Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Saran untuk "Tingkah Labil" Koalisi Prabowo-Sandi

10 Juni 2019   12:45 Diperbarui: 10 Juni 2019   12:51 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno, SBY dan Prabowo

Bosan!

Kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi publik melihat kelakuan para politisi labil. Ya, labil karena sensasi demi sensasi tercipta untuk mencari perhatian. Mudah meledak ketika mendengar sensasi yang orang lain lakukan. Tak heran, Andi Arief si jago pembuat sensasi pernah mengatakan bahwa orang-orang seperti itu itu adalah kaum 'sumbu pendek'.

Baca: Makna Istilah "Sumbu Pendek" Andi Arief

Andi Arief memang dikenal dengan seorang pembuat sensasi. Mulai dari terlibat dalam penyebaran hoax surat suara tercoblos sebanyak 7 kontener di Tanjung Priok, menuduh sesama politisi dalam koalisi sebagai setan kurap yang menyusup dan kata demi kata, kalimat demi kalimat ia lontarkan kepada koalisi Prabowo-Sandi.

Kelakuan Andi Arief disebabkan oleh dua hal, dilihat dari sisi positif dan negatif. Pertama, benar bahwa Prabowo-Sandi tidak menang Pilpres dan hanya direkayasa.

Memang jika kita berpikir rasional maka kemenangan 62% yang diklaim oleh BPN sangatlah mustahil. Dengan perhitungan konyol mereka lakukan dan tuduhan-tuduhan dilakukan untuk mencapai ambisi kekuasaan.

Tentunya, mereka yang berpikir rasional dan objektif dalam kubu Prabowo-Sandi tidak akan menerima hasil ini secara akal sehat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tindakan Andi Arief adalah tindakan yang paling berani melawan ketidakbenaran yang sengaja diciptakan.

Menuduh orang curang tetapi sendiri melakukan curang. Buktinya adalah klaim 62% Real Count sudah tak lagi didengungkan. Real Count berubah menjadi 54%. Ini memang aneh.

Kedua, Dia hanya ingin caper (cari perhatian) publik. Siapa yang tahu, politisi Demokrat ini mencari perhatian dan membuat diri tenar sebagaimana yang diungkapkan oleh Andre Rosiade melalui media. Wajar, publik menilai seperti itu juga karena komentar-komentar seperti itu yang bersamaan dengan suasana politik akan menjadi sorotan media dan publik.

Suasana politik dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk mempopulerkan diri. Namun, terkadang tujuan yang hendak dicapai dari cara tersebut bisa menjadi Boomerang bagi diri sendiri.

Misalnya Andi Arief, komentar-komentarnya dianggap sampah dan tidak dianggap sebagai sikap yang seharusnya dilakukan oleh Politisi. Bahkan, beberapa orang mengatakan bahwa semua yang dilakukan oleh Andi Arief adalah efek dari penggunaan Narkoba.

Baca: Andi Arief Terjerat Kasus Narkoba

Ketiga, Otak Andi Arief tidak waras lagi. Penggunaan Narkoba dapat berakibat pada terganggunya sistem saraf sehingga kadang kala kata-kata yang dilontarkan diluar nalar positif seseorang.

Sayangnya, BPN hanya menyadari kemungkinan kedua. Mereka cenderung menilai Andi Arief sebagai pembuat sensasi untuk mencari perhatian. Bahkan, label Setan Kurap pun dikembalikan kepada Andi Arief.

BPN seolah-olah terbakar emosinya ketika mendengar komentar-komentar politisi ini. Tak heran, Andi Arief menjuluki mereka sebagai kaum sumbu pendek walaupun kata-kata ini tidak ditujukan secara langsung.

Sedangkan kemungkinan kedua sebenarnya disadari juga oleh BPN tetapi itu adalah privasi mereka yang tidak dapat diungkap karena akan mencabik-cabik baju mereka sendiri.

Terlanjur klaim dan tiba-tiba mengakui keunggulan lawan itu memalukan sehingga bagaimanapun itu, perasaan malu mereka akan disembunyikan dibalik hukum.

Kemungkinan ketiga tidak disadari sama sekali. Jika BPN menyadari ini maka pasti mereka menganggap komentar-komentar itu seperti anjing yang menggonggong dan khafilah berlalu. Tidak perlu merespon orang yang tidak waras.

Terakhir kali Andi Arief kembali menyerang tentang penentuan cawapres yang tidak melibatkan Demokrat yang kemudian mendapatkan tanggapan tajam dari Andre Rosiade.

Baca: "Skakmat" Andre Rosiade terhadap Andi Arief Memang Top

Tensi antara BPN dengan Demokrat semakin menjadi-jadi sehingga dari kubu Demokrat mengusulkan untuk pembubaran koalisi Prabowo-Sandi dan juga Jokowi-Ma'aruf.

Bagi penulis, usulan untuk pembubaran koalisi sebenarnya ditujukan untuk koalisi Prabowo-Sandi tetapi untuk mengelabuhi penilaian publik, usulan ini juga untuk koalisi Jokowi-Ma'aruf.

Usulan ini didasarkan pada permusuhan dalam masyarakat akibat perkuburan yang masih digaungkan terus-menerus. Bahkan ia mengatakan bahwa menjaga perkubuan secara terus-menerus akan memelihara potensi benturan dalam masyarakat.

"(Perkubuan) Artinya mengawetkan permusuhan dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat. Para pemimpin harus mengutamakan keselamatan bangsa," kata Rachland Nashidik.

Sedangkan kubu BPN mempersilakan Demokrat untuk keluar dari koalisi secara baik-baik dan jangan membuat gaduh karena saat ini BPN fokus pada masalah yang akan ditangani Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, PKS memiliki pandangan yang berbeda. Pembubaran koalisi dianggap kurang bijak karena akan menurunkan tensi politik. Ia berharap kepada koalisi Prabowo-Sandi untuk tetap solid hingga keputusan MK.

Meskipun demikian, saya lebih sepakat untuk Demokrat keluar dari koalisi bukan hanya secara de facto tetapi harus secara de jure sehingga kegaduhan jangan tercipta pagi.

Selain itu, panasnya perang kata-kata antara Demokrat dan BPN seharusnya ditangani secara langsung oleh Prabowo dan SBY sebagai sosok orang tua yang dapat meredam tensi antara dua partai ini.

Akan tetapi kita tidak berharap pada SBY yang sedang berduka sehingga berharap pada Prabowo sendiri lebih sulit untuk mewujudkan hal ini.

Salam!!!
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun