Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Siapakah Anak Berwajah Pucat dan Berambut Keriting itu?

2 Desember 2022   07:50 Diperbarui: 2 Desember 2022   08:30 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Neni Hendriati

Hm, suasana hari ini sungguh cerah,

Selama seminggu lebih, Tasikmalaya diguyur hujan lebat, bahkan sampai tadi malam, gerimis msih membasahi pelataran. Kini, tak ada lagi, jalanan terlihat kering, cuaca pun terasa hangat.

Cocok nih tuk nyepedah lagi, pikirku. Kebetulan cucu-cucu yang biasa menginap di malam Minggu, masih terlelap. Setelah berpamitan kepada paksu, kukeluarkan sepeda kesayangan, dan udara segar menerpa wajahku

Terlalu pagi nampaknya, tak seorang pun kulihat di lingkungan perumahan.

Bisa dimaklumi, mereka masih menikmati Minggu dengan aktivitas di rumah, bahkan mungkin ada yang masih meringkuk di bawah selimut. Sangat menguntungkan bagiku, yang kadang sering kaget bila berpapasan dengan kendaraan lain, apalagi yang memperdengarkan suara knalpot bising, bikin hati tak tenang.

Berkeliling mengitari perum, tampaknya ide bagus. Kususur jalanan sepi, gang semi gang, mulai dari yang terdekat, sampai di jalanan yang belum pernah kulewati. Luas juga nampaknya perum yang kutempati ini.

Arah lurus ke belakang masjid, suasana sangat sepi. Jalanan agak menanjak, kugenjot sepeda menyusuri jalan di pinggiran sawah, terhalang benteng perumahan. Jejeran rumah, tak terawat, tampak tak berpenghuni. Sayang sekali, padahal, masih banyak di antara kita yang belum memiliki rumah hunian! Dan ini, dibiarkan kosong, tanpa perawatan.

Dengan napas agak ngos-ngosan, sampai juga di jalanan mendatar. Di depanku tampak seorang anak laki-laki, berambut keriting kemeraham, berjalan sendirian.

Wah, berani betul, Nak! batinku.

Dia mengenakan jeans biru, kaos kuning berbunga-bunga. Mungkin jaman sekarang, anak laki-laki juga senang dengan bunga. Kulewati dia, dan sempat kulirik, dia tengah menatapku, dengan tatapan kosong dan wajah putih pucat. Serasa ada yang berdesir di jantunku, entah apa. Kuajak senyum, dia melengos dan menunduk. Ah, mungkin dia takut melihatku. Segera kukayuh sepeda meninggalkannya.

Baru beberapa meter, rasa penasaran tentang anak pemberani itu, membuatku menghentikan sepeda dan kutengok ke belakang. Lho, kok gak ada? Aku terkejut! Kutengok kiri kanan, tak ada anak itu. Ke mana perginya?

Kalau diamati, tidak ada jalan yang dapat dilalui ke kanan atau ke kiri, karena sebelah kiri adalah benteng,pemisah sawah dan perumahan, sebelah kanan adalah rumah-rumah kosong dengan pagar terkunci.

Seketika kurasakan bulu kuduk merinding, segera kubalikkan sepeda, menyusur jalan yang telah kulewati. Tetap tak kutemukan anak itu!

Sesaat aku termangu di tengah jalan, suasana lengang, semakin membuatku ketakutan. Segera ku berlalu dari situ. Pulang! Itu yang kupikirkan.

Kukayuh sepeda, menyusuri jalanan, dan kulihat di depan, masjid yang tadi kulalui. Ada sedikit rasa lega, berarti aku masih di jalan yang benar!

Jalan-jalan hari ini kuurungkan.

Masih kupikirkan, siapa anak berwajah pucat misterius itu.

Mungkinkah dia...? Hiy,

Ah!

(Tulisan pernah diterbitkan di jurdik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun