"Mbak beli cabai merah setan," pinta saya.
"Mau berapa? 5000?" tanyanya.
"Coba lihat 5000 seberapa banyak," kata saya.Â
Eh ternyata cuma sejumput tangan saja. Sedikit amat. Mana cukup itu buat bikin sambal secara kami suka makan sambal. Akhirnya, saya minta ditambah Rp10.000. Ah ini mah tidak sampai seminggu habis. Ya sudahlah, nanti tinggal beli lagi.
Selesai berbelanja sayur mayur, lanjut belanja lauk pauk. Ikan adalah kesukaan anak saya, apalagi jika dipanggang dan dicocol sambal kecap dengan nasi yang masih panas. Bisa boros nasi itu.Â
Ada udang, cumi, ikan kakap, gurame, kepala ikan, bandeng, patin, dan banyak lagi. Ternyata, kata abang penjualnya, untuk harga-harga ikan tidak mengalami kenaikan. Masih relatif normal. Saya pun membeli udang, cumi, ikan patin, kepala ikan kakap.
Kalau harga telur malah di warung depan masjid, turun. Kemarin saya beli setengah kilogram harganya Rp14.000, yang biasanya Rp15.000. Turun seribu rupiah sih. Katanya sempat naik sekilo Rp30.000, terus turun lagi. Entah apa penyebabnya. Dia tidak tahu, katanya.
Meski harga kebutuhan pokok naik, Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, memastikan stok pangan aman. Harga naik, namun masih relatif terjangkau. Karena itu, masyarakat diminta untuk tidak perlu khawatir. Begitu berita yang saya baca di laman resmi Pemkot Depok.
Kawan saya yang juga tinggal di kompleks yang sama mengeluhkan harga-harga kebutuhan pokok yang naik. Terutama cabai merah mengingat dirinya pelaku UMKM yang memproduksi rendang dan sambal yang notabene memerlukan cabai.Â
Ia bingung bagaimana menyiasatinya. Harga produk dinaikkan tidak mungkin juga khawatir akan memberatkan pelanggannya. Mengurangi berat produk juga tidak mungkin karena khawatir akan dikeluhkan. Katanya, sudah tidak bisa dikurang-kurangi lagi.
Jadi, untuk sementara ia pun menghentikan memproduksi rendang dan sambal sampai harga dinilainya benar-benar cukup kondusif. Daripada sudah mengeluarkan effort yang cukup besar eh ternyata pelanggannya malah beralih ke jenis lauk lain yang harganya lebih terjangkau.