Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Urgensi Penanganan Kemiskinan di NTT

17 Oktober 2019   07:09 Diperbarui: 18 Oktober 2019   03:26 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profil Kemiskinan di Indonesia | BPS Nasional

Jika setiap rumah tangga terdiri dari 5 anggota keluarga maka sebanyak 230,142 KK miskin di NTT.

Profil Kemiskinan di NTT | BPS NTT
Profil Kemiskinan di NTT | BPS NTT

Untuk standar nasional, NTT menjadi pelanggan tetap urutan tiga untuk masalah kemiskinan dan merupakan salah satu provinsi yang mengalami peningkatan angka kemiskinan dari 6 provinsi yang tercatat dalam data BPS Nasional.

Profil Kemiskinan di Indonesia | BPS Nasional
Profil Kemiskinan di Indonesia | BPS Nasional

Sedangkan Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk NTT sebesar 4,15% yang menunjukkan bahwa 47.754 penduduk memiliki pengeluaran untuk kebutuhan jauh dari garis kemiskinan.

Tak heran banyak diantara penduduk miskin tersebut memutuskan untuk mengadu nasib di negeri Jiran dan lain sebagainya untuk keluar dari kurungan kemiskinan itu.

Saya tidak tahu apakah angka tersebut akan meningkat atau tidak tetapi data menunjukkan bahwa angka kemiskinan di NTT membutuhkan penanganan khusus dan serius.

Memang di daerah lain memiliki penduduk miskin yang tidak kalah secara jumlah dengan NTT tetapi mereka tidak memiliki masalah dalam pengiriman tenaga kerja di luar negeri.

Kemiskinan di NTT bertalian erat dengan perdagangan manusia dan pengiriman tenaga kerja non-prosedural. Masalahnya adalah perjuangan mereka di negeri orang untuk mengakhiri hidup miskin malah berakhir tragis. 

Mereka pergi dengan misi merubah kehidupan mereka tetapi pulang dengan keadaan tak bernyawa.

Saya tidak lagi mempersoalkan hukum dan perlindungan bagi mereka karena saya sudah bosan melihat peti mati yang berdatangan tanpa informasi penyebab kematian yang jelas tetapi tidak ada yang memperjuangkan pertanyaan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun