Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penting Orang Tua Ambilkan Raport Anak

24 Desember 2023   22:08 Diperbarui: 25 Desember 2023   06:28 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wali Kelas XII IPS 4 Sensei Tirta (Dokumen pribadi)

Jumat 22 Desember 2023, jadwal ambil raport anak-anak. Semuanya di hari yang sama dan di jam yang juga sama. Mungkin karena mengejar shalat Jumat, jadi sepertinya waktu pengambilannya dibarengi begitu. 

Alhamdulillah, saya dikaruniai tiga anak. Semuanya perempuan. Anak pertama (kelas 12) dan anak kedua (kelas 11) kebetulan satu sekolah,  sementara adiknya masih SD, di kelas 6.

Kebetulan di hari Jumat kemarin itu, saya ada agenda kegiatan Peringatan Hari Ibu ke-95 di Rumah Perjuangan Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat. Diinformasikannya juga mendadak.

Untungnya agendanya pagi. Saya hitung-hitung waktu, terkejarlah buat ambil raport anak-anak. Plan saya, ke sekolah si bungsu dulu, baru ke sekolah kakak-kakaknya. 

Sebisa mungkin sebagai orang tua, sayalah yang harus mengambilnya. Ini sudah menjadi kebiasaan saya. Mulai dari saat anak-anak TK, SD, SMP, hingga kini SMA.

Bisa saja sih kemarin itu saya minta tolong suami. Kebetulan suami juga work from home. Tapi saya urungkan. Kalau bukan saya yang mengambilnya seperti ada sesuatu yang hilang. Lagi pula kalau suami yang ambil raport pasti tidak "sekepo" saya.

Ada perasaan bersalah jika melewatkan moment penting ini. Jika saya memang benar-benar tidak bisa, semisal karena berada di luar kota atau sakit atau ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, baru suami yang mengambil raport anak-anak. Tapi ini jarang banget sih.

Bagi saya, mengambil raport anak adalah hal yang paling menyenangkan sekaligus membahagiakan buat saya. Bahagia karena bisa memenuhi salah satu hak anak yaitu hak untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya.

Selain itu, menjadi moment penting untuk mengetahui sejauh mana perkembangan anak saya dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Dari nilai yang didapat bisa diketahui apa saja matapelajaran yang lebih menonjol.

Saya juga bisa mencari informasi lebih mengenai anak saya di kelas atau bagaimana kondisi anak saya di sekolah.  Apakah pendiam, apakah cukup bergaul dengan teman-temannya, apakah cukup aktif bagaimana juga perilakunya di sekolah.

Bisa saja kan apa yang saya dapati di rumah berbeda dengan di sekolah. Informasi ini bisa saya gali melalui wali kelasnya atau teman-teman sekelasnya. Syukurlah, saya cukup mengenal teman-teman anak saya. 

Saya juga menyimpan nomor kontaknya. Jadi, kalau ada apa-apa saya bisa menghubungi teman-temannya. Kebetulan anak saya sering cerita tentang teman-temannya. Beberapa juga sering main ke rumah karena beberapa ada yang sudah berkawan sejak SD.

Mengambil raport anak juga sebagai bentuk perhatian saya sebagai orang tua terhadap pendidikan anak-anak saya. Saya tidak ingin anak saya kecewa jika bukan saya sendiri yang mengambil raport. Juga sebagai bentuk dukungan saya atas apa yang sudah dicapainya selama pembelajaran.

Saya juga tidak menuntut anak saya harus juara. Terpenting anak saya rajin sekolah, giat belajar, dan tidak melewatkan tugas-tugas dari sekolah. Tidak juga melanggar tata tertib sekolah dan displin. Bagi saya itu sudah cukup. Kalau dapat juara, itu sebagai bonus saja.

Wali Kelas XI.4 Miss Hapsah (Dokumen pribadi)
Wali Kelas XI.4 Miss Hapsah (Dokumen pribadi)

Kehadiran saya untuk mengambil raport anak juga sebagai bentuk sinergi orang tua dengan pihak sekolah, khususnya wali kelas. Di sini, akan terjalin komunikasi antara saya  dan guru kelas atau wali kelas. Sinergi ini, menurut saya, akan cukup membantu anak saya selama menempuh pendidikan dan dalam menggapai cita-citanya.

Orang tua yang hadir saat pengambilan raport juga diyakini dapat membantu membangun keterlibatan emosional antara orang tua dan anak. Sehingga tercipta lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak pun merasa didukung dalam perjalanan pendidikannya.

Selain itu, saya juga bisa berkenalan lebih jauh dengan para wali murid yang lain. Karena belum tentu semua orang tua murid saya kenal. Dalam satu kelas itu, mungkin hanya beberapa saja yang saya kenal.  Dengan saling mengenal, tentu akan semakin memudahkan untuk saling berkoordinasi terkait kegiatan pendidikan anak-anak.

Begitulah beberapa pandangan saya mengapa orang tua harus mengambil raport anaknya, dan betapa pentingnya moment ini.

Ok, akhirnya saya sampai juga di Stasiun Depok Lama pukul 9.45 WIB.  Anak kedua saya yang menjemput, kebetulan wali kelasnya sudah sounding-sounding di group, bahwa ananda juga harus diajak serta. Tumben. Biasanya sih siswa yang meraih "peringkat" 10 besar saja yang diminta ke sekolah.

Sampailah saya di sekolah si bungsu di SDN Depok 1, Kecamatan Pancoran Mas. Kebetulan tidak begitu jauh dari Stasiun Depok Lama, mungkin sekitar 1 km. Sepertinya saya adalah wali murid paling akhir datang.

Ketika sampai di kelas 6A, ada satu wali murid yang sudah selesai mengambil raport. Lalu giliran saya. Wali kelas yang bernama Z Helmi ini pun mulai memaparkan nilai-nilai anak saya. Dijelaskan, nilainya bagus-bagus. Semua di atas KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal.

Wali kelas juga merasa bangga anak saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan karate yang beberapa kali mengikuti pertandingan selalu menyabet medali emas atau juara 1. Bagi wali kelas, kegiatan ini penting bagi siswa karena dapat melatih anak disiplin yang terbawa hingga dewasa kelak.

Setelah mengobrol-ngobrol selama 15 menit, saya pun pamit. Tidak lupa mengucapkan terima kasih atas bimbingannya selama ini hingga anak saya berada di titik sekarang ini.

Kemudian saya lanjut ke SMAN 3 Depok, mengambil raport anak pertama dan anak kedua saya. Seperti biasa pakai nomor antrean. Saya ke kelas XI.4 dulu, tapi karena masih agak lama, jadi saya ke kelas XII IPS 4. Pakai nomor antrean juga tapi setidaknya tidak menunggu lama. Saya perhatikan ada sekitar 3 wali murid lagi.

Wali Kelas 6A Pak Z Helmi (Dokumen pribadi)
Wali Kelas 6A Pak Z Helmi (Dokumen pribadi)

Tibalah giliran saya dengan nomor antrean 32. Saya pun duduk berhadapan dengan wali kelas. Walas yang biasa disapa Sensei Tirta oleh para siswa, karena kebetulan mengampu matpel bahasa Jepang, memperlihatkan nilai-nilai anak saya.

Nilai-nilainya bagus. Di atas KKM semua. Rata-rata semua di atas 80. Bahasa Inggris malah dapat 94. Tidak mengecewakan. Dibandingkan nilai-nilai saya saat SMA mungkin jauh banget bedanya. Masih lebih baik anak saya dibanding saya.

Namun, dilihat dari "peringkat" anak saya ya biasa-biasa saja. Kata walas, kemungkinan karena faktor sakit selama 9 hari tidak masuk sehingga ada beberapa matpel yang kurang terkejar. Waktu itu sih memang habis operasi dan diminta istirahat di rumah beberapa hari.

Tapi tidak apa-apalah. Secara keseluruhan nilainya bagus. Tidak mengecewakan. Bagi saya, ini sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Alhamdulillah. Setelah mengobrol-ngobrol sebentar mengenai bagaimana anak saya di kelas, saya pun pamit. Tidak lupa mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan perhatiannya selama ini.

Walas memberikan "buket" berupa permen kojek dan coklat choki-choki. "Buket" yang juga diberikan kepada semua siswa kelas 12 IPS 4. Ada kartu ucapan berisi pesan-pesan walas. Intinya, walas mengapresiasi dan mensupport atas segala pencapaian anak didiknya. Walas juga memberikan semangat untuk pantang menyerah.

Saya lanjut kembali ke kelas XI.4 dan kebetulan banget giliran saya. Tinggal saya saja soalnya. Kemudian Miss Habsah memperlihatkan nilai-nilai raport anak saya. Nilainya bagus, semua di atas KKM, meski ada beberapa matpel yang perlu lebih ditingkatkan.

"Najmu matapelajaran apa yang susah?" tanyanya.

Saya jawab Matematika, anak saya juga memjawab yang sama. Mengapa saya bisa tahu karena selama ini yang dikeluhkan anak saya ya pelajaran Matematika dan Kimia. Meski guru berulang kali menerangkan, tetap susah otak menerimanya. Ya, mau bagaimana lagi. Memang matpel paling "berat" itu.

Selesai ngobrol-ngobrol, akhirnya tuntas sudah saya mengambil raport anak-anak. Setelah mengucapkan terima kasih, kami pun pamit. Hati saya begitu lega. Plong! 

Saya pulang bareng anak saya, tapi saya diantar ke Stasiun Citayam karena ada agenda lagi yang harus saya hadiri. Setelah itu, baru deh lanjut anak saya pulang ke rumah.

Demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun