Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Urgensi Penanganan Kemiskinan di NTT

17 Oktober 2019   07:09 Diperbarui: 18 Oktober 2019   03:26 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalah rahasia umum, NTT merupakan salah satu provinsi miskin di Indonesia. Kendati demikian, tidak sedikit orang-orang muda pergi ke luar negeri untuk mencari sesuap nasi. Namun nasib mereka berakhir dengan tragis

Baru-baru ini Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) mendata Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Terdapat 95 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 70 orang dan perempuan sebanyak 25 orang.

Penyebab kematian para TKI ini sangat beragam, sebanyak 54 orang yang menderita penyakit, 3 orang mengalami kecelakaan kerja, 10 orang kecelakaan lalu lintas, 2 orang diterkam buaya, 1 orang tenggelam dan 25 orang tidak diketahui penyebab kematiannya.

Mayoritas dari mereka yang diketahui pekerjaannya bekerja sebagai buruh baik buruh kelapa sawit, bangunan, asisten rumah tangga dan sebagainya.

Data Tenaga Kerja NTT yang meninggal di luar negeri | JPIT
Data Tenaga Kerja NTT yang meninggal di luar negeri | JPIT

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan mereka di luar negeri tidak lain selain buruh dan asisten rumah tangga meski sebanyak 68 orang tidak dikenal pekerjaannya.

Bekerja sebagai buruh tentunya adalah pekerjaan seseorang yang tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk bekerja di sektor jasa.

Oleh karena itu, keputusan mereka untuk mencari nafkah di negeri orang adalah untuk mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarga mereka.

Hal inipun sebagai alasan untuk kita mengambil kesimpulan bahwa mereka adalah masyarakat yang tidak mampu atau berada di bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, angka kemiskinan Provinsi NTT pada Maret 2019 sebesar sebesar 21,09% atau naik sebesar 0,6% dari angka sebelumnya pada September 2018 dari jumlah penduduk 5.456.203 jiwa.

Artinya jumlah penduduk miskin di NTT sebesar 1.150.713 jiwa atau naik sebesar 3.017 dari 1.147.439 jiwa pada September 2018 yang tersebar di setiap rumah tangga miskin dengan rata-rata anggota sebanyak 5,86 orang. 

Jika setiap rumah tangga terdiri dari 5 anggota keluarga maka sebanyak 230,142 KK miskin di NTT.

Profil Kemiskinan di NTT | BPS NTT
Profil Kemiskinan di NTT | BPS NTT

Untuk standar nasional, NTT menjadi pelanggan tetap urutan tiga untuk masalah kemiskinan dan merupakan salah satu provinsi yang mengalami peningkatan angka kemiskinan dari 6 provinsi yang tercatat dalam data BPS Nasional.

Profil Kemiskinan di Indonesia | BPS Nasional
Profil Kemiskinan di Indonesia | BPS Nasional

Sedangkan Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk NTT sebesar 4,15% yang menunjukkan bahwa 47.754 penduduk memiliki pengeluaran untuk kebutuhan jauh dari garis kemiskinan.

Tak heran banyak diantara penduduk miskin tersebut memutuskan untuk mengadu nasib di negeri Jiran dan lain sebagainya untuk keluar dari kurungan kemiskinan itu.

Saya tidak tahu apakah angka tersebut akan meningkat atau tidak tetapi data menunjukkan bahwa angka kemiskinan di NTT membutuhkan penanganan khusus dan serius.

Memang di daerah lain memiliki penduduk miskin yang tidak kalah secara jumlah dengan NTT tetapi mereka tidak memiliki masalah dalam pengiriman tenaga kerja di luar negeri.

Kemiskinan di NTT bertalian erat dengan perdagangan manusia dan pengiriman tenaga kerja non-prosedural. Masalahnya adalah perjuangan mereka di negeri orang untuk mengakhiri hidup miskin malah berakhir tragis. 

Mereka pergi dengan misi merubah kehidupan mereka tetapi pulang dengan keadaan tak bernyawa.

Saya tidak lagi mempersoalkan hukum dan perlindungan bagi mereka karena saya sudah bosan melihat peti mati yang berdatangan tanpa informasi penyebab kematian yang jelas tetapi tidak ada yang memperjuangkan pertanyaan publik.

Masalah Adeline Sau yang mengakhiri hidupnya bersama anjing-anjing majikan di luar rumah pun masih menjadi teka-teki. Atau saya yang belum mengetahui perkembangan informasi? Mohon luruskan kalau saya salah.

Hari ini, 17 Oktober, hari yang bertepatan dengan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia, saya hanya ingin mengajak pemerintah, tokoh agama, akademisi dan semua elemen masyarakat untuk terus dan jangan pernah lelah memperjuangkan pemberantasan kemiskinan di NTT.

Jika kita berhasil memberantas kemiskinan, mustahil jika ada korban perdagangan manusia dan tenaga kerja non-prosedural yang akan mengakhiri hidupnya dengan tragis di negeri orang.

Salam!!!
Selamat Hari Pemberantasan Kemiskinan

Neno Anderias Salukh

Referensi: BPS NTT dan BPS Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun