Menurut Wikipedia Indonesia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi adalah memegang kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan menciptakan keadilan berdasarkan Pancasila sebagai ideologi negara, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Keputusannya bersifat final dan mengikat. Mahkamah Konstitusi memiliki 4 kewenangan yaitu Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus pembubaran partai politik, Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan Memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota selama belum terbentuk peradilan khusus.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi memiliki 1 kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment).
Merujuk pada hal di atas, Mahkamah Konstitusi memiliki otoritas yang kuat sehingga untuk menangani sebuah sengketa dilaksanakan sidang sengketa untuk mendengarkan permohonan pemohon dan juga tanggapan termohon serta pendapat dari pihak-pihak terkait didalamnya.
Tak heran, sengketa Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan kepada pemohon untuk menambah dan melengkapi bukti-bukti yang mendukung dugaan kecurangan. Selain itu, Pemohon serta pihak terkait diberikan kesempatan untuk menanggapi gugatan dengan dalil-dalil yang didukung dengan segala bentuk bukti.
Benar bahwa, Pemohon dan termohon melakukan apa yang diminta oleh Mahkamah Konstitusi sehingga sidang sengketa Pilpres sudah menceritakan tentang segala sesuatu yang terkait dengan dugaan kecurangan dan sebagainya.
Jika kita mencermati dalil-dalil yang diajukan oleh kubu Prabowo-Sandi, terlihat bahwa dalil-dalil ini sangat banyak dan beragam. Namun, dalil tanpa bukti hanyalah sebuah halusinasi.
Untuk itu, bukti-bukti dikumpulkan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dengan harapan dalil-dalil yang diajukan memiliki kekuatan dan dasar hukum sehingga permohonan diskualifikasi ataupun pemungutan suara ulang dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebagai termohon, KPU mengumpulkan bukti-bukti sebagai dasar hukum untuk membantah dalil-dalil tuduhan oleh pemohon dengan tujuan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon.
Pihak terkait Bawaslu dan Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'aruf pun demikian, dalil-dalil sanggahan dikemukakan dengan bukti-bukti dan saksi dengan tujuan permohonan pemohon ditolak oleh MK.
Disinilah kita membutuhkan Mahkamah Konstitusi sebagai hakim tertinggi yang menilai dan memutuskan apakah benar atau tidak dalil-dalil yang diajukan pemohon.
Maka buktilah yang menjadi dasar hukum untuk memutuskan benar atau tidak sebuah masalah. Satu persatu dalil dari termohon dikaji dengan mengidentifikasi berbagai bukti dipertimbangkan dengan dalil dan bukti dari termohon serta pihak terkait untuk pengambilan keputusan bahwa dalil-dalil ditolak, dikesampingkan atau diterima.
Inilah yang terjadi dalam sidang keputusan sengketa oleh Mahkamah Konstitusi. Walaupun sidang yang dilakukan terbilang cukup lama, menarik untuk dicermati karena dalil perdalil diidentifikasi dan dipertimbangkan secara matang dan logis secara hukum.
Tidak ada satu dalil yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi diterima oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak didukung oleh bukti yang relevan dan logis.
Baca: MK Tolak Seluruh Gugatan Prabowo-Sandiaga
Bagi penulis, Mahkamah Konstitusi memberikan sebuah edukasi hukum yang sangat penting dalam kontes sengketa Pilpres bahwa "Untuk membuktikan sebuah kasus hukum baik pidana atau perdata, bukti-bukti pendukung harus lebih terang dari cahaya" sebagaimana yang dikatakan oleh Profesor Eddy sebagai saksi ahli Jokowi-Ma'aruf.
Apalagi tentang sengketa ini dituduh terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif sehingga bukti-bukti harus lebih terang dari cahaya. Artinya bahwa tidak ada dalil tanpa bukti dan tidak ada bukti yang palsu dan absurd.
Mencermati bukti-bukti yang dilampirkan oleh dua kubu baik termohon dan pemohon, terlihat bahwa termohon benar-benar siap menghadapi gugatan tersebut karena bukti-bukti yang mendukung lebih lengkap dan kuat secara hukum di Mahkamah Konstitusi.
Termohon dan pihak terkait memiliki kekuatan hukum dengan bukti-bukti yang lebih lengkap dan tidak absurd. Disinilah kita melihat bahwa bukti mereka lebih terang dari bukti-bukti yang digunakan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi.
Untuk itu, tidak pantas bagi kita dan siapapun itu yang mengatakan atau menganggap bahwa kesaksian Profesor Eddy tidak tepat bagaikan pawang ular yang menjelaskan gajah atau kesaksian Profesor Eddy karena ada kepentingan politik.
Sekali lagi, Mahkamah Konstitusi menegaskan kembali apa yang telah dikatakan Prof Eddy bahwa bukti harus lebih terang dari cahaya. Ini adalah pelajaran penting bagi hukum di Indonesia agar kelak kita yang berhadapan dengan masalah hukum sebagai pemohon dan termohon, harusnya mempersiapkan bukti yang relevan, lengkap dan tidak absurd.
Bukan hanya itu, argumentasi-argumentasi yang dibangun harusnya dapat dijelaskan, dibuktikan, memiliki alasan, maupun ulasan objektif di mana disertakan contoh, analogi, dan sebab akibat.
Baca: "Counter Pressing dan Jogo Bonito" Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi yang Tidak Efektif
Keputusan Mahkamah Konstitusi telah selesai, mari kita menerima hasil dengan lapang dada karena keputusan ini memberi pesan penting bukan hanya edukasi hukum tetapi pesan untuk bersikap kesatria dan bergandengan tangan membangun bangsa Indonesia.
Untuk pelaksanaan Pemilu yang dinilai memiliki banyak kekurangan dan kecurangan, jadikan itu sebagai Pekerjaan Rumah bersama baik itu masyarakat maupun pemerintah agar menciptakan sebuah undang-undang dan peraturan baru yang dapat dipercaya memperbaiki kekurangan-kekurangan Pemilu yang lalu sehingga kita tidak terantuk pada batu yang sama.
Salam!!!
Referensi: Hukum Online, Wikipedia Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H