Seru sekali rasanya!
Melewati terowongan Cikacepit, adalah hal yang ditunggu-tunggu, karena sangat menegangkan sekaligus mengesankan.
Dari stasiun Pangandaran, kami berempat berjalan kaki sejauh dua kilometer, hingga tiba rumah Nenek Mamah.
Suami nenek, Aki Efendi, adalah seorang guru SD, yang memiliki penggilingan padi.
Jika pulang ke Tasik, kami dioleh-olehi beras, macam-macam sayur, ikan laut, kelapa dan masih banyak lagi yang lainnya. Berkarung-karung kami angkut, untuk bekal di kampung halaman.
Nenek Pangandaran memiliki 6 putra yang sangat baik. Kami bergaul bagaikan dengan saudara kandung, sehingga kami betah berlibur di sana.
Saat di Pangandaran kami kerap main ke pantai, yang jaraknya sekitar tiga kilometer dari rumah Nenek.
Kami biasa berjalan kaki pada pagi hari, dan sesampainya di laut, kami langsung berenang dengan sukacita, sambil menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi.
Pantai saat itu begitu bersih dan asri.
Selesai berenang sepuasnya, kami pun menyambangi Aki Asim, kakaknya nenek Asliku, yang rumahnya di tepi pantai.
Aki Asim bekerja sebagai tukang cukur. Di sana kami disuguhi kelapa yang langsung dipetik dari pohonnya.