Misalnya Andi Arief, komentar-komentarnya dianggap sampah dan tidak dianggap sebagai sikap yang seharusnya dilakukan oleh Politisi. Bahkan, beberapa orang mengatakan bahwa semua yang dilakukan oleh Andi Arief adalah efek dari penggunaan Narkoba.
Baca: Andi Arief Terjerat Kasus Narkoba
Ketiga, Otak Andi Arief tidak waras lagi. Penggunaan Narkoba dapat berakibat pada terganggunya sistem saraf sehingga kadang kala kata-kata yang dilontarkan diluar nalar positif seseorang.
Sayangnya, BPN hanya menyadari kemungkinan kedua. Mereka cenderung menilai Andi Arief sebagai pembuat sensasi untuk mencari perhatian. Bahkan, label Setan Kurap pun dikembalikan kepada Andi Arief.
BPN seolah-olah terbakar emosinya ketika mendengar komentar-komentar politisi ini. Tak heran, Andi Arief menjuluki mereka sebagai kaum sumbu pendek walaupun kata-kata ini tidak ditujukan secara langsung.
Sedangkan kemungkinan kedua sebenarnya disadari juga oleh BPN tetapi itu adalah privasi mereka yang tidak dapat diungkap karena akan mencabik-cabik baju mereka sendiri.
Terlanjur klaim dan tiba-tiba mengakui keunggulan lawan itu memalukan sehingga bagaimanapun itu, perasaan malu mereka akan disembunyikan dibalik hukum.
Kemungkinan ketiga tidak disadari sama sekali. Jika BPN menyadari ini maka pasti mereka menganggap komentar-komentar itu seperti anjing yang menggonggong dan khafilah berlalu. Tidak perlu merespon orang yang tidak waras.
Terakhir kali Andi Arief kembali menyerang tentang penentuan cawapres yang tidak melibatkan Demokrat yang kemudian mendapatkan tanggapan tajam dari Andre Rosiade.
Baca: "Skakmat" Andre Rosiade terhadap Andi Arief Memang Top
Tensi antara BPN dengan Demokrat semakin menjadi-jadi sehingga dari kubu Demokrat mengusulkan untuk pembubaran koalisi Prabowo-Sandi dan juga Jokowi-Ma'aruf.