Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bersedekahlah Walau Sedikit, dan Rasakanlah Keajaibannya

28 Maret 2023   22:29 Diperbarui: 28 Maret 2023   22:36 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi pribadi

Hari keenam Ramadan yang cukup cerah. Walau geluduk dan hujan sempat mengguyur kotaku tadi siang. Selepas asar, aku segera bersiap untuk berjualan.

Bismillah, semoga berkah.

Bermacam minuman serba lima ribu kubawa dengan kresek besar. Kutata dengan rapi di meja lipat, dan tersenyum menanti pembeli. Sambil tak lupa terus berzikir dalam hati, agar hati tak terusik dengan apa pun yang terjadi.

Mau laris atau tidak, kuserahkan semua kepada Yang Maha Kuasa.

Satu persatu para pejalan mulai berdatangan. Mereka jalan-jalan sore untuk ngabuburit, menanti magrib datang. Ada yang hanya melirik jualanku, ada pula yang pandangannya lurus, menatap ke depan. Dan berlalu begitu saja.

Pedagang cireng dan kentang spiral di dekatku mulai dikerubungi pembeli. Aku ikur bersyukur, melihat bestie-bestieku sibuk melayani.

"Berapa ini, Teh?" seorang anak kecil seusia anakku datang. Ia menunjuk es jelly lumut rasa melon. Salah satu tangannya memegang lengan ayahnya.

Aku menyambutnya dengan tersenyum.

"Lima ribu, Neng. Mau?"

Si anak menatap ayahnya.

"Pah, mau!"

Tangan kecilnya, menggoyang-goyangkan lengan sang Ayah.

"Boleh!" sang Ayah mengangguk.

"Beli satu, Teh!" si anak mengambil satu jelly.

"Baik, Neng!"

Kambil kresek kecil, kumasukkan jelly lumut itu. Anak itu menerimanya dengan riang.

Si Ayah mengangsurkan uang lima ribu, yang kuterima dengan penuh rasa syukur.

Mereka pun berlalu. Berturut-turut pembeli datang. Mereka membeli jelly buatanku. Alhamdulillah, tujuh buah jelly telah diambil pembeli. Uang tiga puluh lima ribu tampak menyesak di dompetku.

Seorang berbadan kekar, mendekati mejaku. Dia menyodorkan secuil kertas bertuliskan angka lima ribu.

"Uang keamanan, Bu!" katanya tanpa basa-basi.

"Oh, iya, sebentar, Pak!" segera kucabut uang lima ribu dari dompet, kuniatkan sebagai sedekah, dan kuserahkan kepadanya. Dia mengangguk hormat, lalu menuju bestieku lainnya.

Tak lama kemudian, datang pula seorang bapak menenteng sapu lidi, mendekatiku.

"Maaf, Bu, uang kebersihan dua ribu!" ucapnya sopan.

"O, ya, sebentar, Pak."

Kucari uang recehan, alhamdulillah ada uang pas, segera kuberikan dengan niat sedekah.

"Terima kasih, Bu!"

"Sama-sama, Pak!" jawabku ramah.

Si Bapak penyapu, mendatangi bestieku yang lainnya, dia berpindah dari satu pedagang ke pedagang lainnya.

Selalu ada uang keamanan untuk para penjual dadakan. Kalau di d pinggir jalan ini termasuk murah. Waktu hari pertama puasa, aku berjualan di tempat yang strategis.  Uang keamanan tujuh puluh ribu rupiah, dan uang kebersihan tujuh rupiah perhari. Hanya sampai hari kelima saja bertahan di sana, karena hujan terus mengguyur. Akibatnya, daganganku tak laku.

Alhamdulillah, hari ini Allah memberi rezeki kepada kami, para pedagang dadakan di pinggir jalan. Walau sedikit, tetap harus disyukuri. Bahkan, kami masih bisa berbagi dengan para penjaga keamanan dan petugas kebersihan.

Menjelang magrib, hujan rintik-rintik turun. Suasana mulai sepi. Aku bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Begitu pun yang lainnya.

Dagangan kumasukkan ke kresek, dan kuletakkan di gantungan motor. Meja kulipat, dan kuselipkan di kaki.

"Bu, masih ada es lumutnya!"tiba-tiba  seseorang datang, saat aku menstarter motorku.

"Oh, ada, Neng!"

Buru-buru kuumatikan motor, dan kuambil kresek.

"Mau beli rasa apa, Neng?" tanyaku.

"Saya beli semuanya, Bu!" ujarnya ramah.

Aku tertegun.

"Semuanya ada berapa bungkus, Bu?" si Neng bertanya lagi, karena melihatku bengong

"Oh, ada 23 lagi, Neng!" aku tergagap. Kusodorkan kresek berisi jelly kepadanya.

"Baik, Bu. Berapa semuanya?

"Semuanya Rp 115.000,00. Neng. Tetapi Ibu beri diskon, jadi Rp 100.000,00 saja!"

Si Neng tersenyum lebar.

"Wah, makasih, Bu. Ini uangnya!"

Kuterima uang seratus ribu. Si neng pun pamit, dan bergegas menaiki mobil yang menunggunya.

Kupandangi kepergian si Neng. Tadi aku lupa menanyakan untuk apa jelly sebanyak itu. Duh, mungkin saja dia akan berbagi takjil. Masya Allah, sungguh gadis cantik yang baik hati.

Dalam hati kuucap syukur yang tak terhingga, atas keajaiban yang kudapat hari ini. Bersedekah sedikit, sungguh berlipat balasannya

Alhamdulillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun