Mohon tunggu...
NENI RATNA YULIANI
NENI RATNA YULIANI Mohon Tunggu... Administrasi - Membaca Dan Menulis Adalah Dua Sejoli

Saya, seorang ibu rumah tangga biasa yang juga seorang ibu bekerja, yang suka banyak hal untuk dikerjakan. Saya suka menulis, meskipun hanya sebatas untuk disimpan sendiri sebagai catatan pribadi atau bisa disebut sebagai diary sehari-hari saya. Saya suka membaca, apa saja. Dari mulai novel, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Menyanyi pun saya suka, tapi hanya sebatas menyanyi di rumah, tidak untuk tampil di depan umum. Memasak pun saya suka, tapi juga sebatas untuk makanan biasa yang tidak memerlukan perlengkapan lengkap. Yang paling terkini yang masih saya lakukan adalah berkebun, menanam dan merawat tanaman hias. Saya juga senang bermedsos. Saya punya akun Facebook, Instagram, Twitter, dan bahkan punya channel Youtube, di mana saya bisa mengunggah video dari kegiatan saya berkebun dan merawat tanaman hias. Sisanya, saya suka nonton film. Saya suka film apa saja, tetapi saya paling suka dengan film drama, film detektif, dan film biografi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sekilas Pandang Taman Ismail Marzuki Cikini Sekarang (Di Penghujung Tahun 2022)

15 November 2022   15:16 Diperbarui: 15 November 2022   17:04 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini, di awal buan Oktober 2022, saya berdua dengan teman kantor saya, sengaja mengunjungi Taman Ismail Marzuki. Teman kantor saya ini, sudah lama merantau di ibu kota Jakarta, dari tahun 2012, tetapi belum  sekali pun menginjakkan kaki di Taman Ismail Marzuki ini. 

Kalau saya, lumayan sering, apalagi kalau hanya sekedar lewat di depannyaa saja, tak akan terhitung jumlahnya. Tapi yang jelas, sejak ditutup karena harus direvitalisasi oleh Pemprov DKI Jakarta di tahun 2019, otomatis sejak saat itu juga saya belum pernah lagi berkunjung ke sana.

Akhir-akhir ini saya melihat di pemberitaan yang menginformasikan bahwa revitalisasi TIM ini sudah hamper selesai, dan sudah dibuka kembali secara bertahap, pengunjung sudah diperbolehkan masuk. Jadi dengan berbekal informasi itulah saya datang ke sana.

Beralamat di Jl. Cikini Raya No. 73, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, lokasi TIM sangat strategis dan sangat mudah dijangkau. Tidak jauh dari Stasiun Cikini dan Stasiun Gondangdia, Taman Suropati dan Jl. Surabaya Menteng, dekat dengan Tugu Proklamasi di Jl. Pegangsaan, tidak jauh pula dengan area Tugu Monas dan Stasiun Gambir, Tugu Tani/Hotel Aryaduta, serta cukup dekat dengan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.

Saat menginjakkan kaki lagi  ke pelataran Taman Ismail Marzuki, setelah sekian lama tidak ke sana,  pemandangan tampak depannya saja sudah sangat berbeda dengan yang terakhir saya lihat beberapa tahun yang lalu. Halaman depannya tidak begitu luas, dan dari dulu pun memang seperti itu. 

Pengunjung yang terlihat tidak begitu ramai, beberapa ada yang sedang asik berswafoto, yang lainnya sedang duduk-duduk di tangga sebuah bangunan yang terletak di bagian kiri dari pintu masuk ke TIM.

Dari trotoar  Jl. Raya Cikini, kita akan langsung melangkahkan kaki ke halaman TIM, trotoar dan halaman TIM hanya dipagari oleh jajaran tiang-tiang kecil dari tembok yang tingginya kurang lebih satu meter, berderet berbaris dari ujung ke ujung, kecuali  akses masuk  ke area TIM untuk keluar masuk kendaraan. 

Sepertinya tiang-tiang kecil ini sengaja diatur seperti itu untuk menghindari kendaraan masuk dan parkir sembarangan di halaman TIM, secara jalanan, trotoar dan halaman TIM mempunyai permukaan yang rata dan sejajar.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Di tengah halaman TIM , berdiri satu kotak berwana merah dengan tulisan “Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki”. 

Tepat di belakangnya, kita akan melihat taman seperti bukit yang melengkung,  yang dinamakan Taman Parkir, semua areanya ditanami rumput, lebih jauh tampak di belakangnya, ada dua kubah warna putih, dan inilah yang disebut Gedung Planetarium.

Di sebelah area TIM ada tiga bangunan apartemen menjulang tinggi, yang kalau dilihat sepintas, seperti menyatu dengan area TIM tersebut, padahal tentunya tidak, bangunan apartemen tersebut adalah bangunan yang kebetulan saja terletak di sebelah komplek TIM.

Di sebelah kiri area halaman TIM, tampak berdiri sebuah patung berwarna coklat, patung seorang pria yang sedang membawa sebuah gitar. 

Patung tersebut adalah patung sang maestro musik, yaitu Ismail Marzuki. Seorang putra Betawi asli, yang berkat jasa dan kontribusinya di bidang musik di tanah air,  selain dinobatkan sebagai salah satu pahlawan nasional, nama beliau juga diabadikan menjadi nama pusat kesenian di Jakarta yaitu Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.

Sebelum lanjut ke bahasan mengenai Taman Ismail Marzuki ini,  rasanya ingin juga saya berbagi cerita sedikit,  bahwa saya juga seorang penggemar berat lagu-lagu beliau. 

Waktu saya kecil, ayah saya membeli satu kaset, full satu kaset tersebut side A dan side B-nya terdiri dari lagu-lagunya Ismail Marzuki, yang kalau tidak salah,  dinyanyikan oleh  Zwesti Wirabuana. 

Kaset ini unik, untuk setiap lagu yang akan diperdengarkan, akan terlebih dahulu dibuka oleh sebuah narasi tentang lagu tersebut, kapan diciptakan oleh Ismail Marzuki, lagunya menceritakan tentang apa, bahkan tentang siapa itu Ismail Marzuki. 

Dari situlah saya mengenal Ismail Marzuki, selain tentunya telah mengenalnya di bangku sekolah. Saya hafal beberapa lagunya sampai sekarang, sebut saja: Juwita Malam, Kopral Jono, Payung Fantasi, Jangan Ditanya, Tinggi Gunung Seribu Janji, Sabda Alam, Aryati, Halo-Halo Bandung, Melati Di Tapal Batas, Indonesia Pusaka, Bandung Selatan Di Waktu Malam, Gugur Bunga, Rindu Lukisan, dan masih banyak lagi. 

Salah satu yang terfavorit adalah lagu yang berjudul Sepasang Mata Bola, saya sampai sengaja mengajarkannya kepada anak saya, agar hafal lagu tersebut, lagu indah abadi, dan saya bilang kepada anak saya itu, kalau pas mata pelajaran SBK dan salah satunya diharuskan tampil menyanyi di depan kelas, coba bawakan lagu ini dengan baik, insyaallah kamu akan dapat nilai yang tinggi. Meskipun saya tidak tahu, apakah setelah itu, anak saya benar-benar mengikuti saran saya itu atau tidak.

Mari kita lanjut untuk membahas TIM lagi. Masih di area depan (halaman TIM), di sebelah kiri, tampak ada satu bangunan panjang, dan ternyata gedung ini namanya memang Gedung Panjang. 

Untuk bisa memasukinya harus meniti anak tangga, dan anak tangga di bagian bawah, dikelilingi kolam kecil, yang di bagian depannya persis berdiri patung Ismail Marzuki yang tadi sudah saya sebutkan di awal. 

Pada dinding bagunan bagian samping, akan tampak barisan huruf bertuliskan Gedung Ali Sadikin. Bapak Ali Sadikin, adalah Gubernur DKI Jakarta, yang pada masa jabatannya, beliaulah yang meresmikan TIM ini pada tanggal 10 November 1968. 

Di Gedung Panjang inilah terdapat perpustakaan yang saat ini sedang ramai dikunjungi oleh para pencinta buku, dan di dalam gedung ini juga ada Pusat Sastra H.B, Yassin yang ruang auditoriumnya sering dijadikan tempat untuk berkumpul orang-orang dari komunitas seni.

Setelah itu mari kita masuk ke area bagian dalam komplek TIM, wow, di bagain dalam ternyata suasana lebih ramai, dan saya mendapati banyak sekali kelompok-kelompok tari yang sedang berlatih koreografi, setiap kelompok rata-rata terdiri lebih dari 10 orang, ada kelompok anak-anak kecil, ada kelompok para remaja, dan kelompok orang dewasa, dan tak urung aksi mereka menyedot pengunjung untuk menontonnya, termasuk saya dan teman saya, jadi ikut menonton juga beberapa saat. 

Mereka itu tentunya orang-orang yang berbakat di bidang tari, gerakan kompak, dinamis, keren, menggambarkan bahwa mereka adalah kelompok yang sudah terlatih, dengan pelatih yang juga merupakan  koreografer yang sudah handal. Dari wajahnya yang hitam manis, saya sudah bisa menebak mereka adalah para koreografer dari Indonesia Bagian Timur, keren sekali.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Lalu saya mengedarkan pandangan ke sekeliling, untuk memutuskan ke mana dulu, dan ke mana lagi, saya harus berkeliling. Tampak ada gedug dengan nama Gedung Trisno Soemarjo, Graha Bhakti Budaya, di tengah-tengah komplek ini juga saya melihat ada dua tembok berupa kubus. Yang di bagian luarnya terlihat gambar dan grafiti sang maestro musik Ismail Marzuki. 

Satu kubus lagi bergambar Raden Saleh, yang juga merupakan seniman, pelukis ternama di masa kolonial Belanda, yang namanya diabadikan sebagai nama sebuah jalan yang juga tidak jauh dari Jl. Cikini Raya, yaitu Jl. Raden Saleh. 

Sebelum berubah menjadi TIM, dahulu, ruang publik ini bernama Taman Raden Saleh yang merupakan Kebun Binatang Jakarta sebelum akhirnya dipindahkan ke Ragunan, Jakarta Selatan.

Akhirnya, saya melaangkahkan kaki ke area paling belakang dari kompik TIM. Pandangan mata saya langsung melihat sebuah gedung megah yang merupakan gedung teater, penampakan bagian depannya sangat unik berbentuk segitiga, yang ditopang dengan tiang tinggi ditengah-tengahnya, di sisi kiri dan kannnya, terhampar tangga melengkung  yang bisa membawa para pengunjung mencapai lantai mezanin di atasnya.  

Gedung ini dinamakan Gedung Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM) merupakan Gedung Pertunjukan untuk kegiatan seni budaya berskala besar. 

Fasilitas yang terdapat di gedung ini antara lain kursi penonton sebanyak 1.200 buah (3 lantai), panggung berukuran 14m x 16m x 9m, Ruang VIP, Ruang Rias, Ruang Tata Suara (Sound System) dan Tata Cahaya (Lighting System), Area Lobby Tempat Tunggu Penonton, Ruang Latihan Tari, area Loading Dock barang serta Basement Parkir 1 & 2. Gedung ini juga di lengkapi dengan Eskalator dan Lift.

Dari area belakang  Taman Ismail Marzuki, saya kembali lagi ke bagian depan, naik ke taman yang dari depan ketika baru tiba di sana pun sudah mulai tampak, saya sengaja melihatnya menjadi bagian yang terkahir karena posisinya yang di atas terebut. 

Taman ini dinamakan Taman Parkir, sebuah taman hijau tepat di atas basement. Taman ini memiliki tampilan yang instagramable sehingga sering kali dijadikan lokasi sebagai tempat berfoto. 

Waktu terbaik untuk datang ke Taman Parkir adalah di sore hari karena pengunjung bisa sambil melihat sunset yang berlatarkan pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.

Selain itu, tentu saja, di TIM ini kita akan melihat  gedung Planetarium dengan kubahnya yang bundar yang sangat khas, yang mana bentuk kubah ini adalah salah satunya yang dipertahankan bentuk aslinya. 

Planetarium adalah wahana wisata perbintangan dan benda-benda langit. Wisata ini cocok dijadikan sebagai wisata edukasi yang mengajarkan tentang dunia astronomi.

Selain tiket masuknya gratis, kecuali untuk masuk ke planetarium dan menonton pertunjukkan atau teater serta bioskop, fasilitas di TIM ini cukup lengkap, ada tempat parkir, mushola, food court, bioskop, dan toilet. 

Hanya saja, pengerjaan renovasinya memang belum 100 persen selesai, masih terlihat ada tukang-tukang yang masih bekerja, beberapa bagian di sana-sini ada yang masih belum rapi.

Demikian sekilas pandang dari Taman Ismail Marzuki saat ini. Sepertinya kalau sudah rapi 100 persen, saya harus kembali lagi ke sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun