"Nanti saya cicil, Bu!" ujarnya pelan. Kepalanya menunduk.
Serasa ada yang mengiris di hati, tak tega mendengar kata-katanya. Tino patut diberi sebetulnya. Tetapi demi mendidiknya, saya kuatkan hati untuk mendukungnya.
"Bagus, Tino, cicillah jika sudah ada, ya," kuusap punggungnya, menguatkan hatinya.
Mereka pun islah dan bersalaman. Disaksikan para guru, Andi dan Tino berjanji untuk tidak memalak lagi.
Kupandangi mereka. Dalam hati, aku berjanji untuk lebih memperhatikan mereka, terutama Tino. Takkan kubiarkan dia kelaparan di sekolah, yang membawanya kepada perbuatan tak terpuji.