"Setelah melalui pembahasan yang melibatkan semua pimpinan MPR, maka pimpinan MPR memutuskan doa langsung dipimpin oleh Ketua MPR selaku Pimpinan Rapat Paripurna," ujarnya.
Pernyataan ini pun menunjukkan bahwa Zulkifli Hasan mengambil keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangkan pendapat orang lain. Dalam penjelasannya melalui Kompas.com, Farry Francis mengatakan bahwa Fraksi Gerindra bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani berusaha menjelaskan pentingnya doa ini tetapi Zulkifli Hasan tetap memilih untuk tidak mendengar.
"Sesi doa akhirnya diputuskan oleh Ketua MPR untuk ditiadakan walaupun Fraksi Gerindra bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani berusaha menjelaskan pentingnya doa ini," kata Fary.
Dari semua penjelasan kronologi kejadian ini, saya menyimpulkan bahwa tindakan Zulkifli Hasan adalah tindakan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Saya sepakat dengan pendapat Farry Francis bahwa Zulkifli Hasan secara tidak langsung telah melakukan diskriminasi terhadap umat non-muslim, kaum perempuan dan anak muda.
Tetapi jika diskriminasi dilakukan terhadap kaum perempuan, seharusnya usulan untuk Doa dibacakan oleh salah satu rekan laki-laki Sara dari partai Gerindra yang juga beragama Kristen harusnya diterima.
Ironisnya usulan tersebut tidak diterima dan Zulkifli Hasan lebih memilih meminta wakil ketua MPR. Oleh karena itu, saya semakin memperkecil kesimpulan saya bahwa ini adalah diskriminasi agama.
Sampai kapan, Indonesia akan kuat?
Bagi saya, ini adalah pertanyaan yang paling tepat untuk saya ajukan karena saya tidak yakin Indonesia akan kuat jika MPR yang seharusnya menjadi bagian penting dalam mempertahankan kebhinekaan dan Pancasila tidak mampu melakukannya.
Berkaca dari beberapa negara Timur Tengah seperti Libya, Suriah dan Irak yang hancur karena isu agama. Ada beberapa orang yang datang dengan jargon agama untuk saling membenci.
Sekarang kita lihat, Libya menuju negara yang gagal karena isu agama, Suriah hancur selama 4 tahun karena isu agama dan Irak yang hampir terus terjadi ledakan Bom bunuh diri karena mengusung motto saling membenci karena berbeda kepercayaan.
Apakah kita ingin Indonesia seperti mereka,
Membawa-bawa jargon agama? Menghancurkan negara sendiri? Lakukan itu maka kita tunggu waktu untuk hancur.
Upaya pembenaran terhadap iman sendiri secara tidak langsung membuat kita menyalahkan iman orang lain bahkan kita akan menjadi pembenci. Lebih parahnya lagi jika para pembawa aspirasi rakyat dan pemerintah tidak menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi maka Indonesia hanya menunggu waktu.Â