Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembatalan Doa Rahayu Saraswati, Diskriminasi Agama?

29 September 2019   11:20 Diperbarui: 29 September 2019   11:50 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024/KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI

Pembatalan pembacaan Doa Anggota MPR Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dalam sidang paripurna akhir masa jabatan MPR periode 2014-2019 adalah bukti bahwa Indonesia masih darurat intoleransi. 

Zulkifli Hasan selaku ketua MPR RI membatalkan Doa yang telah disiapkan oleh perempuan yang akrab disapa Sara ini. Setelah melewati beberapa polemik, Zulkifli Hasan angkat bicara bahwa Ia memutuskan bahwa yang akan memimpin doa dalam Sidang Paripurna adalah Bapak Hidayat Nurwahid, Wakil Ketua MPR RI.

"Rapat Pimpinan MPR tanggal 27 September 2019 membahas hal itu dan kemudian memutuskan bahwa yang akan memimpin doa dalam Sidang Paripurna adalah Bapak Hidayat Nurwahid, Wakil Ketua MPR RI," kata Zulkifli dalam keterangan tertulis, Jum'at (27/9/2019).

Namun, kita perlu mencermati penjelasan dari berbagai pihak terkait, baik dari ketua fraksi Gerindra maupun dari Sara.

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Fraksi Gerindra, Farry Francis mengatakan bahwa, Sekjen MPR lah yang meminta agar Fraksi Gerindra yang membacakan doa dalam Sidang Paripurna.

Bagi saya klarifikasi Zulkifli Hasan tidak masuk dalam akal sehat. Mengapa Rahayu Saraswati siap membacakan doa dalam Sidang Paripurna jika Rapat Pimpinan MPR tanggal 27 September 2019 memutuskan bahwa yang akan memimpin doa dalam Sidang Paripurna adalah Bapak Hidayat Nurwahid?

Apakah Rahayu Saraswati tiba-tiba mengajukan diri untuk memimpin doa? Bahkan orang yang kurang waras pun tidak mungkin melakukan itu. Oleh karena itu, pernyataan Zulkifli Hasan bukan sebuah klarifikasi karena tidak menceritakan mengapa dilakukan pembatalan pembacaan Doa oleh Sara.

Pengakuan Sara secara terang-terangan menunjukkan bahwa klarifikasi Zulkifli Hasan hanya sebuah omong kosong belaka. 

'Pagi hari setiba saya di ruang rapat, saya didatangi oleh ketua dan sekretaris fraksi yang memberikan kabar kalau Ketua MPR yang terhormat melayangkan keberatan," ucap Sara.

Terlepas dari benar atau tidaknya klarifikasi Zulkifli Hasan, pernyataan Sara berarti bahwa, Zulkifli Hasan sudah tidak ingin Sara yang memimpin doa sebelum rapat untuk meminta Bapak Hidayat Nurwahid karena keberatan diajukan pada pagi hari.

Zulkifli Hasan pun mengatakan bahwa, keputusan itu dilakukan setelah melalui pembahasan yang melibatkan semua pimpinan MPR.

"Setelah melalui pembahasan yang melibatkan semua pimpinan MPR, maka pimpinan MPR memutuskan doa langsung dipimpin oleh Ketua MPR selaku Pimpinan Rapat Paripurna," ujarnya.

Pernyataan ini pun menunjukkan bahwa Zulkifli Hasan mengambil keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangkan pendapat orang lain. Dalam penjelasannya melalui Kompas.com, Farry Francis mengatakan bahwa Fraksi Gerindra bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani berusaha menjelaskan pentingnya doa ini tetapi Zulkifli Hasan tetap memilih untuk tidak mendengar.

"Sesi doa akhirnya diputuskan oleh Ketua MPR untuk ditiadakan walaupun Fraksi Gerindra bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani berusaha menjelaskan pentingnya doa ini," kata Fary.

Dari semua penjelasan kronologi kejadian ini, saya menyimpulkan bahwa tindakan Zulkifli Hasan adalah tindakan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Saya sepakat dengan pendapat Farry Francis bahwa Zulkifli Hasan secara tidak langsung telah melakukan diskriminasi terhadap umat non-muslim, kaum perempuan dan anak muda.

Tetapi jika diskriminasi dilakukan terhadap kaum perempuan, seharusnya usulan untuk Doa dibacakan oleh salah satu rekan laki-laki Sara dari partai Gerindra yang juga beragama Kristen harusnya diterima.

Ironisnya usulan tersebut tidak diterima dan Zulkifli Hasan lebih memilih meminta wakil ketua MPR. Oleh karena itu, saya semakin memperkecil kesimpulan saya bahwa ini adalah diskriminasi agama.

Sampai kapan, Indonesia akan kuat?
Bagi saya, ini adalah pertanyaan yang paling tepat untuk saya ajukan karena saya tidak yakin Indonesia akan kuat jika MPR yang seharusnya menjadi bagian penting dalam mempertahankan kebhinekaan dan Pancasila tidak mampu melakukannya.

Berkaca dari beberapa negara Timur Tengah seperti Libya, Suriah dan Irak yang hancur karena isu agama. Ada beberapa orang yang datang dengan jargon agama untuk saling membenci.

Sekarang kita lihat, Libya menuju negara yang gagal karena isu agama, Suriah hancur selama 4 tahun karena isu agama dan Irak yang hampir terus terjadi ledakan Bom bunuh diri karena mengusung motto saling membenci karena berbeda kepercayaan.

Apakah kita ingin Indonesia seperti mereka,
Membawa-bawa jargon agama? Menghancurkan negara sendiri? Lakukan itu maka kita tunggu waktu untuk hancur.

Upaya pembenaran terhadap iman sendiri secara tidak langsung membuat kita menyalahkan iman orang lain bahkan kita akan menjadi pembenci. Lebih parahnya lagi jika para pembawa aspirasi rakyat dan pemerintah tidak menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi maka Indonesia hanya menunggu waktu. 

Sadarlah bahwa perbedaan itu indah dan sangat susah untuk mendapatkannya kembali jika itu hilang karena kebhinekaan itu sangat mahal, diperoleh dengan pertumpahan darah dan korban jiwa.

Karena itu, jagalah keberagaman itu karena tidak ada nilai yang lebih besar dari itu.

Salam NKRI HARGA MATI
Salam Pancasila

Referensi: Satu; Dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun