Atap terpal. Lantainya tanah, yang jika hujan becek. Terlebih tanahnya jenis tanah merah. Bila terinjak, sepatu seketika langsung kotor. Maklum, sekolah darurat ini berdiri di lahan warga yang disewa, namun tidak jauh dari lokasi sekolah berada.
Jumlah tenda-tenda sekolah darurat ini juga terbatas. Donasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenristek), serta Save the Children Indonesia.
Karena jumlahnya terbatas, jadi harus dibagi-bagi waktunya. Senin dan Rabu digunakan oleh siswa kelas 7, Selasa dan Kamis diisi oleh siswa kelas 8, serta Rabu dan Sabtu dipakai oleh siswa kelas 9. Mereka belajar dari pukul 07.00 hingga pukul 10.45. Siswa yang tidak belajar secara offline mengikuti pembelajaran secara daring.
Tidak nyaman, memang. Tapi apa boleh buat, untuk sementara, ini yang bisa dilakukan. Bangunan yang rusak parah pascagempa lalu sengaja diruntuhkan agar bisa dibangun kembali dengan struktur yang lebih aman.
Bangunan fisik sekolah masih dalam perbaikan, yang entah kapan selesainya. Belum bisa diprediksikan. Mengapa? Karena sampai sekarang gempa-gempa susulan masih terasa.
"Setiap 3 hari sekali ada getaran gempa sehingga ada perubahan bangunan dan struktur. Jadi, cari amannya kami belajar di tenda," ungkap Agus Nirwan saat menerima kunjungan media.
Belajar dalam kondisi yang tidak nyaman tentu akan memunculkan gangguan psikologis pada anak. Terlebih siswa SMP kelas 9 sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir.
Ada beberapa anak yang juga kehilangan anggota keluarga akibat gempa. Belum lagi kondisi rumah rusak yang juga masih dalam perbaikan. Tidak sedikit siswa yang juga masih tinggal di tenda-tenda pengungsian berbaur dengan warga lainnya.
Gangguan psikologis ini bermacam-macam. Ada yang mengalami stress, sedih, marah, kekecewaan yang mendalam, kurang konsentrasi, tidak bergairah, tidak semangat bersekolah, dan lain-lain. Gangguan yang wajar, namun bukan berarti harus dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut.
Guna membantu penanganan psikososial ini, Procter & Gamble (P&G) bersama dengan Save the Children Indonesia dan Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur melakukan aksi tanggap darurat lewat tiga program utama, yaitu Dukungan Psikososial, Pendidikan dalam Situasi Darurat, dan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).