"Kalau kamu tahu ranking, memangnya kenapa, Nak?"
"Jadi tenang," Nisa spontan menjawab sambil tersenyum simpul.
"Suka dikasih hadiah, Bu!" kata Nayla .
"Suka dimarahin Mamah, kalau gak dapet ranking!" yang lain menjawab.
Aku mengangguk-angguk sambil tertawa. Dengan hati-hati, kueri penjelasan kepada mereka.
"Begini, Nak, memang sekarang peraturannya seperti itu, tidak boleh ada perankingan dalam rapor."
"Kenapa, Bu?" tanya Nisa lagi.
"Ya, itulah, Nak. Nanti, yang dapat ranking bagus, takutnya menjadi egois, dan yang tidak mendapat ranking, seperti yang dikatakan temanmu tadi, akan merasa sedih, dan dimarahin mamahnya.!"
Kulihat mereka mengangguk-angguk mengerti, meski ada raut kekecewaan di wajahnya.
"Anak-anakku, bagi Ibu, kalian semua adalah anak yang istimewa. Ada yang istimewa dalam pelajaran IPA, ada yang istimewa dalam menyanyi, ada yang istimewa dalam Matematika, olahraga, dan macem-macem. Oleh karena itu, menurut ibu, kalian semua adalah juara!" kataku sambal mengacungkan jempol.
"Juara satu, ya, Bu!" celetuk Fauzan, siswaku yang pandai menyanyi.