Pemilihan Umum memanggil kita. Ya, hari pencoblosan tinggal menghitung hari. Tersisa tiga hari lagi menuju 14 Februari 2024. Hari di mana seluruh rakyat Indonesia menghadiri "pesta demokrasi".Â
Kita akan mendapatkan pasangan presiden dan wakil presiden baru untuk memimpin bangsa ini selama lima tahun ke depan. Kita juga akan menentukan siapa wakil rakyat yang akan terpilih, baik di DPR Pusat, DPR Provinsi, maupun DPR Daerah.
Anak pertama saya, Putik Cinta Khairunnisa, sudah memiliki hak suara pada Pemilu Presiden atau Pilpres pada Rabu 14 Februari 2024. "Hari Kasih Suara" begitu Kang Emil atau Ridwan Kamil memplesetkan "Hari Kasih Sayang". Kebetulan usia anak saya saat ini 18 tahun, masih SMA kelas 12.
Itu artinya, ia menjadi pemilih pemula. Dikatakan pemilih pemula jika usia pemilih rentang antara 17-21 tahun. Jadi, suara pemilih muda ini sangat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin negeri ini.
Februari tahun lalu, Â ada seorang petugas Pantarlih atau Petugas Pemutakhiran Data Pemilih didampingi tetangga saya, Ibu Ratna, mendatangi rumah kami. Ia memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan tujuan kunjungannya.
Saya mempersilakan masuk. Petugas lantas mendata keluarga kami. Saya sudah siapkan juga Kartu Keluarga mengingat Ibu Ratna sudah mengingatkan di group warga. Petugas kemudian bertanya-tanya siapa saja yang sudah memiliki hak pilih.Â
Saat di data, anak saya belum punya KTP karena usia 17-nya pada September. Itu artinya, untuk tahun 2024 anak saya sudah punya hak suara. Petugas lantas memberikan catatan.
Jadi, keluarga kami ada 3 orang yang sudah berhak memberikan hak suaranya, yaitu saya, suami, dan anak pertama saya. Dua anak saya yang lain belum berusia 17 tahun. Anak kedua baru jalan 17 tahun (berarti usia 22 tahun baru memiliki hak pilih), anak ketiga baru 13 tahun (5 tahun ke depan sudah punya hak pilih di saat usianya 18 tahun).
Petugas mendata kesesuaian hubungan kami dengan Kartu Keluarga. Terlihat petugas menulis NIK kami lalu memotret KK berhubung suami dan anak saya tidak sedang di rumah. Tapi saya punya dokumentasi foto KTP suami di galeri HP saya.
Pendataan tidak lama. Tidak sampai 15 menit. Setelah didata, kami pun diberi lembaran kertas yang sudah saya tanda tangani. Tidak lupa petugas juga menempelkan stiker di jendela yang menandakan rumah kami sudah didata.
Petugas pantarlih adalah badan pelaksana Pemilu (Pemilihan Umum) yang berada di bawah tingkat desa/kelurahan atau di lingkungan Tempat Pemungutan Suara (TPS) berada.
Berdasarkan informasi yang saya baca, petugas Pantarlih ini diangkat oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Karena itu, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pantarlih bertanggung jawab kepada PPS.
Sebagai pemilih pemula, yang notabene generasi Z, bisa dibilang anak saya masih "buta" mengenai pemilu. Wajar, karena belum punya pengalaman. Dan, ini menjadi pengalaman pertama. Meski memilih atau tidak memilih merupakan pilihan setiap individu, tapi anak saya harus menggunakan hak pilihnya dengan baik.
Sebagai orang tua, suami mengingatkan anak kami, untuk jangan asal memilih. Meski ini adalah pengalaman baru, memilih pemimpin bangsa untuk lima tahun ke depan harus benar-benar tepat.
Meski kita bebas memilih siapa saja dari calon-calon yang ada, bukan berarti tanpa perhitungan dan pemikiran. Jangan sampai memilih calon pasangan pemimpin yang salah dan akhirnya membuat kita kecewa. Sama kecewanya dengan rezim pemerintahan sekarang.
Pemilu memang pesta demokrasi, tapi jangan sekedar yang penting "saya sudah memberikan hak suara saya". Atau jangan berpikiran skeptis "siapa pun pemimpin yang terpilih, tidak akan mengubah nasib saya" seperti anggapan generasi sebelumnya. Perlu diingat satu suara dapat menentukan masa depan bangsa Indonesia.
"Kakak harus pilih pemimpin yang bersih, jujur, tidak culas, tidak menghalalkan segala cara. Cara mengetahuinya ya dengan banyak melihat dan banyak membaca profil masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden," kata suami, kemarin sore.
Karena itu, Si Kakak diminta harus memperkaya pengetahuan dan mencari informasi dengan kritis. Harus bisa membedakan informasi yang diterima fakta atau hoax.
Manfaatkan handphone dengan sebaik-baiknya. Kesadaran berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan harus dimulai dengan keaktifan mencari informasi.
Minimal aktif mencari informasi riwayat kandidat. Aktif mencari informasi tentang visi misi calon. Aktif mengikuti kegiatan kampanye meski hanya lewat media sosial atau membaca berita. Datang ke TPS pada hari dan waktu yang telah ditentukan untuk menggunakan hak pilih.
Penting bagi para pemilih pemula untuk memiliki kesadaran, bukan sekedar ikut-ikutan dengan temannya atau yang lain. Karena, pemilih pemula ini memiliki peranan besar dalam Pemilu 2024.
Jumlah pemilih pemula pada pemilu kali ini sangat besar. Berdasarkan data, sekitar 60% hingga 70% adalah pemilih pemula atau pemilih kedua. pemilih pemula yang nantinya mampu memberikan penyegaran dan pencerahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke depannya.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 2023 terdapat sebanyak hampir 204,8 juta pemilih. Dari jumlah tersebut, 25 juta orang adalah pemilih pemula.
"Kak, politik itu memang sesuatu yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Kepedulian kita sangat menentukan jalannya demokrasi. Jangan sampai kita hanya menjadi objek politik. Kita harus menjadi subjek politik," ujar suami yang dipanggil Daddy oleh anak-anak kami.
"Jadi pemilih pemula pada pemilu 2024 ini harus mempunyai sikap rasional dan cerdas. Harus bisa mengkaji rekam jejak dan kredibilitas para calon pemimpin. Termasuk apakah mereka juga pernah memiliki jejak kriminal atau kasus korupsi," tambah suami.
Anak saya mendengarkan dan menyimak apa yang disampaikan Daddy-nya sambil berdiskusi mengenai setiap paslon capres dan cawapres. Baik yang nomor urut 1 (Anies Baswedan - Muhaimin), nomor urut 2 (Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka) maupun nomor urut 3 (Ganjar Pranowo - Mahfud MD).Â
Disampaikan juga apa visi misi para kandidat, termasuk keunggulan-keunggulan mereka. sambil sesekali "memengaruhi" pilihan Si Kakak untuk memilih yang sama. Jangan pilih yang ini, pilih yang ini saja, katanya, sambil membeberkan data-data dan fakta.
"Pokoknya Kakak jangan sampai golput ya. Nggak boleh itu. Gunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya. Datang ke TPS, lakukan pencoblosan dengan benar. Kakak juga perlu mengawal proses pemilu agar tetap jurdil dan luber atau jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia," ucap suami.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 22 E ayat 1 menyatakan Pemilu dilaksanakan secara umum berdasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Di Depok sendiri berdasarkan berita.depok.go.id, ada 36 persen atau sekitar 46 ribu pemilih pemula dari 1,3 juta warga Depok yang masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).Â
Kami sendiri baru dapat undangan menghadiri "pesta rakyat" habis Isya tadi. Undangan yang diterima suami saya untuk tiga orang. Â Seperti pemilu sebelum-sebelumnya TPS-nya di Lapangan Berlian, tidak begitu jauh dari rumah kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H