Hari ini, saya memutuskan untuk memulai mengajar menulis kepada empat anak murid saya yang telah banyak mencuri ilmu matematika saya. Mereka yang saya persiapkan untuk mengikuti Lomba Cerdas Cermat Matematika di salah satu Perguruan Tinggi di Pulau Timor.
Saya memulai dengan mengajarkan mereka menulis catatan harian atau dairy. Saya berharap dengan adanya dairy, mereka terus menerus membiasakan diri menuangkan perasaan, pendapat dan impian-impian mereka.
Saya melakukan ini karena mereka bukan sekedar murid bagi saya, sehingga sekecil apapun ilmu saya, saya harus membagikan kepada mereka. Saya sadar, keberadaan mereka di kampung, komunikasi dalam Bahasa Indonesia belum cukup bagus, apalagi menulis, mereka tidak tahu tentang itu.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya, saya membuktikan ini sebagai tantangan di setiap pelajaran matematika. Mereka agak kesulitan memahami kalimat dalam soal cerita sehingga sulit mengerti maksud dari soal tersebut.
Akan tetapi, seperti apapun itu, saya akan berjuang keras untuk mewujudkan impian saya, dimana kelak mereka akan menjadi bagian dari pejuang-pejuang rakyat.
Satu hal yang memotivasi saya untuk berjuang agar mereka bisa bersuara melalui tulisan adalah mereka bagian dari kaum miskin dan lemah tetapi hidup dalam sebuah ketidakadilan. Saya tahu hati mereka, hati mereka memberontak terhadap ketidakadilan yang sedang mereka rasakan.
Tetapi, mereka takut untuk bersuara, kalaupun mereka ingin bersuara, dengan cara apa dan melalui apa mereka dapat bersuara? Kondisi dan keadaan mengurung mereka untuk tetap hidup dibawah kekuasaan ketidakadilan.
Saya bermimpi, ketika mereka dapat menuliskan perasaan, pendapat dan impian-impian mereka, mungkin suatu saat suara merdeka terdengar di istana, Suara dari Desa Mauleum, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Salam!!!
Mauleum, 09 September 2019
Neno Anderias Salukh