"Anak malas tidak selamanya mereka menjadi orang yang gagal, mereka hanya belum menemukan ruang yang tepat untuk menyalurkan bakatnya"
Salah satu penyebab angka putus sekolah yang sering ditemui adalah kemalasan yang terjadi pada anak. Anak malas sekolah sering menjadi keluhan orangtua. Untuk menanganinya, kebanyakan orangtua memaksa bahkan memukul anak untuk bersekolah. Akibatnya, anak putus sekolah atau gagal.
Belajar dari kisah Zinedine Zidane, pria yang mungkin tidak asing bagi kita adalah seorang pelatih hebat yang pernah dimiliki Real Madrid. Buktinya, dia menjadi satu-satunya pelatih yang mampu membawa Madrid menjuarai Liga Champion berturut-turut 3 kali. Ini belum pernah dilakukan oleh siapapun.
Nama besar Zidane bukan baru saja ketika menjadi pelatih. Kepiawaiannya dalam lapangan ketika masih aktif sebagai pemain selalu menghibur para penikmat sepakbola dengan gol-gol indah dan spektakuler.
Bersama Perancis, mereka menjuarai Piala Dunia tahun 1998 dan tendangan spektakulernya mengalahkan Bayern Leverkusen sekaligus membawa Madrid menjuarai Liga Champion 2002.
Pria yang akrab dipanggil Zizou ini, menjadi orang tersukses di Liga Champion. Juara sebagai Pemain, Asisten Pelatih dan Pelatih.
Uniknya, itu bersama Madrid.
Namun, di balik kesuksesannya, Zidane adalah anak yang dulunya malas bersekolah. Ia sering membangkang dan melawan perintah orangtuanya. Ia lebih suka bermain bola. Orangtuanya berusaha untuk dia sekolah akan tetapi sama saja, Zidane tetap memilih bermain bola.
Akhirnya, orangtuanya sepakat untuk tidak memaksakan kehendak Zidane. "Kami tahu anda punya sesuatu yang lain dalam benak anda jadi lakukanlah apa yang anda mau lakukan" kata orangtua Zidane.
Orangtuanya percaya sepenuhnya pada Zidane, mereka yakin bahwa anak mereka pasti sukses dalam dunia sepakbola karena itu yang ia minati.
Setelah mendapat izin dari orangtua, Zidane bahagia karena ia lebih leluasa bermain bola. Ia memiliki tekad untuk membuktikan kepada orangtuanya bahwa ia tidak cocok bersekolah. Zidane mulai fokus bermain bola. Akhirnya kita tahu siapa Zidane saat ini.
Seringkali kita berpikir anak yang malas sekolah adalah anak yang gagal. Lalu kita membiarkannya tanpa mengenali apa yang di anak inginkan. Mungkin dia ingin bersekolah, tetapi sekolah seperti apa?
Konteks Indonesia berbeda dengan konteks Eropa dan yang dialami oleh Zidane. Akan tetapi, kita sering berhadapan dengan anak yang mau memilih sekolah maupun jurusan kuliah. Orangtua selalu menjadi Diktator untuk anaknya. "Pokoknya kau harus sekolah guru!
Pokoknya kau harus bersekolah perawat!
Pokoknya kau harus sekolah di SMA bukan SMK dan sebagainya".
Sesuatu yang menjadi mimpi dan idamannya diikat dan mati dalam dirinya. Akibatnya, anak bisa gagal atau putus sekolah. Lalu anak menjadi kambing hitam dari ini semua. Orangtua lebih banyak mencuci tangan dan paling benar dalam hal ini.
Saat ini, masa penerimaan mahasiswa baru. Jadilah orangtua yang menciptakan masa depan anak dengan cara yang bijak. Ikutilah apa yang anak kehendaki selagi itu baik bagi dirinya dan juga orangtua.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H