Mohon tunggu...
Nenk Mawar
Nenk Mawar Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Saya hanyalah penulis receh yang tengah berperang dengan pena dan menggoreskan kata-kata

Hidup hanya sekali, buatlah hidupmu berwarna. Jangan engkau menyia-nyiakannya tetap semangat apapun keadaannya keep fighthing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ilmuku Untuk Kampung Halamanku

14 Juni 2020   21:08 Diperbarui: 14 Juni 2020   21:23 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku daftar kuliah, Mas."

Seketika senyap tak ada suara atau jawaban Mas Slamet, ingin rasanya bertanya bagaimana? Tapi aku tak berani untuk mengutarakan, dan hanya kebisuan yang ada di antara aku dan suamiku.

"Apakah tak kau pikirkan dulu, Dik? Bahwa Bilal pun butuh banyak biaya? Mas tahu ini tanggungan mas seorang suami dan mas sangat malu jika mas melarangmu untuk melanjutkan kuliahmu. Tapi mas minta pengertianmu, Dik. Cuma itu." Aku tak mampu berbicara, bahkan bibir terasa tertahan oleh gigiku.

"Dik? Kalau kau sibuk, lanjutkanlah kerjamu dulu. Gampang nanti telepon mas lagi. Waalaikumsalam."

Entah apa yang ada dibenakku, terasa goyah pertahanan diri untuk kukuh melanjutkan kuliah. Sedangkan anakku membutuhkan, dan aku egois ingin melanjutkan apa yang telah tertanam dalam hati. Lirih suaraku membalas salamnya, ponsel diseberang sudah mati. Namu aku masih menempelkan ponselku di telinga dan beraharap mendapat restunya dengan tiba-tiba. Bayangan mataku sedikit buyar, tak mampu melihat dengan jelasnya dunia. Kutatap wajahku, ternyata orang yang di dalam cermin itu menangis. Iya, dia adalah aku yang sedang menangisi sebuah kebingungan.

"Sepurane Mas, kalau aku tidak mendengarkan nasihatmu. Izinkanlah aku untuk menimbah ilmu, aku berjanji tak akan lupa apa yang sudah menjadi kewajibanku. Sepurane Mas."

Kata-kata itu terkirim dalam pesen singkat yang kutulis dengan air mata berderai, sungguh tak kuasa menahan apa yang menjadi sebuah tanggung jawab. Namun, Allah tak akan membiarkan menghalangi sebuah niat yang tulus ikhlas pada semua hamba-Nya.

"Doa restuku bersamamu, Dik. Semoga kau sehat selalu."

Terkejut rasanya melihat pesan singkat yang dikirimkan oleh Mas Slamet, aku tahu dia adalah suami yang sangat baik dan ia sangat menyayangiku. Aku sangat terharu oleh ucapannya, dan tak ada keraguan lagi dalam hatiku untuk terus menimbah ilmu. Meskipun umurku tak lagi muda, tidak menjadi halangan untukku terus berjuang demi keluarga dan kampung halamnku. Ilmuku untuk kampung halamanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun