Badan Informasi Geospasial (BIG) memberikan pernyataan pers terkait penemuan gunung bawah laut di selatan Pacitan, Jawa Timur, Kamis 16 Februari 2023. Kepala BIG Muh Aris Marfai bersama Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG Yosef Sigit Purnomo hadir dalam kesempatan ini.
Kepala BIG menyampaikan penemuan ini sebenarnya juga tanpa sengaja. Berawal dari adanya Kegiatan Survei Landas Kontinen Indonesia (LKI) di Selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada September hingga November 2022. Kegiatan ini dilakukan secara swakelola antara BIG dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
Dikatakan, tujuan awal survey untuk keperluan survei LKI di Selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Survei LKI ini bertujuan untuk mendukung program submisi landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut di wilayah selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara.
Survei LKI ini juga bertujuan untuk memperoleh data batimetri yang akan digunakan dalam pembuktian roo rise (tinggian roo) sebagai kepanjangan alamiah (Natural Prolongation) dari daratan Jawa dan posisi foot of slope (FOS) yang digunakan dalam delimitasi batas terluar landas kontinen di wilayah selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara.
"Pembuktian terhadap roo rise dan posisi foot of slope ini sangat bermanfaat dalam  kegiatan delimitasi batas terluar landas kontinen," jelasnya.
Ketika dilakukan survei di lajur 16-20 dengan koordinat 111,039 Â BT dan 10,661 LS, ditemukanlah gunung bawah laut yang berjarak kurang lebih 260 km dari Pacitan. Â Survei melintas di lajur tersebut pada 6-9 Oktober 2022.
Gunung ini ditemukan dengan perangkat bernama Multibeam Echosounder (MBES). Perangkat yang berfungsi memetakan bentuk dasar laut melalui pantulan gelombang suara (sonar).
Pada studi awal sebelum survey dilakukan, tim teknis submisi landas kontinen telah menentukan lajur survei dengan mempertimbangkan potensi adanya natural prolongation.
Gunung bawah laut ini memiliki ketinggian sekitar 2.200 m berada di kedalaman dasar laut sekitar 6000 m. Puncak gunung tersebut berada pada kedalaman sekitar 3.800 m. Diperkirakan dimensi lebar dari gunung tersebut 7.385 km dengan panjang 14.385 km.
Disebutkan gunung bawah laut Pacitan yang baru ditemukan ini setinggi gunung Bromo, Jawa Timur. Ketinggian gunung Bromo sendiri sekitar 2.329 meter di atas permukaan laut.
Terbentuknya atau kemunculan gunung bawah laut Pacitan adalah efek tumbukan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia di Samudera Hindia.
Ini bukanlah satu-satunya gunung bawah laut yang ditemukan tim survei batimetri BIG. Pada 2020, BPPT juga melakukan survei batimetri di barat Sumatera dan menemukan gunung bawah laut yang kemudian diberi nama Gunung Bawah Laut Pagai.
Kementerian ESDM bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan juga pernah menemukan gunung bawah laut di dua propinsi. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) ditemukan Gunung Baruna Komba, Abang Komba, dan Gunung Ibu Komba. Di Sulawesi Utara ditemukan Gunung Naung, Gunung Maselihe, Gunung Roa, dan Gunung Kawio Barat.
Semua gunung ini sudah dibakukan namanya di Gazeter Republik Indonesia tahun 2022 (GRI 2022). Sementara masih ada beberapa gunung bawah laut lainnya hasil survei KL lain yang namanya masih belum dibakukan di GRI 2022.
Yosef Sigit Purnomo menambahkan adanya penemuan gunung bawah laut di Pacitan ini menambah unsur rupabumi yang ada di bawah laut Indonesia. Â Sumber daya alam apa yang terkandung pada gunung bawah laut tersebut dapat diteliti oleh kementerian atau lembaga lainnya ataupun oleh para peneliti di Indonesia.
"Apakah status gunung bawah laut tersebut merupakan gunung api atau bukan, hal tersebut di luar kewenangan BIG," katanya.
Nama gunung masih dikaji
Saat ini, nama gunung bawah laut yang ditemukan tim Survei LKI masih dikaji. Termasuk nama yang diusulkan oleh Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji dalam surat resminya. Bupati mengusulkan nama 'Jaga Jagat' untuk nama gunung bawah laut tersebut. Â Nama ini akan dikaji oleh tim pada 6-10 Maret 2023 dan diharapkan segera ditemukan nama yang cocok.
Dikatakan, terdapat banyak usulan nama, namun hingga kini belum diputuskan resmi oleh pemerintah. Koordinasi dengan Pemda dan KL sudah dilakukan. Perlu diketahui, koordinasi pembakuan nama rupabumi termasuk nama gunung bawah laut adalah tugas BIG selaku national naming authority (NNA) di Indonesia sesuai amanat PP No 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.
Langkah yang sudah dilakukan oleh BIG adalah berkoordinasi dengan Pushidrosal, Kementerian ESDM, BRIN, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kabupaten Pacitan pada Rabu, 8 Februari 2023.
Hasil dari koordinasi tersebut sebagai berikut:
- Menyepakati objek yang ditemukan adalah gunung bawah laut (seamount)
- Penamaan gunung bawah laut tidak akan  menggunakan nama orang melainkan dengan menggunakan kata-kata yang mengandung unsur mitigasi bencana alam
- Usulan nama mengandung nilai khas/budaya/adat setempat
- Pemberian nama akan diputuskan pada saat  penelaahan pusat pada minggu kedua Maret. BIG juga akan melakukan pertemuan dengan Bupati Pacitan untuk meluruskan berita gunung bawah laut yang viral ini.    Â
Nama yang diusulkan Bupati Pacitan diakui Sigit, intinya adalah harapan agar gunung tersebut tidak menjadi bencana tetapi menjadi sumber kekayaan baru bagi masyarakat. Nama yang juga mengandung makna menjaga dunia laut.
Sigit menjelaskan, penemuan unsur geospasial seperti penemuan gunung bawah laut memang perlu diberi nama. Karena itu, proses dan tahapan penamaan nama ini akan cukup teknis. Harus juga melibatkan masyarakat setempat, karena akan berhubungan dengan budaya, bahasa, dan cara pengucapannya.
Hal itu sesuai dengan PP Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, bahwa pemberian nama harus melibatkan masyarakat.
Penamaan rupabumi sendiri memiliki beberapa prinsip yaitu menggunakan Bahasa Indonesia dan Abjad Romawi, menghormati keberadaan suku, agama dan golongan, serta menghindari penggunaan nama instansi/lembaga.
Selain itu, penamaan harus menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat lima tahun.
Penamaan juga harus menghindari penggunaan nama yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan/atau daerah serta harus memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial.
Sigit menambahkan, penamaan dapat menggunakan satu nama untuk satu unsur rupabumi yang paling banyak tiga kata serta dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarang, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H