Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Guru: Apakah Siswa Boleh Mengajar?

11 September 2019   08:07 Diperbarui: 11 September 2019   08:18 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi: Salah satu murid saya mengajar pengenalan huruf kepada empat orang anak usia dini

Di dunia kepemimpinan, regenerasi sangat diperlukan, di dunia pendidikan ilmu harus dibagikan


Manajemen kelas dalam bimbingan belajar (bimbel) yang saya lakukan pada sore hari adalah tantangan bagi saya sendiri. Saya hampir tidak pernah manajemen kelas dengan baik. 

Kemampuan anak-anak yang datang sangat bervariatif, umur dan kelas yang berbeda menjadi alasan mengapa saya sulit manajemen pembagian kelas.

Akibat dari hal tersebut, saya dipaksa untuk bekerja ekstra untuk melayani kurang lebih 3 kelas dalam satu hari. Saya harus mengakui bahwa kadang bimbel tidak efektif.

Konsekuensinya adalah grafik kehadiran menurun bahkan menyisakan empat murid saya yang masih bertahan mencuri ilmu saya. Ya, ketekunan mereka menunjukkan bahwa mereka sangat antusias untuk belajar.

Memang empat murid yang diberikan bimbel akan lebih efektif karena kelasnya sangat kecil, lagipula kemampuan mereka sama. Selain itu, kelas mereka sangat mudah untuk diajarkan karena kemampuan mereka terbilang cukup bagus.

Meski fokus itu penting untuk sedikit murid itu, salah satu kehadiran saya disini untuk menjangkau banyak orang. Oleh karena itu, setelah melalui beberapa percakapan dengan beberapa teman, saya harus menjangkau banyak murid dengan memberikan bimbel di lain tepat dengan waktu dan hari yang berbeda.

Namun setelah terjadi percakapan dengan beberapa tokoh agama dan tokoh adat di desa ini tentang pentingnya bimbingan belajar. Percakapan tersebut membahas tentang perbandingan bimbel di kota dan di desa yang saya lakukan. 

Bimbel di kota membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk memperoleh hal tersebut sedangkan saya disini memberikan semua ilmu saya secara cuma-cuma. Artinya bahwa orang tua di desa ini tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal untuk mendapatkan bimbel untuk anak-anaknya.

Fix, dari situlah saya yang kembali diperhadapkan dengan masalah yang sama yaitu manajemen kelas karena jumlah mereka yang datang untuk belajar cukup banyak. Bahkan beberapa anak yang dijanjikan untuk bimbel pada hari-hari tertentu datang setiap hari. Saya tidak memberikan bimbel lagi di tempat lain.

Antara dilema dan galau, saya menyuruh mereka pergi atau melayani mereka? Menyuruh anak kecil yang baru pertama kali datang dengan semangat belajar yang tinggi, hanya akan membuat anak tersebut malas untuk belajar apalagi datang mengikuti bimbel.

Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melayani mereka yang datang setiap hari. Rencananya setelah kehadiran mereka konsisten dan jumlah mereka pasti maka saya akan membagi kelas untuk dilayani pada hari-hari tertentu saja.

Namun saya dipaksa untuk menerima kenyataan bimbel yang tidak efektif. Akan menjadi hal yang sulit bagi saya seorang diri untuk mengajar tiga kelas secara bersamaan.

Saya mencoba dengan memberikan latihan kepada salah satu kelas, lalu tugas membaca kepada kelas lainnya dan saya mengajar pengenalan huruf kepada kelas usia dini.

Namun yang terjadi adalah mereka tidak terkontrol dengan baik sehingga anak-anak yang lain mengganggu anak-anak yang serius belajar. Akibatnya gaduh secara keseluruhan.

Beberapa menit kemudian munculah tiga orang dari empat murid istimewa saya. Saya meminta mereka membantu saya mengajar. Usia SMP dengan kemampuan seperti mereka, saya tidak ragu untuk meminta mereka membantu mengajar.

Selain alasan kelas terkontrol dengan baik, bagi saya belajar paling baik adalah mengajar. Meski baru awal, saya berusaha untuk terus melatih mereka untuk bisa mengajarkan hal-hal yang sederhana seperti operasi hitung bilangan bulat dan membaca.

Selain itu, mereka yang saya yakini sebagai pemimpin di desa ini diharapkan bisa belajar menjadi orang yang mencintai kampung halamannya dengan membagikan ilmu kepada adik-adiknya.

Mereka belajar untuk berbagi agar kelak mereka kembali, ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi berguna bagi banyak orang.

Akan tetapi, yang menjadi tantangan adalah hal tersebut merupakan hal baru bagi anak-anak di desa ini. Anak-anak yang melihat mereka bertiga mengajar, mereka merasa lucu dan menertawakan mereka bahkan mereka sendiri merasa lucu dan saling menertawakan.

Oleh karena itu, tugas saya semakin bertambah. Mengajar mereka cara mengajar, memberikan pemahaman bahwa tidak salah jika seorang kakak yang sudah lebih tahu mengajar mereka yang belum tahu dan terus mengontrol kelas yang diajarkan oleh empat murid tersebut.

Demikianlah secuil cerita saya di Desa Mauleum. Terima kasih.

Salam!!!

Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT

11 September 2019

Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun