"Kita masuk dulu, biar nanti abah yang menerangkan."
Sungguh tak sanggup lagi untuk menahan ricuhnya hati yang bergemuruh menyebut asma Allah, apalagi aku harus menatapnya. Walau ia tak sedikitpun menatap atau sekedar melirik, hatiku tetap menyeruh getaran cinta yang tak dapatku sembunyikan.
"Dialah putriku Sarah, yang aku katakan pada ustad Bilal."
"Maafkan aku, Yai. Sungguh keberkahan untukku, bahkan aku merasa tidak pantas untuk bersanding dengan putri Yai."
Dengan cepat aku menyerga perkataan ustad Bilal. "Tidak! Tidak begitu ...."
Semua mata mentapku, terutama ustad Bilal yang sedari tadi memalingkan pandangannya. Ustad Ali dan abah, ummi hanya tersenyum tipis melihat tingkahku tadi. Sekarang aku merasa malu, sungguh sangat malu.
"Maafkan aku ...."
"Seharusnya aku yang minta maaf, entah bagaimana harusku jelaskan pada Yai, dan Nyai. Bukan aku menolak ajuan Yai, namun aku harus meneruskan pencarian ilmu dan dakwah ini. Pas sekali, hari ini aku harus berpamitan pada Yai dan Nyai juga ustad Ali yang sudah menemaniku selama di pesantren ini. Aku harus melanjutkan dakwahku, Yai. Terima kasih"
Ia pun berpamitan dengan abah dan ummi, orangtuaku sangat paham apa yang disampaikan oleh ustad Bilal dan abah tidak bisa menghalanginya, karena ia menyebarkan agama tauhid yang seharusnya semua anak mudah berpikiran seperti ustad Bilal.
Ya Allah sangat besar bukti cintanya pada-Mu, ia menempatkan berdakwah dan mencari ilmu dengan cinta yang teramat besar. Aku sangat salut padanya, meskipun hatiku sedikit sakit dengan penolakan halusnya. Semoga Allah selalu memberkahi perjalanannya dalam berdakwah dan pencarian ilmunya.