Minggu 10 Desember 2023, saya menemani anak bungsu saya, Fattaliyati Dhikra, yang biasa disapa Aliya, mengikuti kejuaraan UNJ Martial Art Competition (MAC) 2023 di Gelanggang Olahraga (GOR) Ciracas, Jakarta Timur. Ada dua cabang olahraga yang dikompetisikan, yaitu pencat silat dan karate. Anak saya ikut yang karate.
Sebagaimana namanya, kompetisi ini diadakan oleh Universitas Negeri Jakarta. Kegiatan tersebut, katanya sih, terinspirasi dari event yang pernah dilakukan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang menggabungkan kompetisi dari semua cabang olahraga bela diri.
Event ini bertujuan untuk mencari bibit dari pelajar mulai dari SD, SMP, SMA hingga mahasiswa dan pembinaan atlet di cabor bela diri sejak dini. Sebagai bentuk kepedulian UNJ terhadap olahraga akan terus berprestasi di kancah internasional.
Dua minggu menjelang event, senpai Tia Destianingrum yang menjadi pelatih di Dojo Permata Depok, sudah menginformasikan terkait adanya event ini. Senpai sih berharap para kohai mengikuti event ini.
Ada beberapa pertimbangan mengapa event ini perlu diikuti. Pertama, membangun mental siap bertanding. Terlepas nanti apakah dapat juara atau tidak, mengikuti kompetisi dapat meningkatkan rasa percaya diri para kohai dan meningkatkan disiplin pada diri anak.
Kedua, karena kompetisi ini tingkat nasional, maka sertifikat kejuaraan yang diikuti bisa dijadikan "modal" untuk masuk ke jenjang SMP atau SMA negeri melalui jalur prestasi nonakademik.
Sebagaimana diketahui, penerimaan peserta didik baru sampai saat ini masih menerapkan sistem zonasi. Melalui jalur prestasi sangat memungkinkan peserta didik mendaftar ke SMP/SMA negeri meski lokasi rumah di luar zonasi. Peluangnya pun cukup besar untuk bisa diterima.
Ketiga, event ini bisa menjadi wadah untuk mencari bibit-bibit karateka berbakat yang nantinya dipromosikan ke tingkat nasional. Semakin sering seorang atlet mengikuti event kejuaraan, akan semakin terasah bakat dan kemampuan atlet tersebut.
Ia menambahkan, olahraga karate menjadi sarana terbaik untuk membina generasi muda yang berkualitas, berprestasi, serta menjadi sarana perjuangan dalam membangun harga diri, kehormatan, dan kebanggaan bagi bangsa dan negara.
Anak saya ingin mengikuti event ini. Tentu saja saya izinkan karena memberikan nilai manfaat buat anak saya. Kebetulan juga anak saya sekarang kelas 6, jadi sebentar lagi masuk ke jenjang SMP. Siapa tahu sertifikatnya bisa digunakan untuk jalur prestasi.
Ada dua jenis kompetisi, yaitu kata atau jurus (kalau di pencat silat mungkin sama dengan jurus tunggal) dan kumite atau "melawan musuh" atau bertarung. Anak saya memilih "kata", enggan memilih kumite, padahal bisa ikut dua-duanya juga.
Ok, tidak masalah. Terpenting, anak saya sudah punya keberanian untuk tampil. Tidak semua orang punya keberanian tampil di depan banyak orang. Berani tampil saja sudah nilai positif buat saya. Kalau akhirnya dapat medali emas atau juara, ya itu sih bonus saja.
Dua minggu jelang event, senpai memberikan latihan tambahan di luar latihan reguler (Jumat malam dan Minggu pagi). Latihan tambahan ini untuk memperkuat gerakan-gerakan atau jurus bagi yang mengikuti kategori "kata" dan mengunci lawan bagi yang mengikuti kategori "kumite".
Hari bertanding pun tiba. Anak saya bersiap mendapat giliran. Ada dua kohai yang siap menunjukkan kemampuan "kata"nya. Anak saya pakai sabuk merah, "lawannya" pakai sabuk biru. Tiga juri dengan dua bendera (merah dan biru) bersiap mengawasi jalannya kompetisi ini.
Dua kohai menunjukkan kemampuan penguasaan "kata" secara bersamaan. Diawali dengan salam penghormatan. Para kohai pun beraksi mendemonstrasikan setiap gerakan atau jurus. Teriakan khas olah raga karate terdengar. Menangkis, menendang, mendorong, kuda-kuda, dan entah gerakan apa lagi. Semua disertai dengan power.
Tidak lama aksi pun selesai. Para kohai diminta mundur dua langkah. Ketiga juri lalu mengibarkan bendera merah. Semua juri mengibarkan bendera merah. Sementara lawannya tidak mendapatkan bendera sama sekali. Itu artinya, anak saya menang! 3-0.
Anak saya pun dikalungi medali emas, lawannya medali perak. Anak saya tentu saja girang. Bertambah deh medali emas yang dia gantungi di kamarnya. Bertambah juga deh sertifikat kejuaraannya.
Sebelumnya, pada 18-19 November 2023 di Depok Mall (D'Mall), Kota Depok, Jawa Barat, anak saya juga mengikuti kompetisi Karate Depok Festival yang diadakan KONI Kota Depok bekerjasama dengan D'Mall. Alhamdulillah, di event itu anak saya meraih juara pertama.
Pada event sebelumnya, Minggu 6 Agustus 2023, anak saya juga meraih medali emas untuk kompetisi Nation Karate Championship "Swis Open 2023" di Gelanggang Olah Raga Kota Depok untuk kategori "kata".
Saya tanya apa yang membuat anak saya meraih medali emas? Apa yang dinilai? Kata anak saya, dilihat dari pemahaman dari teknik yang digunakan (bunkai). Ketepatan waktu, ritme, kecepatan, keseimbangan, dan fokus kekuatan (kime) juga menjadi penilaian.
Pernafasan yang baik dan benar, kuda-kuda yang benar (dachi) dengan penekanan pada kaki yang benar dan telapak kaki datar pada lantai. Selain itu, oenekanan yang baik pada perut (hara) dan tidak ada gerak ke atas atau ke bawah dari pinggul ketika bergerak.
"Memang lawannya nggak begitu?" tanya saya.
"Ya nggak," jawabnya.
"Memang Ade bisa lihat?" tanya saya lagi.
"Ya bisalah," jawabnya.
"Gerakan napasnya juga berasa?" tanya saya.
"Iya," jawabnya.
Bagi saya, anak saya mengikuti olah raga karate sebagai bekal membela diri ketika menghadapi situasi genting atau saat menghadapi ancaman. Ketika anak saya dihadapkan pada situasi seperti ini, anak saya bisa langsung mengeluarkan teknik yang sudah dipelajari dalam karate.
Olahraga bela diri pada anak juga bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran fisik, menjaga berat badan ideal, dan baik untuk kesehatan mental.
Belajar bela diri bukan hanya melatih fisik menjadi lebih kuat dan siap dalam menghadapi musuh sewaktu-waktu dibutuhkan. Namun, juga dapat menjadi wadah membangun karakter seseorang. Menjadi lebih disiplin, lebih bertanggung jawab, dan berfikir bertindak cepat setiap dihadapkan pada persoalan.
Anak saya sendiri sudah satu tahun ini menjadi kohai di Dojo Permata Depok, perumahaan tempat kami tinggal. Awalnya enggan. Karena sering melihat temannya berlatih di samping halaman masjid yang tidak begitu jauh dari rumah, lama-lama jadi tertarik.
Si bungsu, yang pada 28 November lalu berusia 12 tahun, berencana masuk ke SMPN 1 Depok, bertetangga dengan sekolahnya saat ini. Samping-sampingan. Karena di luar zonasi, anak saya pun berusaha agar bisa diterima lewat jalur prestasi.Â
Mungkin ingin mengikuti jejak dua kakaknya -- Putik Cinta Khairunnisa dan Annajmutsaqib, yang diterima SMPN 1 Depok melalui jalur prestasi nonakademik: pencat silat (sekarang mereka di kelas 12 dan kelas 11 di SMA yang sama) Â Semoga saja diterima. Seru juga sepertinya anak-anak dalam ikatan satu almamater.
Selamat berjuang anak Bunda cantik, semoga yang diharapkan dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H