Meskipun dilindungi secara hukum, jika eksploitasi hutan secara liar tidak dikontrol oleh pemerintah maka Punai Timor akan menjadi burung yang hanya bisa dikenang atau diceritakan kepada orang lain.
Salam!!!
Neno Anderias Salukh
Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat;
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H