Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Nadiem, di Desa Tidak Tahu Gunakan Aplikasi

23 Oktober 2019   18:44 Diperbarui: 24 Oktober 2019   07:30 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profil Menteri, Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan|Kompas.com

Mengejutkan, Bos Go-jek, Nadiem Makarim ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Memang tidak disangka, Nadiem Makarim yang berlatar belakang pengusaha tidak pernah dikaitkan dengan jabatan tersebut. 

Karena itu, hastag 'Mendikbud" Jadi Trending Topic Twitter, bahkan menjadi urutan teratas setelah Presiden Jokowi mengumumkan kabinet Indonesia Maju.

Dilansir dari Kompas.com, lebih dari 10.000 kata "Mendikbud" di linimasa Twitter sesaat setelah presiden mengumumkan susunan kabinet pada pukul 08.30 WIB.

Salah satu akun Twitter yang berkicau tentang terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Akun bernama @belpram.

Dalam kicauannya ia menulis demikian: "Nadiem Makarim Mendikbud. Aneh, tapi oke lah. Aku harap dia bisa menginstalasi pendidikan digital dengan cara yang tepat dari yang kita dapat sekarang".

Tentunya ada ekspektasi yang besar dari Jokowi terhadap Nadiem Makarim yang mewakili kaum milenial di kabinet. Inovasi yang diciptakan melalui berdirinya Go-jek dan kemampuan manajerial yang kuat berdasarkan pengakuan Jokowi selama ini menjadi harapan publik untuk membuat terobosan baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Sejujurnya PR Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah pemerataan pendidikan yang harus terus ditingkatkan dan manajemen sistem yang relevan dengan kebutuhan dan kehidupan di Indonesia.

Bukan rahasia lagi jika kurikulum pendidikan kita belum sempurna karena belum relevan dengan kehidupan di Indonesia yang sangat beragam. Kurikulum dan segala fasilitas pendukung seperti buku-buku masih berwajah Jakarta, wajah Papua dan Indonesia Timur hampir tidak terlihat dalam kurikulum terbaru kita meski kurikulum 2013 diklaim sebagai kurikulum terbaik.

Guru-guru pun kesulitan untuk mengimplementasikan sistem kurikulum yang baru. Pelatihan demi pelatihan dilakukan seiring dengan revisi yang terus menerus dilakukan. Namun, Indikator untuk mengukur pencapaian penerapan kurikulum baru di seluruh Indonesia masih abu-abu.

Saya tidak tahu mengapa pemerintah sepertinya berpuas diri bahwa penerapan kurikulum baru hampir tuntas di semua daerah padahal sejatinya tidak. Saya mengalaminya, kurikulum baru yang belum sempurna diterapkan, belum dikuasai guru, direvisi lagi. Apakah ini adalah proyek pencarian uang? Itu pertama.

Pendidikan bukan saja tentang Kurikulum tetapi juga guru. Kekurangan dan minimnya profesionalisme guru masih menjadi problem bagi pendidikan di Indonesia. Guru yang seharusnya menjadi tempat central dalam sebuah proses pendidikan dinomorduakan oleh pemerintah.

Kita lebih sibuk merevisi kurikulum secara terus-menerus dan mengabaikan hal yang lebih esensi yaitu guru. Kita sepertinya mengabaikan pentingnya guru. Ia, seberapa jauh pemerintah memfasilitasi guru untuk sekolah-sekolah yang kekurangan guru? Seberapa jauh pemerintah membekali profesionalisme guru? Sudah berapa banyak guru profesional yang dihasilkan?

Kira-kira itu sejumlah pertanyaan yang harus dijawab pemerintah. Saya pikir, revisi kurikulum dikemudiankan, kuantitas dan kualitas guru dinomorsatukan terlebih dahulu barulah kita menciptakan kurikulum yang relevan dan mampu diimplementasikan oleh guru.

Oleh karena itu, kehadiran Nadiem Makarim harus menjawab problematika yang dihadapi oleh pendidikan kita. Mungkinkah Pak Nadim bisa menciptakan aplikasi yang bisa menghasilkan guru sebanyak sejumlah tukang ojek yang terdaftar di aplikasi Go-jek?

Jika seperti itu, Apakah Pak Nadim mampu menghasilkan guru yang profesional seperti para pengemudi Go-jek? Tapi ingat Pak Nadim, di desa tidak menggunakan Go-jek, di desa tidak mengenal Aplikasi bahkan Android.

Oleh karena itu, ciptakanlah inovasi yang relevan dengan semua kondisi kehidupan di seluruh tanah air.

Salam, Selamat Bekerja Pak Nadim Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang berasal dari kaum milenial.

Neno Anderias Salukh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun