Cerita kekalahan merupakan suatu cerita ketertinggalan, kemiskinan dan kebodohan yang di alami oleh kaum-kaum kecil yang terabaikan. Bahkan mereka ini ketika ke kota selalu mendapat julukan UD (utusan daerah). Julukan yang penuh hinaan dan olokan halus.
Untuk mengakhiri sebuah cerita kekalahan itu tidak mudah. Butuh kurasaan energi dan pikiran yang extra untuk memutus suatu rantai kemiskinan dan kebodohan.
Meminjam kata-kata dari Nelson Mandela bahwa "Pendidikan adalah satu-satunya senjata yang sangat ampuh untuk mengubah dunia". Jika pendidikan seseorang baik maka ia akan memutus mata rantai cerita kekalahan yang melilitnya dan keluar dari lingkaran setan yang memagarinya bertahun-tahun.
Cerita kekalahan ini bagaikan sebuah novel yang terus terbit dengan cerita lanjutan dari tokoh yang sama. Saya seorang tokoh dalam cerita itu dan saya memilih untuk keluar dari kisah itu. Kisah yang berat dan menyedihkan, kisah yang pahit untuk dikenang tapi pastinya menginspirasi jika diceritakan bagi mereka yang sedang ada dalam cerita yang sama.
Cerita kekalahan inipun dirasakan oleh sebuah desa di Timor Tengah Selatan. Mereka berjuang menjalani sebuah dinamika kehidupan yang hebat. Rata-rata SDMnya masih rendah. Mereka kelihatan tidak memiliki mimpi yang kuat untuk mengakhiri cerita kekalahan ini. Mereka sepertinya diabaikan dan tidak ada yang menolong mereka keluar dari kondisi ini.
I'm not a Hero or Superman but I'm a Teacher yang mau menolong beberapa diantara mereka, memimpin mereka membawa mereka keluar dari kegelapan menuju terang.
Sejak bulan Juli 2018 saya mengabdi sebagai seorang guru di salah satu SMP di dedsa Mauleum. Di samping itu saya berikan bimbingan belajar di salah satu SD di desa ini. Namun, seiring berjalannya waktu, bimbingan belajar ini berhenti dan dilanjutkan oleh dua orang teman saya. Saya kemudian berpindah bimbingan belajar ke salah satu tempat yang hanya diikuti oleh beberapa orang.
Setelah beberapa bulan, dengan lingkungan belajar yang kurang nyaman dan cuaca yang terus memburuk, grafik kehadiran pun menurun drastis. Saya tidak mempersalahkan hal ini, saya merefleksikan kembali seberapa jauh kedekatan saya dengan mereka, ternyata saya lebih mementingkan pengetahuan tanpa mengenal mereka lebih jauh dan membangun karakter mereka.
TEROBOSAN BARU
Ada beberapa anak murid saya yang kurang menyukai bimbel ini dan mereka sudah larut dalam pergaulan yang sangat buruk, mabuk2an, merokok dan lain sebagainya sehingga mereka tidak ikut sama sekali dalam bimbingan belajar. Untuk menarik mereka, saya ajak untuk tidur malam dengan saya dan ikut berburu burung bersama mereka karena hobi mereka adalah "Fiti Burung".
Di sepanjang jalan selama perburuan disertai kilat Guntur dan halilintar yang sabu menyambung. Hujan gerimis pelan membasahi tubuh kami, sambil mendengar cerita mereka. Uniknya mereka bisa comedi dan kerja saya hanya tertawa. Oh ya, sebelum lanjut saya perkenalkan mereka:
Saya sendiri bertugas sebagai dokumenter. Yang tidak menggunakan baju, bernama Mernidon yang biasa di sapa Nidon bertugas sebagai penembak. Ketiga, bernama Dance yang biasa disapa Dan (biasanya dia bilang nama saya seperti Ajinomoto, ada dimana-mana ). Keempat, bernama Taslim (kadang disapa Taslan) yang bercita-cita menjadi Pendeta dan bertugas membawa air minum dan Kedua bernama Meksi yang memegang senapan (Adik kandungnya Mernidon) yang bertugas sebagai pembawa peluru dan bekal.
Di tengah hutan kami terpisah, kedua murid saya (Nidon dan Taslim) kehilangan jejak. Kami tiba-tiba merubah tujuan, Taslim dan Nidon tetap menembak burung, kami bertiga mendaki ke puncak bukit yang sangat jauh, melewati sungai yang cukup dalam tetapi airnya sedikit sehingga mudah untuk dilewati.
Setengah jam kemudian, ketika kami sudah mendekati puncak mereka berteriak-teriak memanggil kami dari kejauhan, kami pun membalas teriakan mereka sehingga mereka mengikuti arah suara kami.
Stengah jam kemudian mereka mendapatkan kami di puncak dan hanya mendapat 3 ekor burung karena peluru tersumbat didalam senapan.
Kamipun duduk bercerita sambil mengambil bekal yang kami bawa dan makan bersama.
Setelah itu, kami foto bersama dibawah langit yang berawan gelap menutupi matahari dibagian barat sedangkan dibagian Timur yang terang dengan langit biru dan berawan tipis.
Hari semakin sore, dingin yang bersamaan dengan hembusan angin yang sejuk terus kami rasakan.
Inilah foto-fotonya
Hari mulai gelap, kami menyalakan senter dan pulang ke rumah.
Bersama mereka tidak berhenti disini, setiap malam pun mereka bermalam di rumah saya tinggal. Berdoa pada pagi hari dan malam hari serta belajar firman Tuhan yang saya terus ajarkan bagi mereka.
Harapannya, mereka selalu ada bersama saya dan mau belajar dan bertumbuh bukan hanya sebagai orang yang berintelektual tapi sebagai pribadi yang Takut akan Tuhan. Sehingga pada akhirnya cerita Kekalahan ini berakhir.
Dalam Versi Bahasa Inggris
*The Story about Teacher and the Students*
The story about losing is a story about being left behind, poverty and illiteracy experienced by the abandoned villagers. Though when they are in town they are called State Representative, the notion actually means “coming from remote area”; soft and cynical terms to be used to address them.
It is not easy to end such story. It takes energy and an extra thinking to disconnect the never-ending chain of poverty and illiteracy.
Quoting one of Nelson Mandela’s famous sayings, that “education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” If one receives good quality of education, he or she will be able to break the story of losing, out of a vicious cycle that has occluded them for years and years.
This story of losing is like a novel-series that publishes the same stories with the same character. I am that character in that story, and I choose to get out of that story. One that is profound and sad, a story that is quite stinging to remember, however will undoubtedly be inspiring to those who are currently within the same story.
This story is being lived by Mauleum village in Timor Tengah Selatan, NTT. They fight against life challenges every day though the average skills of human resources there is so behind. They seem unable to have strong dream to end this story of losing. It looks like they are being abandoned, and none helps them get out of this situation.
New Assignment
I am neither a hero nor a Superman; I am just a teacher who want to help some of them, lead them and bring them out of the darkness to light. My name is Neno and this is my story.
Since July 2018, I had been working as a teacher in one of secondary school in Mauleum village. Aside from this role, I also worked as a tutor after school for primary students at the villages. To date, a tutor role had been taken over by my other colleagues and I moved to the other tutorial group, which consist of only several students.
Over the past few months, weather was not so good as we were in rainy season. Tutorial session was not favorable to us; presence rate was declining. I did not blame them at all. I realized when I reflected back, my relationships to them was too dry. I only cared about delivering knowledge without building relationships and knowing them deeper to strengthen their characters.
New Breakthrough
There were some of my students that did not really like tutorial class after school. They were also trapped in terrible society where drinking and smoking became habit, so that they were not keen to come to tutorial class anymore. To draw them from this pitfall, I asked them to stay overnight at my place and I asked them to go with me hunting birds. People here loved hunting birds. We called it “Fiti Burung”.
I remembered our Fiti Burung that day. It was raining, glaring thunder and heavy storms. During that walk, I listened to their stories. They were so funny; they liked to throw jokes and my only job there was laughing.
By the way, let me introduce them, from the movie. The first person was me, the camera guy. The person at the very front without shirt named Mernidon, we called him Nidon, the shooter. The person in front of me - with white shirt was Dance, we called him Dan. The person in front of Dan was Taslim, we named him Taslan. Taslim wanted to become a pastor; we assigned him to carry water. The person with blue shirt was called Meksi - Mernidon’s little brother. We assigned him to carry ammo and logistics.
We were separated in the forest. Nidon and Taslim got lost. We decided to leave Nidon and Taslim Fiti Burung, while the rest of us went to the top of the hill. The walk up to the hill was so far, and we had to walk through little creek.
Half an hour, Nidon and Taslim catched us on the top. They only got three birds, as they had problem with the barrel and the bullets. We opened our logistics there and had our lunch together.
Before dark, we took lots of pictures under the dark clouds covering the Sun on the west while the east coast was still bright with blue sky and light clouds. The day soon became night, and cool breeze embraced the dawn. We packed up, lighted our torched and went home.
New Beginning
The story does not stop there. Every night these kids come over and stay at my place. We pray every day in the morning, we study bible at night. I become big brother to them.
My wish is they are always with me and are eager to learn and grow, not only as students with knowledge but as God-fearing people. So eventually, we could defeat the story of losing.
Neno Salukh - teacher
Mauleum Mission, NTT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H