Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal 3 Pernyataan Jokowi Terkait Masalah Papua

30 Agustus 2019   17:24 Diperbarui: 30 Agustus 2019   17:31 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya penggemar Jokowi tetapi soal Papua saya harus mengkritiknya. Inilah 3 pernyataan Jokowi yang saya persoalkan.

Dugaan tindakan rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Jawa Timur menuai konflik dan demonstrasi besar-besaran dari warga Papua yang tersebar di seluruh Indonesia. Terlebih di tanah Papua, demonstrasi berujung pada korban jiwa dan kerusakan fasilitas negara.

Kasus tersebut sepertinya sudah susah untuk ditangani. Pasalnya, sejak peristiwa ini terjadi, belum ada titik terang siapa yang menjadi pelaku utama tindakan rasisme tersebut. 

Meski Tri Susanti sudah ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian hingga berita bohong tetapi diduga ujaran rasisme yang dilakukan berjumlah lebih dari satu orang. Oleh karena itu, masih menjadi PR bagi kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Tidak selesai-selesainya kasus yang terjadi pada 16 dan 17 Agustus 2019 nampaknya terus membuat emosi masyarakat Papua terus melakukan demonstrasi. 

Demonstrasi dilakukan di Jayapura pada Kamis (29/8/2019)  berakhir rusuh. Dilansir dari kompas.com, Massa pendemo diketahui membakar kantor Majelis Rakyat Papua, membakar kantor Telkom, Kantor Pos dan sebuah SPBU yang berjajar di samping kantor BTN di Jalan Koti, Jayapura serta kantor lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi memberikan empat instruksi. Pertama, Jokowi meminta kepada kepolisian untuk segera turun tangan dan menindak tegas pelaku anarkisme dan juga pelaku rasialis ke Mahasiswa Papua.

"Tadi malam saya perintahkan ke Menkolpulhukam bersama Kapolri, Kepala BIN, dan Panglima TNI, untuk mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum dan pelaku tindakan anarkis serta rasialis," kata Jokowi di Purworejo, sebagaimana disiarkan langsung akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (29/8/2019) malam.

Rupanya, permintaan tersebut bukan baru pertama kali dilakukan oleh Jokowi sejak kasus tersebut terjadi. Presiden meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindaklanjuti kasus tersebut karena diduga ujaran rasialis pun dilakukan oleh beberapa aparat keamanan.

"Presiden kemarin juga sudah menyampaikan kepada Panglima, kalau memang ada aparatnya yang nyata-nyata melakukan hal seperti itu (rasis), tindak, enggak ada alasan," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Menurut penulis, berapa pun yang ditetapkan sebagai tersangka tidak akan membuat amarah masyarakat Papua reda jika salah satu tidak berasal dari aparat keamanan yang diduga ikut terlibat. Yang dilakukan oleh masyarakat Papua tidak serta merta dikatakan sebagai suatu tindakan yang bobrok karena mereka memang sedang merasa kecewa dan sakit hati.

Seseorang yang merasa terhina tidak mungkin tidak mengalami kekecewaan dan sakit hati. Karena manusia memiliki emosi yang dinamis maka saat manusia dilukai hatinya seperti dihina, dikhianati, ditipu, dan sebagainya maka emosinya memuncak dan bisa lepas kendali serta melakukan hal-hal di luar kesadarannya.

Hal tersebut merupakan emosi negatif yang berakibat pada tindakan kekerasan terhadap orang lain seperti tindakan-tindakan berteriak, mengumpat, dan membanting. Inilah yang sedang dirasakan oleh masyarakat Papua. Mereka merasa dilukai. 

Bahkan, aparat keamanan yang seharusnya melindungi mereka malah menjadi orang yang ikut melukai mereka. Oleh karena itu, penanganan seharusnya tidak terjadi tarik ulur tetapi harus segera dirampungkan agar luka yang ada di hati orang Papua bisa sembuh.

Ya, sakit hati orang Papua tidak bisa diobati dengan sekedar permohonan maaf tetapi harus terjadi keadilan. Hukum harus tajam ke segala arah. Hukum bukan hanya untuk mereka yang minoritas, hukum bukan hanya untuk mereka yang tidak kuat dan hukum bukan hanya untuk rakyat biasa tetapi hukum untuk kita semua tanpa memandang status, usia, dan latar belakang apapun karena hukum untuk menyatakan kebenaran dan menyatakan kesalahan.

Penulis sendiri ragu. Pernyataan Jokowi akan menjadi hal yang membosankan seperti kasus Novel Baswedan. Kapan lagi masyarakat harus menanti pernyataan yang sama seperti ini? Ataukah masyarakat menanti Tim Pencari Fakta lagi untuk menangani kasus Papua?

Kedua, Jokowi meminta masyarakat Papua untuk tenang. Ini bukan sesuatu yang salah karena sebagai seorang bapak bagi Indonesia harus meminta anak-anaknya melakukan hal yang baik agar tidak merugikan rumah sendiri.

"Jadi saya terus mengikuti dan juga saya sudah mendapat laporan situasi terkini di Papua pada khususnya di Jayapura dan saya juga minta masyarakat tenang tidak melakukan tindakan-tindakan yang anarkis," kata Jokowi di Purworejo, sebagaimana disiarkan langsung akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (29/8/2019).

Akan tetapi, permintaan semacam ini tidak serta merta akan menurunkan amarah orang Papua. Kembali pada keadilan yang dituntut oleh orang Papua. 

Manusia dilahirkan dengan naluri yang menuntut keadilan. Setiap orang pasti melewati masa kecil, ketika terjadi pertengkaran antara kita dengan seseorang dan masalah diselesaikan begitu saja maka secara alamiah naluri kita melawan meskipun hal tersebut hanya masalah kecil.

Lalu bagi penulis, komentar Jokowi yang menegaskan bahwa pemerintah akan memajukan Papua, baik dari segi infrastruktur ataupun sumber daya manusia kurang tepat.

"Agar kita semuanya utamanya khususnya mama-mama, pace, mace, anak-anak Papua bisa lebih maju dan lebih sejahtera," kata Jokowi.

Ya, kurang tepat. Seorang anak kecil yang merasa diperlakukan tidak adil pun akan menolak jika diberikan sebiji permen. Saya tidak menolak itu tetapi momen seperti inilah kita tidak bisa membawa sebuah hadiah atau apapun itu untuk meredakan sebuah suasana.

Ketiga, Pertemuan dengan Tokoh Papua. Jokowi sedang berusaha untuk bertemu dengan tokoh-tokoh penting di Papua untuk meredakan suasana. Akan tetapi, sampai dengan saat ini, waktunya belum tepat untuk melakukannya.

"Akan kami lakukan dalam waktu yang secepatnya, baik tokoh muda, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Kita sudah berusaha tapi waktunya saja. Sebetulnya minggu ini kami rencanakan tapi belum memungkinkan," kata Jokowi di Purworejo, sebagaimana disiarkan langsung akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (29/8/2019) malam.

Bagi penulis, Jokowi sepertinya menganggap remeh soal Papua. Seharusnya pertemuan dengan tokoh Papua adalah agenda yang paling urgen dari segala agendanya saat ini. Segala kunjungan kerja seharusnya dipending untuk menangani kasus Papua.

Apa yang seharusnya dilakukan?

Saat ini, masyarakat Papua sedang menginginkan sebuah keadilan. Hukum yang tidak memandang muka. Oleh karena itu, menangkap pelaku rasialis entah itu aparat keamanan maupun rakyat bisa bahkan pemerintah sekalipun maka masalah Papua akan cepat diselesaikan.

Selain itu, masalah Papua harusnya menjadi agenda penting dan prioritas saat ini untuk diselesaikan.

Ini hanya sebuah opini receh untuk NKRI yang kucintai.

Salam!!!
Referensi: Satu; Dua;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun