Meski terpilihnya Indonesia sebagai salah satu anggota Dewan HAM PBB adalah sebuah kebanggaan, tugas Indonesia justru semakin berat
Untuk kelima kalinya Indonesia terpilih sebagai Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2019-2022. Sebelumnya terpilih pada periode 2015-2017, 2012-2014, 2008-2010, 2006-2007.
Dalam acara pemungutan suara yang dilakukan di New York, Amerika Serikat, Indonesia berhasil meraih dukungan terbesar dengan 174 suara dari total 192 suara mengalahkan beberapa negara Asia lainnya seperti Jepang, Irak, Korea Selatan, dan Marshall Islands.
"Ada total 193 surat suara, 192 suara sah. Indonesia mendapatkan 174 suara,"Â kata Presiden Sidang Umum ke-74 PBB, Tijjani Muhammad-Bande dari Nigeria saat mengumumkan hasil voting di markas PBB.
Jepang memperoleh 165 suara, Korea Selatan 165 suara, dan Marshall Islands 123. Sedangkan Irak yang hanya 121 suara gagal menjadi Dewan HAM PBB.
Adapun negara-negara menduduki kursi Dewan HAM PBB adalah 13 kursi dari Afrika, 13 kursi dari perwakilan Asia Pasifik, 8 kursi bagi perwakilan negara Amerika Latin dan Karibia, 7 kursi bagi perwakilan negara Eropa Barat dan negara lainnya, dan 6 kursi dari kawasan Eropa Timur.
Rupanya kesuksesan Indonesia menjadi Dewan HAM PBB sudah disiapkan dengan matang oleh kementerian luar negeri. Dilansir dari CNN Indonesia, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengatakan bahwa keberhasilan Indonesia terpilih menjadi Dewan HAM PBB merupakan hasil kerja keras bersama seluruh tim Kementrian Luar Negeri yang sudah mempersiapkan pencalonan Indonesia di Dewan HAM PBB sejak setahun lalu.
Perjuangan Indonesia memiliki tujuan tersendiri. Tujuan ini disampaikan oleh Menteri Retno setelah Indonesia terpilih bahwa bahwa Indonesia berkomitmen terhadap perlindungan dan pengembangan HAM.
Adapun tiga prioritas utama Indonesia sebagai salah satu Dewan HAM PBB adalah sebagai berikut;
Pertama, Indonesia bertekad konsisten mendorong pemajuan dan perlindungan HAM baik di kawasan Indonesia maupun tingkat internasional.
Kedua, Indonesia akan terus meningkatkan kapasitas negara-negara dalam penghormatan, pemajuan, dan perlindungan HAM melalui kerja sama internasional.
Ketiga, Indonesia akan memperkuat kemitraan yang sinergis dengan berbagai pemangku kepentingan, tidak kalah pentingnya memperkuat kinerja pembangunan HAM di dalam negeri.
Isu Papua dan Penuntasan Kasus HAM
Kita tahu, beberapa negara Asia Pasifik dan Australia sering mengadukan Indonesia di Dewan HAM PBB. Salah satunya pada sidang Dewan HAM PBB di Jenewa yang dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017.
Ronal Warsal yang menjabat sebagai Menteri Kehakiman Vanuatu melontarkan tuduhan pada pemerintah Indonesia yang dinilai telah melakukan pelanggaran HAM di Papua.
Rupanya, pernyataan Ronal Warsal didukung oleh negara-negara tetangga seperti Tonga, Palau, Tuvalu, Kepulauan Marshall, dan Kepulauan Solomon.
Sikap negara-negara Pasifik ini bukan hanya penyelesaian kasus pelanggaran HAM sebagai yang mereka tuduhkan kepada Indonesia tetapi juga menuntut pemisahan Papua dari Indonesia.
Baru-baru ini, kasus Rasisme hingga Wamena cukup kompleks penyelesaiannya. Tokoh-tokoh seperti Benny Wenda dan Veronica Koeman bangkit kembali dan mendengungkan pemisahan Papua.
Menurut Wiranto, demonstrasi besar-besaran yang berujung pada banyak kerusakan fasilitas negara adalah otak dari Benny Wenda sedangkan Veronica Koeman yang ditetapkan sebagai tersangka masuk dalam Daftar Pencarian Orang.
Terpilihnya Indonesia menjadi Dewan HAM PBB menjadi tantangan tersendiri bagi kaum separatis Papua dan negara-negara yang mendukung kemerdekaan untuk Papua.
Ya, menurut pemerintah Indonesia dukungan negara-negara terhadap pemisahan Papua adalah sikap politik yang didasari oleh kepentingan khusus.
Dalam penyampaiannya seusai sidang PBB, Menteri Retno menegaskan bahwa kehadiran Indonesia sebagai Dewan HAM PBB untuk mendorong kinerja Dewan HAM PBB bebas dari kepentingan politik dan lebih transparan.
"Indonesia juga memiliki kesempatan lebih besar untuk mendorong Dewan HAM PBB menjadi badan yang lebih efektif, efisien, transparan, non-politis, dan non-partisan. Dengan jabatan ini, Indonesia juga bisa membuka dialog bagi seluruh pihak dan membuat Dewan HAM bisa berorientasi pada hasil," kata Retno usai menyaksikan langsung proses pemungutan suara Dewan HAM PBB di kantornya.
Namun, tugas Indonesia bukan hanya itu. Kasus pelanggaran HAM seperti Tragedi Trisakti, Semanggi Berdarah, Penembakan Misterius di era orde baru dan Petaka Wamena 2002 bukan tuduhan semata yang harus diselesaikan. Apalagi pelanggaran HAM yang terjadi merupakan salah satu agenda Jokowi pada periode pertamanya.
Jangan sampai Indonesia hanya mengukir rekor sebagai Dewan HAM PBB Â tetapi tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di negeri sendiri.
Jangan sampai kita sibuk mengecam kasus pelanggaran HAM di negara lain seperti Palestina dan sebagainya tetapi tidak mampu mengatasi persoalan Papua dan peristiwa 98 yang memakan banyak korban jiwa.
Kelima kalinya terpilih sebagai Dewan HAM PBB harusnya menjadi perjuangan terakhir pemerintah dalam menangani kasus pelanggaran HAM karena telah mendapat banyak dukungan dari dunia internasional.
Apakah akan terjadi demikian? Mari kita menyimak!
Neno Anderias Salukh
Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H