Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengapa Kaudorong Pikulan Si Mang? (Part 2)

13 Maret 2023   06:31 Diperbarui: 13 Maret 2023   06:59 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kapasnya juga, Teh?" si Mang penjual kembali bertanya.

"Iya, sekilo juga!" Ibu memilih pisang berwarna kuning yang bentuknya lebih panjang dari pisang nangka tadi.

Loh, ini kapas? Duh pisang kapas, ya? Kapas, kan, yang berwarna putih? Aku terheran-heran. Pertanyaan berputar-putar di benakku. Aku merasa aneh dengan nama-nama pisang.

"Ayo, kita beli sayuran!" Ibu menggamit lenganku.

"Iya, Bu!" aku menjejeri langkahnya.

Makin ke dalam, pasar makin sesak. Orang-orang hilir mudik, berbaur antara para penjual asongan dan pembeli. Kami berjalan di sela-sela kepadatan.

Tiba-tiba kulihat di depanku seorang penjual peuyeum dengan pikulannya yang besar.

Aduh, pikulannya pasti menabrakku! Pikirku.

Ketika sudah begitu dekat, secara refleks, kudorong pikulan bagian depannya agar tak menabrakku. Si Mang yang tak menyangka akan kudorong, lantas terhuyung, dan hampir terjerembab.

"Aduh!" serunya.

Pikulannya terbanting ke tanah. Untunglah, tak tumpah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun