Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keunikan Budaya Beternak Orang Timor

12 November 2019   08:22 Diperbarui: 12 November 2019   14:32 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peternakan Sapi/Foto: maxpixel.net

Kebiasaan-kebiasaan unik budaya beternak orang Timor. Apa saja?

Beternak merupakan salah satu mata pencaharian orang Timor. Selain mendapatkan uang dari penjualan hasil pertanian seperti jagung, pisang, singkong dan sebagainya, ternak juga dijual untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Karena itu, hampir tidak pernah saya temukan orang Timor yang berprofesi petani tidak beternak. Meskipun hanya satu ekor ternak yang dipelihara, orang Timor harus memeliharanya. Ini sebagai bukti bahwa orang Timor sudah terbiasa dengan beternak.

Pada umumnya, orang Timor tidak memelihara satu jenis ternak. Biasanya ayam, babi sapi dan kambing merupakan ternak-ternak yang selalu dipelihara. Termasuk kerbau dan kuda yang dipelihara dalam jumlah yang tidak sedikit.

Pada tahun 1980-an, NTT merupakan satu-satunya pemasok ternak sapi potong ke Pulau Jawa dengan bobot badan minimal 250 kg/ekor. Pada tahun 2016, Dinas Peternakan merilis 14 jenis ternak yang saat ini dipelihara di Nusa Tenggara Timur dengan jumlah yang tidak sedikit.

Nah, ternyata pada zaman dahulu NTT memiliki budaya beternak yang unik khususnya Sapi, Babi, Kerbau, Kuda dan Kambing. Ternak-ternak tersebut tidak dikandangkan tetapi dilepas di padang atau hutan. Kadang digembalakan, kadang dibiarkan berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

Menarik, meskipun semua orang melepas ternak mereka yang sejenis dan melepas ternak begitu lama, mereka hampir tidak pernah salah mengenal ternaknya. 

Mengapa? Mereka memiliki tanda-tanda khusus yang membuat mereka mudah mengenal ternaknya dan juga ternak mudah mengenal tuannya.

Pertama, Memberi Nama Kepada Ternak.

Apakah arti sebuah nama? Hehehe.
Bagi orang Timor, nama memang sangat penting, bukan hanya untuk manusia tapi juga untuk ternak. Nama yang diberikan merujuk pada identitas ternak tersebut. Misalnya sapi yang berwarna hitam bisa diberi nama Metan (Hitam) dan sebagainya yang merujuk pada ternak tersebut.

Pada zaman dahulu, menurut cerita dari para orang tua di kampung saya, hampir tidak pernah menemukan seorang peternak membiarkan ternaknya berkeliaran tanpa nama. Jika tidak semua, dipastikan ternak yang paling tua atau yang biasanya memimpin perjalanan mereka diberikan sebuah nama.

Tujuannya adalah peternak cukup dengan memanggil nama ternak yang paling tua, semuanya dapat mengikutinya pergi ke arah tuannya memanggil. Selain itu, penamaan memudahkan pemilik mencari ternak tersebut jika hilang.

Penamaan juga berfungsi menggantikan cara panggil yang sudah umum. Memang pada umumnya ternak mudah mengenali tuannya meski memanggil tanpa menyebutkan nama tapi tidak menutup kemungkinan ternak tidak mengenalinya dalam kondisi-kondisi tertentu. Misalnya suara dari kejauhan dan sebagainya.

Program penamaan dilakukan sejak ternak masih berusia muda dengan membiasakan memanggilnya sehari-hari. Mendekatinya dengan menyebut nama tersebut secara terus-menerus. Seiring berjalannya waktu, ternak tersebut akan terbiasa dengan nama yang diberikan tuannya.

Namun, dengan program pemerintah untuk mengkandangkan ternak membawa efek pada budaya pemberian nama kepada ternak. Ternak yang tidak dilepas tidak diberikan nama lagi. Hingga saat ini, budaya tersebut sudah punah.

Kedua, Cap atau Malak dalam Bahasa Dawan (Amanuban)

Malak merupakan cap pemilik yang diberikan pada ternak seperti sapi, kuda dan kerbau. Pemberian Malak kepada ternak sangat penting. Pada zaman dahulu, ketiga jenis ternak ini seringkali liar atau keluar dari pedesaan ke daerah lain sehingga dengan adanya Malak, pemilik dengan mudah mengenalinya.

Menarik, setiap garis keturunan memiliki Malak yang berbeda-beda. Misalnya kami Marga Salukh memiliki Malak yang berbeda dengan Marga yang lain. 

Tujuannya agar jika terjadi campur baur dengan ternak milik orang lain, mereka tahu siapa pemiliknya. Selain itu, jika terjadi kehilangan, pemilik cukup menginformasikan kepada warga sekitar untuk mencari dengan melihat pada malam yang tertera pada ternak.

Malak biasanya dibuat dengan menggunakan besi beton yang sudah dipanaskan dengan api. Ternak diikat dengan tali yang tidak memungkinkannya bergerak lalu corak atau motif Malak digambarkan pada paha ternak yang beranjak dewasa atau terlepas dari induknya.

Resiko ternak tidak memiliki Malak adalah mudah hilang. Menurut cerita orang tua saya, jika ternak tidak memiliki Malak dan jika dicuri oleh tetangga dan dengan cepat ia memberikan Malaknya maka kita tidak bisa menuduhnya mencuri dan mengklaim ternak tersebut milik kita.

Kasus pencurian ternak yang tidak pernah berhenti membuat orang Timor tetap menggunakan Malak hingga saat ini.

Ketiga, Hetis atau Potong Telinga.

Jika Malak hanya berlaku untuk sapi, kuda dan kerbau maka Hetis bisa juga untuk babi dan kambing. Hetis dilakukan dengan cara memotong telinga ternak dengan potongan yang berbeda-beda.

Sama dengan Malak, setiap garis keturunan memiliki ciri-ciri Hetis tersendiri. Misalnya telinga sebelah kiri dipotong pendek dan kanan dibelah.

Fungsi Hetis kurang lebih sama dengan Malak sehingga tidak ada yang bisa mengklaim ternak milik orang lain.

Sama halnya dengan Malak, Hetis masih digunakan hingga saat ini.

Keempat, Bano atau lonceng.

Bano adalah lonceng yang digantung ke leher sapi, kuda, kambing atau kerbau. Kemanapun ternak itu pergi, Bano selalu dibawa. Dengan bunyi lonceng sepanjang perjalanan memudahkan pemilik mengetahui keberadaan ternak-ternaknya. Apakah masih dalam jangkauan atau sudah keluar kampung.

Saat ini, Bano hanya digunakan oleh para peternak yang masih memegang sistem lepas sedangkan yang sudah menggunakan sistem kandang tidak menggunakannya lagi.

Kelima, Nake.

Nake adalah tiga batang kayu yang digunakan untuk menjepit leher ternak dengan bentuk segitiga. Ujung kayu disetiap titik pertemuan sedikit lebih panjang.

Tujuannya agar ternak yang dibiarkan berkeliaran tersebut tidak memasuki ladang yang dipagari. Jika ternak berusaha untuk masuk maka keberadaan Nake membuatnya tersangkut pada pagar.

Nake masih digunakan oleh masyarakat yang masih menerapkan sistem peternakan lepas.

Itulah budaya beternak orang Timor sejak zaman dahulu.

Salam!!!

Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun