"Tak perlu kamu cari aku lagi, kupikir uang ini cukup untuk menggugurkan anak dalam kandunganmu itu ...."
Sekejam itukah? Apa dia tak punya rasa iba dan kasian. Anak yang tak bersalah ini ingin ia bunuh dan memintaku untuk menggugurkannya. Aku tak akan mengikuti sacara sadisnya.
"Kamu manusia atau setan? Kamu ingin membunuh darah dagingmu sendiri? Aku tak akan mengikuti caramu, dan aku akan membesarkannya ...."
"Baiklah, tapi ingat aku tak ingin menganggapnya anakku. Dan jangan pernah mencariku lagi, pelacur ...."
Hatiku hancur, seakan pundakku memikul beban berat. Aku lunglai begitu saja luruh tertunduk, ketika ia meninggalkanku dengan uang yang ada di amplop kuning.
Selama ini dia menganggapku seorang pelacur, sedikitpun ia tak menghargai apa yang telah aku berikan segalanya. Langit Hong kong seketika gelap gulita, awan hitam mengelilingi dan hujan pun turun perlahan membasai pejalan kaki.
Aku masih belum beranjat dari tempatku, banyak orang melihat dan tak sedikit orang Indonesia menanyakanku. Tapi aku hanya diam, perutku kini sudah membesar. Bahkan wajahku pun berubah melar, seperti balon.
*****
Usia kehamilanku sudah hampir tujuh bulan, dan baru kali ini aku membalas pesan singkat orangtuaku dan meneleponnya.
"Bu maafkan aku," lirihku terisak.
Aku pun mendengar ibuku menangis terisak, sungguh tak kuat untuk mengatakan apa pun. Aku merasa ini sangatlah berat untukku ungkapkan, bahkan kisahku sudah di updet di media mana pun. Ini membuat malu keluargaku, dan keluarga Mas Baim hanya menyalahkanku, bahwa diriku adalah pelakor yang tak tahu malu.