Masih ingatkah dengan peristiwa penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 berbuntut panjang dan menyulut emosional warga? Bahkan penjarahan dan pembakaran pun tak bisa dihindarkan?
Kala itu, tahun yang mematikan. Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Akibatnya, terjadi kelumpuhan di seluruh persendian ekonomi dalam negeri yang memicu konflik dan kerusuhan hebat.
Kerusuhan di penghujung masa pemerintahan Soeharto ini berakibat pada konflik antar etnis pribumi dan etnis Tionghoa. Saat itu, dikabarkan banyak aset milik etnis Tionghoa dijarah bahkan dibakar oleh massa pribumi. Ini mengerikan.
Lebih parahnya lagi, massa pribumi juga melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap wanita Tionghoa.
Selain peristiwa di atas, konflik agama yang diklaim paling tragis pada tahun 1999 di Ambon. Konflik ini bermula dari pertikaian yang melanda masyarakat Ambon-Lease yang berkembang menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa.
Rupanya dalam konflik tersebut, agama dikait-kaitkan. Tak heran, konflik meluas dan menjadi kerusuhan yang sangat hebat antara umat Islam dan Kristen. Akibatnya serang-menyerang terus terjadi sehingga banyak orang meregang nyawa dan bakar membakar bangunan serta sarana ibadah. Peristiwa ini lebih banyak disebut sebagai perang saudara.
Jangankan etnis Pribumi dan Tionghoa atau agama seperti di Ambon. Tragedi Sampit merupakan salah satu konflik berdarah antar suku Dayak dan Madura yang paling membekas di Indonesia pada tahun 2001.
Berawal dari dugaan suku Dayak atas pembunuhan warga suku Dayak oleh orang Madura dan kasus pemerkosaan perempuan Dayak oleh suku Madura.
Suku Madura yang dianggap sebagai pendatang tidak menghargai tuan rumah. Keadaan ini dipanasi dengan isu suku Madura telah menguasai tanah Dayak. Akibatnya, pemenggalan kepala yang dilakukan oleh suku Dayak merupakan hal biasa. Dikabarkan, ratusan orang yang meninggal dunia.
Semua konflik yang dinarasikan di atas adalah dampak yang paling mengerikan dari isu SARA.
Ketegangan antara individu atau kelompok yang berkonflik, memicu tindak kekerasan, hilangnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat, jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda, mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan falam kehidupan berbangsa dan menimbulkan terpicunya terjadi konflik lain.
Bahkan, tidak dapat dipungkiri sebuah negara bisa hancur. Berkaca dari Yugoslavia, negara yang harus menyerah pada konflik SARA. Perbedaan antar suku antara lain Bosnia yang beragama Islam, Kroasia dan Slovenia yang beragama Katolik Roma menggunakan huruf latin, Serbia, Montenegro, dan Macedonia yang menggunakan huruf cyrilik merupakan pemeluk agama Kristen Ortodoks. Perbedaan ini memicu isu SARA khususnya Agama dan Etnis. Akibatnya, negara tersebut hanya tinggal kenangan.