Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Satu Dekade Penyelenggaraan Jaminan Sosial, Dulu Ogah, Kini Antre Ajak Kerjasama

12 Januari 2024   14:07 Diperbarui: 12 Januari 2024   14:08 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyelenggarakan diskusi bertajuk Kaleidoskop Sistem Jaminan Sosial Nasional: "Refleksi Satu Dekade Penyelenggaraan Jaminan Sosial di Indonesia", Kamis, 11 Januari 2024, di kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta.

DJSN adalah lembaga yang berfungsi sebagai perumus kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. DJSN berdiri sebagai amanah UU No. 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24/2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). DJSN melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan SJSN di Indonesia.

Diskusi ini menghadirkan narasumber Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), drg. Agus Suprapto, M. Kes, Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. Ghufron Mukti beserta Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Irawan Buntoro.

Jaminan nasional bagi perlindungan sosial diartikan sebagai segala upaya yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, menangani risiko dan tantangan sepanjang hayat dari adanya guncangan, ketidakpastian, kerentanan sosial yang dihadapi setiap warga negara.

Terdapat enam program jaminan sosial yaitu Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia tidak terasa sudah berjalan selama satu dekade atau 10 tahun. Dimulai dari tahun 2014 dengan perubahan PT Askes (Persero) bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Perubahan tersebut didasari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai wujud dimulainya pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.

Di awal-awal perjalanannya, penyelenggaraan jaminan sosial tertatih-tatih dan terseok-seok, sampai berdarah-darah. Banyak yang meragukan dan penolakan (terutama dari pihak RS swasta). Kini mengalami kemajuan yang amat pesat dan mendapat banyak kepercayaan. Masyarakat dan pemilik layanan kesehatan sama-sama merasakan manfaat dari jaminan sosial tersebut.

Jika dulu ada istilah "orang miskin dilarang sakit", maka dengan sistem jaminan sosial orang miskin pun kini bisa berobat di rumah sakit, separah apapun sakitnya. Semua ditanggung oleh negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dulu, untuk berobat saja harus menjual aset-aset berharga: tanah, sawah, rumah, perhiasaan, kini tidak lagi ditemukan hal demikian. Pengobatan kini menjadi lebih tenang karena tidak dibebani pikiran mengenai biaya berobat. Pasien pun mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Ketua DJSN Agus Suprapto menjelaskan
penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat selama 1 dekade terakhir. Terlihat dari meningkatnya cakupan kepesertaan, kualitas layanan, dan manfaat yang diberikan.

Dalam catatan DJSN, jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia pada 2023 mencapai 96,3% atau telah melebihi target peta jalan 2023 yang 91%. Sementara itu, jumlah peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Indonesia pada 2023 mencapai 42% sedikit di bawah target peta jalan 2023 (43,92%).

"Tren positif ini dinilai perlu dilanjutkan di masa mendatang. Kita berharap jaminan sosial terus berlangsung di Indonesia dan memberikan manfaat bagi Indonesia untuk mendorong generasi emas ke depan. Karena bagaimanapun negara harus hadir untuk memberikan perlindungan sosial bagi seluruh penduduk di Indonesia," ucapnya.

Bila seluruh masyarakat Indonesia terlindungi jaminan sosial kesehatan, maka akan meningkatkan rasa aman, dan memberikan manfaat untuk mendorong generasi emas 2045.

Meski penyelenggaraan Jaminan Sosial berkembang pesat, namun bukan berarti perjalanannya ke depan fine-fine saja. Tentu saja akan berhadapan dengan sejumlah tantangan dan resiko. Di antaranya, resiko kecelakaan kerja, perubahan segmentasi kepesertaan dari pekerja formal ke pekerja informal (portabilitas).

Menurut Agus, Indonesia masih menghadapi penyakit yang tidak diketahui datang dari mana. Sebanyak 19,9 persen penduduk Indonesia di 2040 berusia lanjut dan risiko kesehatan sangat besar. Diproyeksikan pada 2040 penduduk berusia lanjut mencapai 19,9% dari total penduduk di Indonesia.

Tantangan lainnya yaitu perlindungan jaminan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Di samping itu, risiko pekerja kita juga makin besar sebagaimana kejadian beberapa hari terakhir.

"Saat ini, risiko terpapar penyakit katastropik dan risiko dalam pekerjaan semakin meningkat. Kami berpendapat perlindungan sosial masih sangat dibutuhkan siapa pun presiden yang memimpin. Sehingga meningkatkan rasa aman, produktivitas dan dapat terhindar dari risiko kemiskinan," ucapnya.

Adanya tantangan-tantangan tersebut, Agus berharap dapat diatasi melalui kerja sama dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan.

Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti (kiri) memberikan keterangan (dokpri)
Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti (kiri) memberikan keterangan (dokpri)

Dulu ogah, kini antre ajak kerjasama dengan BPJS Kesehatan

Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menambahkan lebih 95 persen penduduk Indonesia sudah terjamin BPJS Kesehatan hanya dalam kurun waktu 10 tahun. Bagi sebagian negara lain untuk mencapai ke angka ini membutuhkan waktu yang lama.

"Di Jerman mulai dari 1883 butuh waktu 127 tahun untuk mencapai ini dan Belgia butuh waktu 118 tahun, paling cepat Korea Selatan perlu waktu 12 tahun, sementara Indonesia hanya 10 tahun. Ini luar biasa," ucap Ghufron.

Dia menambahkan, pada 2023 kepercayaan masyarakat menggunakan BPJS Kesehatan meningkat tajam sampai 1,6 juta per hari penggunanya. Dengan kepercayaan ini, lebih Rp40 triliun harus dibayarkan BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan.

"Maka faskes yang dulu ogah-ogahan kerja sama malah sekarang antre untuk kerja sama. Kami terus meningkatkan pelayanan dengan tagline Mudah, Cepat dan Setara," ujar Ghufron.

BPJS Naker Bidik Pekerja Bukan Penerima Upah

Sementara itu, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Irawan Buntoro menjelaskan dalam peta jalan BPJS Ketenagakerjaan, ditargetkan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan mencapai 70 juta pekerja pada 2026, apapun profesinya.

"Dulu target utama untuk mendapatkan perlindungan adalah pekerja dari segmen pekerja penerima upah (PU) atau pekerja formal, namun saat ini fokus itu berubah kepada pekerja bukan penerima upah (BPU) atau pekerja informal," ucapnya.

Saat ini, jumlah peserta BPJS Naker baru mencapai 41,56 juta pekerja. Jumlah tersebut kurang lebih setara dengan 65 persen dengan coverage rate jumlah pekerja yang menjadi semesta perlindungan program jaminan sosial.

Rata-rata penambahan tenaga kerja aktif yang terlindungi BPJS Ketenagakerjaan sejak 2014 hingga 31 Desember 2023 sebesar 2,75 juta pekerja. Adapun pencapaian tahun lalu sebesar 5,70 juta tenaga kerja aktif. Jumlah ini merupakan penambahan tertinggi sejak 2014.

Selain itu, pihaknya juga menargetkan dana investasi mencapai Rp1.001 triliun pada 2026. Hal ini semata-mata agar BPJS Ketenegakerjaan dapat memenuhi kewajiban kepada peserta.

"Realisasi penerimaan iuran pada 2023 telah mencapai Rp96,9 triliun dan di 2024 kami perkirakan akan mencapai Rp100 triliun. Ini akan terus kami jaga dan tingkatkan. Pembayaran manfaat pada 2023 kami sudah mencapai Rp52,7 triliun," ujarnya.

Sebanyak 4,3 juta orang penerima manfaat yang didominasi penerimaan manfaat program jaminan hari tua mencapai 83 persen atau 3,6 juta. Dana investasi pada 2023 tercatat Rp708,9 triliun.

Sebagai BPJS Ketenagakerjaan, pihaknya optimis jika melihat perjalanan jaminan sosial ketenagakerjaan yang telah memasuki 1 dekade ini. Karena itu, pihaknya menegaskan jaminan sosial  ketenagakerjaan ini adalah kebutuhan dasar yang harus dimiliki oleh seluruh pekerja Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun