Pada tahun 2011, Benny dianggap melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Benny Wenda.
Namun daftar itu dicabut di 2012 setelah LSM Inggris, Fair Trials Internasional yang diduga melindungi Benny karena perjuangannya untuk kemerdekaan Papua dan kampanye damai.
Menurut Direktur eksekutif Fair Trials Internasional, Jago, Russell, Indonesia menggunakan Interpol sebagai alat untuk mengancam kampanye damai Benny.
Lagi-lagi sepertinya Inggris menjadi sandaran kuat Benny Wenda. Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan sebagai tokoh yang memperjuangkan kampanye damai.
Hal tersebut menuai kecaman dari pemerintah Indonesia. Hal itu disampaikan pemerintah Indonesia melalui keterangan tertulis di situs resmi Kementerian Luar Negeri, Kamis (18/7/2019).
"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua. Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis tersebut.
Akan tetapi, perjuangan Benny Wenda masih hidup sampai dengan saat ini. Ia pernah masuk sebagai perwakilan dari delegasi Vanuatu yang mengikuti Forum Kepulauan Pasifik (PIF) di Tuvalu, 13-16 Agustus lalu.Â
Benny berusaha supaya Sidang Umum PBB tahun depan mempertimbangkan Undang-Undang Kebebasan Memilih 1969 yang dia anggap sebagai kontroversial.
Dilansir dari kompas.com, Pada Februari 2013, dia memulai "Tur Kebebasan" di Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, Papua Nugini, dan Vanuatu dengan tujuan meningkatkan isu determinasi diri dan memperjuangkan referendum Papua Barat.
Lagi, kasus ujaran rasialis yang menimpa mahasiswa Papua dimanfaatkan Benny untuk melanjutkan perjuangannya. Ia tidak segan-segan mengkritik Jokowi habis-habisan yang tidak menggunakan pendekatan kemanusiaan seperti Gus Dur yang sangat membela Papua. Baginya, pendekatan Jokowi menggunakan pembangunan yang dibayang-bayangi militer.
"Tidak ada Presiden Indonesia yang memahami masalah Papua seperti Gus Dur (mantan presiden Abdurrahman Wahid)," ujar Benny Wenda seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019.Â