Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Di Balik Permintaan "Diskualifikasi Jokowi-Ma'aruf" oleh BPN

27 Mei 2019   07:33 Diperbarui: 27 Mei 2019   09:07 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permintaan diskualifikasi Jokowi-Ma'aruf terus dilakukan oleh BPN hingga ke MK. Ada apa dibalik permintaan tersebut?

Sebelum penetapan calon presiden dan calon wakil presiden, masyarakat Indonesia sudah tahu siapa yang akan menjadi calon presiden. Pada saat itu, Prabowo Subianto diyakini akan maju bertarung lawan lamanya pada pilpres 2014.

Beberapa lembaga survei melakukan survei untuk mengetahui elektabilitas masing-masing figur. Hasilnya, Jokowi masih mengungguli Prabowo hingga penetapan wakil presiden. Kehadiran Ma'aruf Amin dan Sandiaga Uno sedikit memberi efek atau pengaruh terhadap elektabilitas Jokowi dan Prabowo.

Terlepas dari kinerja BPN, kehadiran Sandiaga menaikan elektabilitasnya (Baca: 45.50% Bukti Prabowo memang Top dan Menarik, Permainan Angka Pilpres 2019). Semua angka hasil survei ada dalam artikel tersebut.

Meningkatnya elektabilitas Prabowo-Sandi tidak pernah melewati elektabilitas Jokowi-Ma'aruf kecuali hasil survei dua lembaga setelah debat keempat.

Sejak awal, Prabowo tidak mempercayai hasil survei, ia menganggap hasil itu adalah rekayasa karena lembaga-lembaga survei dibayar untuk memenangkan paslon tertentu. Tuduhan ini terus berlanjut hingga menjelang pemilu.

Setelah pemilu, lembaga-lembaga survei tersebut melakukan perhitungan cepat atau Quick Count yang menyatakan keunggulan bagi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Jokowi-Ma'aruf. Namun Prabowo-Sandi tetap tidak mempercayai hasil Quick Count tersebut.

22 Mei 2019 adalah tanggal penetapan pemenang Pilpres 2019. Karena hasil perhitungan yang telah selesai, maka pengumuman dilakukan pada tanggal 21 Mei dini hari. Hasil tersebut menyatakan Paslon Jokowi-Ma'aruf memenangkan Pilpres 2019.

Kubu Prabowo-Sandi menyatakan tidak percaya dan tidak menerima hasil pemilu karena adanya kecurangan yang dilakukan oleh KPU secara terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan Jokowi-Ma'aruf.

Tuduhan ini sudah dilakukan sebelum pengumuman hasil pilpres. Flashback pada kejadian sebelumnya, tuduhan sudah dilakukan kepada lembaga survei tentang hasil survei, tuduhan sudah dilakukan terhadap lembaga survei tentang hasil Quick Count.

Reaksi dan tindakan kubu Prabowo-Sandi menunjukkan bahwa mereka tidak mempercayai lembaga penyelenggara pemilu sejak awal.

Seruan People Power pun sudah dilakukan sejak sebelum pilpres. Tujuannya agar Jokowi didiskualifikasi oleh KPU. Bayangkan, Belum terbukti adanya kecurangan, permintaan didiskualifikasi sudah didengungkan.

Awalnya mereka ingin kecurangan pemilu tidak dibawa ke MK karena mereka menganggap MK tidak akan mengabulkan permintaan mereka seperti pilpres 2014. MK pun tidak dipercaya.

Menjadi pertanyaan bagi saya bahwa mengapa hampir semua yang terkait dengan hasil Pilpres, Prabowo-Sandi tidak mempercayai hasil itu sedangkan di lain sisi, mereka terus menerus mendengungkan People Power yang telah diganti dengan Kedaulatan Rakyat. Lembaga survei, KPU, Bawaslu bahkan MK tidak dipercaya.

Saat ini, hasil kecurangan pemilu dibawa ke MK karena usaha People Power yang diganti dengan Kedaulatan Rakyat sudah buntu. Awalnya MK yang tidak dipercaya, dianggap Mahkamah Kalkulator, sekarang dipercaya untuk menangani kecurangan pemilu tetapi satu hal yang mereka minta adalah mendiskualifikasi paslon nomor urut 1, Jokowi-Ma'aruf.

Menurut penulis, skenario untuk tidak percaya pada hasil pilpres sepertinya sudah direncanakan oleh kubu Prabowo-Sandi. Prabowo sudah tahu bahwa ia akan kalah dalam Pilpres 2019 tetapi Ia masih ngotot untuk terus bertarung. Terlepas dari jiwa kesatrianya yang terus menerus bertarung walaupun kalah. Sepertinya ada rencana lain.

Mereka sudah tahu bahwa mengalahkan Jokowi melalui pesta demokrasi itu memang tidak mudah dan tidak bisa. Oleh karena itu, dari semua skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa satu-satunya cara yang dilakukan untuk mengalahkan Jokowi adalah mendiskualifikasi atau menggesernya secara tidak terhormat.

Buktinya, saat ini permintaan kubu Prabowo-Sandi kepada MK adalah mendiskualifikasi Jokowi-Ma'aruf padahal belum terbukti bahwa kecurangan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.

Opini akan dipatahkan setelah keputusan MK.
Apa yang akan terjadi setelah keputusan MK?
Mari kita menyimak.

Salam!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun