Krisis ekonomi merupakan perubahan menuju sebuah kemerosotan ekonomi atau resesi. Ditandai dengan menurunnya Produk Domestik Bruto, Pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negatif selama dua kuartal dalam setahun.
Akibatnya, terjadi sebuah penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan laba perusahaan. Resesi juga sering diasosiasikan dengan deflasi atau inflasi dalam sebuah proses yang dinamakan staglasi.
Negara-negara yang pernah mengalami krisis ekonomi adalah Meksiko pada tahun 1994, Argentina terjadi selama 4 tahun dari tahun 1999-2002, Amerika Selatan pada tahun 2002 dan Kamerun. Sedangkan Indonesia pernah mengalami hal ini pada tahun 1998 dan 2008.
Krisis ekonomi di Indonesia terjadi setiap 10 tahun sejak 1998 sehingga pada tahun 2018 Indonesia sempat dikawatirkan oleh beberapa tokoh nasional karena utang Indonesia melonjak begitu besar. Kekuatiran ini berdasarkan pada krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 yang disebabkan oleh nilai tukar mata uang Rupiah yang kemah, terutama di Asia, yang tidak fleksibel serta tidak adanya sinkronisasi terhadap kurs dan pemutusan capital inflow (arus modal masuk).
Pada tahun 2008, krisis ekonomi disebabkan oleh akumulasi dari risiko perkembangan teknologi. Dengan siklus seperti ini, wajar bahwa Indonesia dikawatirkan tetapi tidak berarti bahwa Indonesia tidak percaya pada pengatur stabilitas keuangan dan ekonomi.
Dampak besar krisis ekonomi adalah bergantung pada barang impor dan masyarakat berpenghasilan rendah. Akibatnya, tidak mampu membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal ini yang sedang dialami oleh Negara Venezuela. Sejak tahun 2016 negara ini mengalami krisis ekonomi hingga saat ini belum terselesaikan. Penyebabnya adalah Presiden Venezuela Nicolas Maduro mulai menjalankan sistem ekonomi mandiri dengan azas sosialisme.Â
Namun berdasarkan laporan CNN Indonesia, kondisi politik dan sosial Venezuela semakin tidak stabil hingga saat ini. Akibat Nicolas Maduro, Aksi protes anti-pemerintah semakin meluas hingga puncaknya pada pertengahan 2017 lalu hingga menewaskan belasan orang.
Memang benar, politik yang diterapkan oleh Maduro merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi yang berujung pada krisis kemanusiaan hingga saat ini.
Berawal dari partai sosialis Maduro yang hanya mendapatkan 55 kursi di Kongres dalam pemilu, memungkinkan Democratic Unity sebagai Mayoritas perolehan kursi akan memecat Maduro dan mengesahkan undang-undang reformasi. Hal ini tidak mungkin dirubah atau dibatalkan oleh Maduro.
Mengetahui hal tersebut, otak licik pria pemimpin Partai Sosialis ini mulai melakukan politik Nepotisme. Mengangkat anggota politiknya menduduki kursi Mahkamah Agung sehingga membatalkan Undang-Undang Parlemen Venezuela.
Akibatnya, terjadi sebuah kebuntuan politik di negara berpenduduk 30 juta jiwa ini. Aksi demonstrasi menuntut pria 56 tahun ini untuk mundur dari presiden terus menerus dilakukan. Akan tetapi, perjuangan demi perjuangan hanya tinggal kenangan.
Disamping itu, Maduro tidak menghiraukan para demonstran tersebut. Dalam pemikirannya, ia ingin tetap berkuasa di Venezuela sebagai seorang Presiden. Ditandai dengan mengadakan pemilu sela pada tahun 2017 dan menuntut Mahkamah Konstitusi Venezuela untuk menulis ulang konstitusi negara dengan sumber minyak bumi terbesar di dunia ini.
Keputusan dan tindakan Maduro menuai kekacauan. Situasi di Venezuela di mana ribuan warga anti-Maduro berdemo memprotes pemungutan suara yang tetap digelar pemerintah. Demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru negeri, yang diwarnai kekerasan.
Hal tersebut pun membuat kondisi warga Venezuela semakin terjerat dalam krisis ekonomi. Menurut laporan Tempo, anak-anak dititipkan pada orang lain bahkan dibuang. Melahirkan pun harus keluar dari Venezuela.
Selain itu, air bersih pun menjadi barang termahal, makanan didapatkan disela-sela sampah, hewan di kebun binatang ditangkap untuk disantap, harga satu ekor ayam adalah 14 juta, Kantor LSM berubah jadi kandang ternak sapi, beberapa perempuan yang rela melacur hanya untuk sesuap nasi.
Menyedihkan, kata yang tidak cukup untuk menggambarkan penderitaan negara ini karena negara yang dilanda perang pun tak mengalami kondisi seperti ini.
Akibatnya, berdasarkan laporan PBB, 3,3 Juta jiwa yang keluar dari Venezuela akibat krisis yang sangat sadis. Negara-negara yang menampung penduduk Venezuela yang keluar adalah Kolombia, Peru, Ekuador dan Chili karena rasa kemanusiaan.
Sedihnya, negara yang sedang mengalami krisis ekonomi yang luar biasa ini, negara-negara besar seperti Rusia dan Amerika serta Eropa lainnya berbeda pendapat dimana Rusia sendiri yang memihak pada Maduro.
Apa yang perlu diwaspadai Indonesia?
Pertanyaan yang konyol dari seorang penulis yang masih amburadul dalam menulis. Namun, bagaimana pun itu, hal ini haru disuarakan dan inilah salah satu cara saya bersuara.
Walaupun dampak krisis ekonomi Venezuela tidak akan dialami oleh Indonesia, Indonesia harus belajar dari pengalaman politik ambisi kekuasaan yang sedang dipraktekkan oleh pemerintahan Venezuela.
Kondisi Indonesia saat ini sedang dalam proses menuju keputusan akhir untuk Indonesia satu. Aksi demonstrasi yang telah berlalu, teriakan "People Power" Â bahkan pernah dikatakan oleh BPN bahwa bagaimana pun itu, seperti apa pun itu, Prabowo-Sandi harus dilantik pada Oktober nanti.
Aneh, kekalahan mereka tidak diterima sebagai seorang petarung. Oke, mungkin kita harus berpikir positif karena dugaan kecurangan sudah dibawah ke MK tetapi apakah keputusan MK akan menjadi akhir? Misterius, jawaban yang tepat untuk mencoba mencari tahu apa yang terjadi setelah putusan MK.
Saya sedang membayangkan, Keputusan MK yang tidak diterima dan terjadi demonstrasi dimana-mana, hasil pemilu ditolak dan pemerintah yang sah dilengserkan.
Kita harus sepakat bahwa kita bisa menuju sebuah krisis yang menyedihkan seperti Venezuela. Bagaimana tidak? Demonstrasi balik akan dilakukan secara besar-besaran kekerasan mungkin tidak bisa dihindari sehingga akan berpengaruh pada krisis ekonomi.
Kerugian negara akibat demonstrasi tidak dapat dihindari jika hal itu dilakukan secara terus menerus. Pemerintah tidak lagi fokus pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Itu bisa terjadi.
Venezuela yang memiliki jumlah penduduk jauh lebih sedikit dari Indonesia bahkan merupakan negara dengan kandungan minyak bumi terbesar di dunia pun mengalami krisis yang sangat luar biasa apalagi Indonesia.
Ide ini konyol, ya, konyol tapi ini bentuk kewaspadaan. Jangan sampai hanya karena ambisi kekuasaan, jutaan rakyat Indonesia menjadi korban.
Salam!!!
Referensi: Satu ,Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H