Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal dan Menangani Skoliosis

7 April 2023   16:43 Diperbarui: 8 April 2023   03:19 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemaparan dr. Omar Lutfhi Sp.OT(K) (dokumen pribadi)


Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang. Tubuh tampak asimetris terlihat dari tulang belakang melengkung atau miring/condong ke satu sisi. Ditandai dengan bentuk punggung yang melengkung menyerupai huruf C atau S.

Selain itu, bahu tampak tinggi sebelah, panggul tampak tinggi sebelah, tulang belikat tampak lebih menonjol pada salah satu sisi dan jarak pinggang ke lengan tidak sama pada sisi kanan dan kiri.

Dokter Omar Luthfi, SpOT(K) Spine, tim medis Spine Center RS Premier Bintaro, menjelaskan, skoliosis biasanya menimbulkan keluhan ringan, namun dapat berkembang menjadi lebih parah seiring pertambahan usia.

"Jika tidak ditangani, lengkungan skoliosis yang sangat parah dapat menimbulkan kerusakan sendi dan nyeri berkepanjangan," jelas dr. Omar Lutfhi Sp.OT(K) Spine, Kamis 6 April 2023 dalam sesi diskusi 'Mengenal dan Menangani Skoliosis' yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama.

Dikatakan, sekitar 90 persen kasus skoliosis  tipe adolescence ditemukan pada remaja dengan rentang usia 11-18 tahun. Skoliosis sering kali mulai tampak paling progresif pada puncak masa pertumbuhan remaja.

Untuk kondisi lainnya seperti infantile (1 persen) terjadi pada bayi usia 0-3 tahun. Ada juga jenis juvenile (3 persen) terjadi pada anak-anak usia 4-10 tahun. Sementara itu, kasus yang terjadi di usia dewasa "hanya" sekitar 6 persen.

Namun, risiko terkena skoliosis jauh lebih besar pada remaja putri dan wanita dibanding pada remaja putra. Rasionya 10 berbanding satu. 

dr. Omar Lutfhi SpOT(K) Spine (dokumen pribadi)
dr. Omar Lutfhi SpOT(K) Spine (dokumen pribadi)
Terutama, remaja putri setelah mendapatkan menstruasi pertama. Biasanya, jelang menstruasi pertumbuhan tulang anak di usia remaja cukup cepat dan berpengaruh pada kondisi tulang belakang.

Menurutnya, belum diketahui secara pasti apa penyebab skoliosis ini. Kalau faktor genetik diduga "hanya" menyumbang 20-30 persen kasus skoliosis.

Selebihnya yang 70-80 persen belum diketahui pasti atau idiopatik. Namun, ada juga penderita yang alami skoliosis sejak lahir, proses penuaan, hingga gangguan sistem saraf dan otot.

Adapun skoliosis yang disebabkan oleh non struktural terjadi akibat kesalahan aktivitas yang dilakukan terus-menerus sehingga ada perubahan bentuk di tulang bagian belakang. 

Posisi duduk yang salah akan menyebabkan nyeri punggung, sakit leher, badan pegal-pegal. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan terjadi perubahan bentuk tulang belakang. Salah satunya, adalah skoliosis.

World Health Organization (WHO) mencatat setidaknya 3% warga di dunia rentan terkena penyakit skoliosis. Di Indonesia sendiri prevalensi skoliosis sekitar 3%-5%.

Pada skoliasi yang bersifat ringan, umumnya tidak menampakkan gejala. Perubahan bentuknya pun tidak nampak jelas. Berbeda pada kelainan skoliosis yang berat, perubahannya bersifat progresif, tampak perubahan bentuk, rasa pegal atau nyeri pada punggung, dan gangguan pernafasan.

Lengkungan yang parah dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada punggung. Tulang belakang juga bisa berputar sehingga lengkungan bertambah parah. Tidak hanya itu. Salah satu tulang rusuk atau otot di satu sisi tubuh tampak menonjol daripada sisi lainnya.

"Skoliosis ini tidak boleh diabaikan. Karena selain sering menimbulkan rasa nyeri atau pegal serta gangguan pernafasan, skoliosis juga mengganggu penampilan," ujarnya.

Pemaparan dr. Omar Lutfhi SpOT(K) Spine (dokumen pribadi)
Pemaparan dr. Omar Lutfhi SpOT(K) Spine (dokumen pribadi)

Menangani skoliosis

Disarankan untuk melakukan screening skoliosis sejak anak-anak. Tindakan ini dapat membantu penanganan skoliosis lebih cepat atau sejak dini. Terpenting pada skoliosis adalah deteksi dini. 

Umumnya lengkungan skoliosis dapat diobati tanpa tindakan bedah jika kelainan ini diketahui sejak dini dan sudut kelengkungan belum terlalu besar. Salah satu cara deteksi dini skoliosis adalah dengan skrining skoliosis di sekolah-sekolah.

Jika ditemukan ada gejala ke arah skoliosis seseorang dapat memeriksakan diri ke dokter. Dokter akan memastikan gangguan ini dengan melakukan pemeriksaan rontgen dan CT csan. Dari hasil pemeriksaan ini, dokter akan melakukan penanganan berdasarkan hasil pengukuran skoliosis pada rontgen.

"Target dari penanganan skoliosis itu sendiri adalah menghentikan progresi skoliosis, mencapai tulang belakang yang seimbang, memperbaiki kesulitan bernafas dan memperbaiki penampilan," terang dr. Omar.

Terapi penggunaan brace adalah salah satu perawatan yang efektif bagi remaja yang mengalami skoliosis. Umumnya jika tulang anak masih tumbuh dan kurva lengkungan 25 - 50  persen. Brace ini didesain khusus sesuai dengan bentuk lengkungan.

Penggunaan brace sebenarnya tidak akan menyembuhkan skoliosis atau membalikkan kelengkungan, tetapi ini biasanya efektif untuk mencegah perkembangan kelengkungan lebih lanjut.

Namun, untuk kasus yang parah, operasi menjadi pilihan yang lebih efektif. Pada tingkat keparahan tertentu, gangguan skoliosis ini harus diatasi dengan tindakan operatif. Tindakan pembedahan minimal invasif merupakan metode terkini yang dilakukan untuk mengatasi masalah pada gangguan skoliosis.

Pemaparan dr. Omar Lutfhi Sp.OT(K) (dokumen pribadi)
Pemaparan dr. Omar Lutfhi Sp.OT(K) (dokumen pribadi)

Spine Center RS Premier Bintaro saat ini telah memiliki teknologi robotic spine surgery atau robot assisted spine surgery. Ini adalah suatu tindakan pembedahan yang menggunakan teknologi lengan robot dalam melakukan operasi pada tulang belakang.

"Robot yang digunakan dalam operasi ini dapat melakukan pekerjaan berulang-ulang dengan ketahanan yang sangat tinggi tanpa mengurangi performa dan mengurangi risiko human error karena kelelahan sehingga akan meningkatkan hasil operasi pada pasien," jelasnya.

Penanganan skoliosis dengan teknologi ini memiliki banyak keunggulan. Di antaranya presisi dan akurasi pemasangan implant mencapai 99 persen bahkan untuk kasus yang sangat sulit.  

Robotic Spine Surgery juga sangat minimal risiko maupun komplikasi. Resiko-resiko infeksi atau perdarahan yang muncul pasca operasi juga lebih kecil. Berbeda dengan operasi konvensional yang menggunakan teknik bedah terbuka.

Cedera saraf pun dapat lebih diminimalkan karena menggunakan kamera, jadi bisa secara langsung melihat syaraf melalui lensa yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh.

"Selain risiko lebih rendah, pemulihan pasien dapat sesegera mungkin, sehingga pasien tidak perlu berlama-lama di rumah sakit," tandas dr Omar.

Dua minggu setelah operasi, jika lukanya sudah kering, pasien boleh melakukan olahraga renang atau aktivitas lainnya. Kalau luka belum kering boleh melakukan aktivitas ringan. Sebisa mungkin, meski dalam keadaan bedrest, tetap harus melakukan gerakan-gerakan ringan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun