Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim berbeda dari para pendahulunya. Apa maksudnya?
Tiga hari yang lalu, Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim beredar di media sosial. Saya sendiri memperolehnya dari WhatsApp Group. Awalnya saya mengabaikan pidato Pak Nadiem dalam file berformat PDF tersebut.
10 menit kemudian, orang yang mengirimkan file pidato Pak Nadiem mengetik sebuah kalimat yang berbunyi "Pidatonya Keren". Saya penasaran, saya pikir pidato salah satu dari tujuh Staf Khusus Kepresidenan dari kalangan milenial karena sebelumnya kami membahas tentangnya.
Dengan cepat-cepat saya membukanya, saya diperhadapkan dengan kop surat yang berbunyi
"Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Upacara Bendera Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2019". Tak berlama-lama saya membaca hingga selesai lalu saya upload ke media sosial dalam bentuk gambar.
Saya sangat terkesan dengan pidatonya dalam dua halaman pdf itu. Singkat, padat, jelas dan menyentuh hati saya. Saya merasa konflik batin yang saya alami selama ini sudah hampir terjawab. Itulah alasan mengapa saya menguploadnya ke media sosial.
Beberapa teman saya pun mengambil gambar tersebut dan menguploadnya ke media sosial. Rupanya bukan saya sendiri yang menjadi korban, mereka pun tersentuh dengan pidato tersebut.
Berbeda dari biasanya, dalam upacara peringatan Hari Guru Nasional, Pak Nadiem tidak berpidato bahkan tidak berdiri dengan lembaran kertas print out pidatonya tersebut untuk membacakan kepada peserta upacara.
Rupanya, Pak Nadiem telah menyiapkan sebuah short video. Video tersebut hanya yang berisi pidato Pak Nadiem tentang Hari Guru dalam teks pdf tersebut. Jika anda telah menontonnya, isi pidatonya dalam pdf dan video sama.
Pertama di Indonesia. Pidatonya sudah dibuat dalam bentuk teks dan video. Lalu apa maksudnya? Toh, pidato pada saat Upacara Bendera juga bisa dilakukan seperti para pendahulunya.
Apakah ada yang berpikir bahwa Pak Nadiem tidak bisa berbicara formal berlama-lama di depan publik? Itu salah besar. Penulis menduga terdapat beberapa alasan yang paling masuk akal mengapa Pak Nadiem menyebarkan pidatonya dalam bentuk pdf dan video.
Pertama, Pak Nadiem ingin pidatonya menembus segala pelosok tanah air.
Ia, pidato ini cukup luar biasa, hampir setiap katanya diapresiasi oleh para guru termasuk saya.
Kalimat yang paling menarik adalah "Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas."
Akhirnya malaikat itu datang. Kalimat ini membawa angin segar bagi teman-teman saya yang sedang pusing dengan Kurikulum 2013 yang sampai dengan saat ini belum tuntas dilaksanakan.
Akan tetapi, hal yang paling berkesan dalam pidato tersebut adalah setiap katanya sangat mengapresiasi tugas guru. Bahkan, ia percaya bahwa guru bisa melakukan segala sesuatu tetapi dibatasi dengan segala tetek-bengek.
Ia ingin terjadi sebuah proses belajar yang merdeka, guru harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menggali potensi anak dan sebagainya. Hebatnya, ia ingin semua guru di Indonesia menerapkannya mulai tanggal 26 November 2019.
Oleh karena itu, sayang sekali jika pidato tersebut tidak diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia terutama yang berprofesi sebagai guru. Saya tidak tahu apakah pidato Peringatan Hari Guru Nasional di setiap daerah pada hari ini adalah pidatonya Pak Nadiem? Tetapi saya berharap dan seharusnya pidato tersebut dibacakan oleh pembina upacara peringatan Hari Guru di seluruh pelosok tanah air.
Kedua, Pak Nadiem ingin pidato tersebut terus hidup dan jangan dilupakan.
Di awal kalimat pembukanya, Pak Nadiem mengatakan bahwa pidatonya bukan pidato yang penuh dengan kalimat inspiratif dan heroik tetapi bagi saya pidato tersebut adalah "Salah satu pidato heroik yang paling inspiratif sepanjang hidup saya". Mengapa? Guru itu butuh kebebasan, biarkanlah ia berkreasi dengan kuas dan cat yang telah dipercayakan oleh Tuhan untuk mengukir masa depan para generasi bangsa.
Pidato yang sudah beredar melalui media sosial dalam bentuk teks pdf dan short video tersebut akan selalu tersedia di Google dan media sosial. Siapapun boleh mengambil, membaca dan menontonnya kapanpun untuk membakar kembali semangat dan jiwa seni seorang guru.
Lalu mengapa pidato tidak cukup dalam bentuk teks pdf dan harus ada bentuk videonya? Kita tahu dunia saat ini, ada orang yang lebih memilih membaca sedangkan yang lain lebih suka menonton. Sebanyak 55 persen masyarakat Indonesia mengakses media online
IDN Times dalam Indonesia Millenial Report 2019 melaporkan bahwa media digital adalah salah satu media yang paling menjangkau Milenial. 70,4 persen millennial mengakses media digital untuk mengetahui berita terkini. Kemudahan akses, multi-tasking, dan kecepatan menjadi alasan utama Milenial memilih media digital.
Oleh karena itu, strategi tersebut disesuaikan dengan perkembangan zaman untuk menyentuh guru-guru kalangan milenial yang berjumlah sekitar 75 persen.
Salam!!!
Selamat Hari Guru Nasional
Referensi:
- Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
- Indonesia Millenial Report 2019
- ESQ news.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H