Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Harapan dari "Judical Review" Terkait dengan Pengesahan RUU KPK

19 September 2019   02:31 Diperbarui: 19 September 2019   07:37 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Pasal 150 ayat 2 Peraturan Perwakilan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib mengatakan bahwa Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari separuh unsur Fraksi.

Oleh karena itu, sebagai bukti anggota rapat yang hadir, disiapkan daftar hadir yang akan ditandatangani oleh seluruh anggota legislatif yang hadir.

Dalam rapat paripurna pengesahan RUU KPK ini, daftar hadir ditandatangani oleh 289 orang. Akan tetapi, berdasarkan pantauan media, hingga palu diketok kehadiran di parlemen hanya 70-an orang saja.

Jika 289 orang itu adalah rekayasa maka sangat mungkin kejanggalan ini dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Akan tetapi, klarifikasi dari Fahri Hamzah bahwa pengesahan itu hanya dua opsi yaitu setuju dan tidak setuju sehingga jika kehadiran hanya berjumlah 5 orang maka tidak dapat dipermasalahkan, pengesahan tetap dijalankan.

"Paripurna untuk voting itu, tidak harus hadir, tapi lewat chat, bahkan kalau sudah pembicaraan tingkat I itu sudah aklamasi antara pemerintah dan DPR, itu seharusnya tidak perlu lagi, karena setiap anggota punya kerahasiaan untuk voting itu juga, nah wartawan sebelum keliru melihat paripurna ini objek foto, yang sebenarnya jadi nggak anu (salah paham) sama rakyat. Padahal ruangan paripurna cuma setuju atau tidak setuju, mau 500 yang ambil keputusan atau 5 orang sama saja opsinya tinggal dua di sini," kata Fahri Hamzah.

Oleh karena itu, kejanggalan ini belum dapat dipastikan pengaruhnya dalam Judical Review. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menyatakan bahwa DPR salah atau tidak, begitupun dengan kedua kejanggalan yang lain.

Dari ketiga kejanggalan tersebut, setidaknya dua dan minimal satu kejanggalan yang diharapkan menjadi dasar hukum yang dianggap sebagai tindakan yang melanggar konstitusi negara Indonesia.

Ataupun jika tidak ada kejanggalan, diharapkan Mahkamah Konstitusi melakukan check and balance untuk revisi UU KPK ini sehingga dapat mengurangi keresahan masyarakat Indonesia bahwa benar tidak ada kepentingan politik lain selain untuk menguatkan KPK.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun