Pertama, Mempersempit kanal partisipasi publik dalam Pemilu. Partisipasi publik akan cenderung mengecil mengingat partai memiliki otoritas yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan.
Kedua, Menjauhkan akses hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca Pemilu. Berkaca dari pemilu 2004 dan yang terjadi pada zaman orde baru, interaksi antara calon legislatif dengan pemilih sangat minim. Lebih parahnya lagi, masyarakat pun tidak tahu siapa yang dipilih dan terpilih. Komunikasi yang seharusnya berjalan baik antara calon legislatif dengan pemilu tidak terwujud.
Ketiga, Krisis calon anggota legislatif. Hal ini sulit untuk dihindari karena sedikit yang berminat dan serius maju menjadi Caleg. Tahun 2009, tahun peralihan dari sistem proporsional tertutup ke terbuka pun masih terjadi krisis caleg walaupun tidak sekrisis pemilu sebelumnya. Alasan terjadinya krisis karena pemenang pasti dipilih oleh Partai yang lebih mengutamakan kader partai.
Keempat, Memungkinkan terjadinya Nepotisme di Internal partai. Nepotisme akan sulit dihindari, kader-kader partai bisa saja digeser. Ketua umum Partai memiliki otoritas yang kuat untuk menentukan pilihan yang memungkinkan memilih keluarga, istri, suami dan anaknya sendiri untuk mewakili partainya. Isu sara pun bisa mempengaruhi keputusan partai dalam menentukan pilihan.
Kelima, Partisipasi perempuan semakin mengerucut. Sistem ini memungkinkan calon terpilih dari kaum perempuan sangatlah kecil.
Kelebihan Sistem Proporsional Tertutup
Pertama, Minimnya money politik. Kepastian menduduki kursi legislatif yang masih samar-samar akan membuat para calon tidak semena-mena menghamburkan harta kekayaannya untuk memperoleh suara. Para calon akan cenderung melakukan kampanye positif dan masyarakat pun memilih sesuai hati nurani tetapi sistem ini tidak menjamin 100% money politik dihilangkan.
Kedua, Partai mengirimkan kader-kader terbaik. Terlepas dari kelemahannya dalam penentuan kader terpilih, ini adalah peluang untuk wakil rakyat yang terpilih bukan wakil rakyat abal-abal atau wakil rakyat 4D (Duduk, Diam, Dengar, Duit). Tidak bisa dipungkiri, banyak anggota legislatif yang tidak memiliki pengalaman sama sekali terpilih menjadi anggota legislatif bermodalkan uang dan kekayaannya untuk meraup suara. Tak heran, kehadiran mereka di parlemen hanya sebuah aksesoris yang dipajang untuk dilihat orang.
Sistem Proporsional Terbuka
Menurut Wikipedia Indonesia, Sistem Proporsional Terbuka adalah sistem perwakilan proporsional yang memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih.
Kelemahan Sistem Proporsional Terbuka