Mataku seakan mampu menembus awan-awan yang bergelayut dilangit, ada rasa sakit, namun tak berdarah. Itu tepatnya di hati, mungkin ini adalah ujian yang Tuhan berikan padaku.
Tidak. Kurasa Tuhan tak sekejam itu, bahkan Dia selalu memberiku peringatan, namun tak pernahku hiraukan. Sekarang aku merasa ini semua keburukan yang teramat besar.
Aku terjerumus dalam kubangan hitam dan sekarang hanya bisa terdiam, bahkan ketika aku ingin mencoba keluar. Hati dan perasaanku tertawa geli, mencemooh diriku sendiri.
"Manusia sepertimu hanya memalukan keluarga ...." seperti itulah, membuatku terpenjara oleh prasangka diriku sendiri.
Bayi yang ada di dalam perutku tak bersalah, ia adalah titipan dari-Nya. Meskipun ayahnya tak mengakui. Semua salahku, yang mau disentu oleh lelaki itu. Aku menerima ejek dari semua orang. Bahkan mereka tak segan menamakanku, garangan.
Aku tak begitu tahu apa itu garangan, namun aku mendengar kata orang. Bahwa garangan itu; seseorang yang suka berganti-ganti pasangan. Sedangkan aku hanya dengan Mas Baim, bahkan aku tidak berbuat diluar batas dengan orang lain. Aku berbuat hanya dengannya, tapi ia memfitnahku dengan begitu kejinya.
"Maafkan ibu nak, jika kelak kamu terlahir kedunia dan dipandang renda. Yakinlah, ibu tak seperti itu ...." tanganku mengelus perut yang sedikit buncit.
Aku tahu perut ini akan membesar, tapi aku tak bisa pulang begitu saja. Semua orang tahu, seluruh dunia tahu aku adalah wanita murah. Mereka menghakimi seperti itu tanpa mengetahui segalanya. Seharusnya mereka bertanya padaku, bagaimana yang terjadi. Bukan langsung memberi cap, bahwa aku adalah wanita pelakor dan tak tahu diri.
Uangku habis. Iya, habis untuk membeli kebutuhan Mas Baim, tak sedikit juga ia meminta uang padaku untuk memberi anaknya. Karena ia mengngaku, bahwa dia adalah duda.
Iya benar tebakanmu ... aku percaya begitu saja. Karena aku sudah dibutakan oleh cinta, bahkan aku rela menyerahkan hidupku untuknya. Tubuhku benar-benar sudah tercabik-cabik olehnya, bahkan ia selalu meminta hampir setiap aku libur. Dia selalu mengajakku masuk dalam hotel di daerah Tsim Sha Tsui, dan aku hanya mengikutinya.
Semua orang tahu, bahkan seluruh keluargaku tahu. Tak sedikit mereka memaki, namun tidak dengan orangtuaku. Aku lihat mereka dalam siaran, menangis. Sungguh, aku anak yang tak berguna, hanya bisa membuat mereka malu.