Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menang Blog Competition, Sedang Belajar Menulis

24 Mei 2019   07:56 Diperbarui: 24 Mei 2019   10:16 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1

Sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, saya tertarik untuk terjun dalam dunia menulis. Saat itu, saya menulis dua cerpen dengan judul Cinta Cuman 1 Malam dan Pencuri Paling Bijak.

Zaman saya SMA, Internet belum terlalu dikenal, Android pun belum. Saya juga belum bisa mengoperasikan komputer. Disekolah masih menggunakan mesin ketik. Bukan karena saya sekolah di tahun 80an tetapi sekolah saya letaknya di kampung.

Walaupun dikampung, kami terus belajar dengan fasilitas seadanya. Dunia menulis diperkenalkan oleh guru Bahasa Indonesia, namanya Hayati Abdullah. Kami diajarkan teknik menulis cerpen dan sebagainya tetapi sekarang saya sudah lupa.

Akibat minimnya fasilitas cerpen yang saya pernah tulis pun hilang dengan sepotong kertas yang dicopot dari buku tulis. Saya sedikit menyesal, pingin menemukan kembali cerpen-cerpen itu. Alasannya ditulis pada saat masa kepolosan tapi mungkin bakat menulis saya bukan ada pada genre tersebut.

Beralih dari cerpen, pada tahun 2012 saya mengenal Facebook. Bermula dari bapak saya membeli sebuah HP bekas dari temannya. Hp bermerk Nokia C1 ini memang hidz waktu itu walaupun casingnya compang-camping.

Bermodalkan Handphone bekas tersebut saya mengenal Opera Mini. Awalnya hanya coba-coba tetapi saya ingat guru TIK saya pernah mengajar tentang dunia internet. Saya mulai browsing dan membaca berita-berita bola. Sedikit perkenalan, saya adalah Madridista.

Suatu pagi, setelah bangun tidur, saya membaca sebuah berita bola dan biasanya ada ikon media sosial untuk membagikan berita tersebut. Karena pernah mendengar cerita tentang Facebook dari seorang guru saya, saya mencoba meng-klik pada bagian itu. Pendaftaran di mulai dan akhirnya selesai. Aplikasi diunduh dan saya mengenal Facebook.

Tanpa bantuan, saya berusaha mengenal dunia internet dan media sosial. Saya tidak sombong tetapi waktu itu untuk ukuran sekolah kami, saya orang pertama yang memiliki akun Facebook.

Suatu saat, saya bergabung dengan sebuah group Facebook yang hanya fokus membahas isu politik. Saya juga sering mampir memberi komentar di Viktory News (salah satu media massa di NTT). Komentar-komentar itu kemudian di pajang di rubrik Viktory News.

Saya memang hobi membaca, tertarik dengan dunia politik dan sepakbola walaupun tidak tahu bermain bola. Berita-berita ini saya selalu update dan bermimpi suatu saat menulis artikel.

Sumber: Hipwee
Sumber: Hipwee
Tahun 2014, saya membuat sebuah blog dan menulis sebuah makalah. Makalah tersebut cukup laris dan diambil sebagai referensi oleh banyak orang. Tahun 2015, saya menulis beberapa opini di blog. Salah satu artikel diusahakan untuk di pajang di rubrik opini Viktory News tetapi tidak bisa karena artikel tidak memenuhi syarat.

Saya down lagi, proses belajar jadi mandek. Saya benar-benar tidak menulis lagi, membaca pun tidak. Kemudian tahun 2018, saya lebih banyak membaca dan berusaha menulis ketika mendengar kasus perdagangan orang yang semakin merajalela di NTT.

Sebuah artikel saya tulis untuk mengkritisi pemerintah yang tidak becus mengurus daerah. Saya ingin artikel tersebut terbit di media massa tetapi segala upaya tidak membuahkan hasil. Karena dalam penulisan artikel tersebut saya benar-benar dalam puncak emosi untuk menuangkan segala kritik saya maka saya harus berjuang agar tulisan itu tidak sia-sia tapi dibaca oleh banyak orang.

Saya berusaha menyebarkan via WhatsApp tetapi saya rasa ini akan berlalu begitu saja. Saya mencoba daftar di Hipwee untuk memposting tulisan-tulisan saya dari pada di media cetak. Namun, beberapa alasan, saya tidak lanjut menulis di Hipwee.

Mei 2018, saya mencoba membuat akun di Kompasiana untuk menulis. Kompasiana diperkenalkan oleh seorang Penjelajah Kompasiana, Pak Arnold Adoe satu tahun lalu. Saya mulai menulis Artikel. Dua Artikel pertama tidak mendapat label. Saya pikir wajar, saya baru belajar menulis tetapi artikel ketiga masuk kategori pilihan dan akhirnya Headline.

Secara pribadi saya senang karena artikel tersebut tentang masalah pendidikan di NTT. Artikel tersebut di twit kompas dan viewersnya cukup gemuk. Semangat menulis kembali berkobar.

Saya mengikuti beberapa lomba blog dan essai tapi tidak berhasil. Kemudian saya sempat vakum di Kompasiana selama 6 bulan. Semangat menulis kembali hilang.

Awal tahun 2019, saya kembali aktif menulis. Menulis tentang pendidikan dan budaya serta beberapa artikel politik. Bulan Maret, April dan Mei 2019 merupakan bulan paling produktif untuk saya. Saya hanya membutuhkan jam terbang tinggi untuk menjadi penulis handal seperti kompasioner yang lain karena sejujurnya saya penulis pemula yang masih amburadul dalam menulis.

Bulan Maret dan bulan April diadakan sebuah blog competition kotak suara dengan tulisan yang berisi kampanye dukungan kepada paslon tertentu. Isi artikel harus mendidik atau berisi konten positif.

Dua artikel saya ikut sertakan dalam kompetisi tersebut yaitu Tsunami Politik tidak bisa menenggelamkan Jokowi dan Prinsip Kebijakan Ekonomi Jokowi. Artikel pertama Headline dan kedua tidak diberi label sama sekali.

Saya berpikir, yang memiliki peluang untuk masuk nominasi Artikel terbaik adalah yang headline. Akan tetapi, pada tanggal 22 Mei pengumuman pemenang Blog Competition terdapat 3 Pemenang Konten Terbaik dari Kubu Jokowi-Ma'aruf dan Artikel Prinsip Kebijakan Ekonomi Jokowi adalah salah satunya.

Artikel yang minim viewers, yang tidak pernah dianggap dan ditulis oleh seorang bocah yang sedang belajar menulis, akhirnya terpilih sebagai konten terbaik. Saya pun merenung sejenak, mengapa harus artikel ini? Sebelum pihak kompasiana menjawab, dengan penuh keyakinan saya menjawab bahwa Artikel ini merupakan salah satu artikel kampanye yang berisi konten positif tanpa mengintimidasi paslon yang lain.

Bagi saya, dalam artikel saya berisi edukasi politik dan itu mimpi saya karena politik di Indonesia sedang cacat dan kotor. Harapannya suatu saat kita memiliki pemilih yang rasional sehingga politisi-politisi kita tidak cenderung melakukan politik kotor.

Ini merupakan pencapaian pertama mengikuti kompetisi blog. Terima kasih untuk pihak kompasiana yang sudah fair dalam menentukan pemenang Blog Competition.

Salam hangat!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun